Find Us On Social Media :

Inilah Golda Meir, Perdana Menteri Wanita Israel yang Nyaris Gunakan Bom Nuklir dalam Perang Yom Kippur, Membuat AS Harus Turun Tangan

By Khaerunisa, Rabu, 30 September 2020 | 17:18 WIB

Golda Meir dan Perdana Menteri Israel Pertama, David Ben Gurion

Intisari-Online.com - Jika berbicara tentang tokoh-tokoh dari Israel, tak boleh dilupakan sosok Golda Meir.

Sosok yang satu ini bisa jadi merupakan salah satu nenek paling terkenal di dunia.

Golda Meir pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Israel pada periode 1969 – 1974.

Sederet jabatan penting pun pernah dipangkunya.

Baca Juga: Tersisa 2 dari 12 Suku Asli Israel, Ini Spekulasi Keberadaan 10 Suku Israel yang Hilang

Akhir 1940-an Golda menjadi duta besar Israel pertama untuk Uni Soviet.

Selama sembilan tahun ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri hingga akhirnya di usia 71 tahun Golda meraih posisi Perdana Menteri di Israel.

Sebagai salah satu pendiri Israel dan politikus wanita paling menonjol di eranya, Golda memberi kesan terhadap banyak orang.

Di era 1970-an, Golda dikagumi sebagaimana Ratu Elizabeth. Ia dikenal baik dengan nama pertamanya sebagai Madonna.

Baca Juga: Mati-matian Lari dari Korut, Mimpi Pembelot Wanita Ini Hancur Setelah 'Ayah' dari Korsel yang Dipercayanya Melakukan Tindakan Biadab Ini Padanya

Tapi bagi jutaan warga Yahudi dan Israel, ia disayangi sebagai Golda Shelanu, atau “Our Golda”.

Di sisi lain, sebagaimana public figure termasyur lainnya, Golga juga memiliki kegagalan.

Ia dikritik secara luas karena ketidaksiapan Israel dalam menghadapi serangan Perang Yom Kippur—meskipun pasukan Mesir dan Suriah dikalahkan secara telak.

Tapi dalam perang itu Israel juga mengalami kerugian besar karena 2.500 serdadu tewas dan 3.000 lainya terluka.

Baca Juga: Awalnya Enggan Bertemu, Baru Setelah Dua Pertemuan Jaksa Pinangki Sadar Konglomerat di Malaysia yang Ia Temui 2019 Lalu Adalah Djoko Tjandra, 'Saya Diajak Makan Durian'

Golda Meir bahkan sudah memerintahkan senjata-senjata nuklir Israel dipasang pada jet tempur F-4 Phantom dan siap digunakan jika Israel akhirnya harus kalah perang.

Beruntung AS yang segera mengirimkan persenjataan demi mencegah penggunaan nuklir oleh Israel segera turun tangan.

Kemenangan telak Israel yang didukung oleh AS pun harus dibayar mahal.

Pemerintahan Israel pimpinan PM Golda Meir menuai protes.

Baca Juga: Kisah Anggota PKI, 'Kebal' Meski Ditembak Peluru Berulang Kali, Tetapi Begitu Satu Kata Ini Terucap Anggota PKI Itu Langsung Tewas Seketika, Ilmu Kebalnya Langsung Lepas

Protes dipimpin Moti Ashkenazi, seorang komandan militer.

Mereka menuntut Ketua Mahkamah Agung Shimon Agranat memimpin sebuah peyelidikan.

Tujuannya adalah untuk mencari jawaban mengapa mereka sampai kecolongan sehingga dengan mudah digempur Mesir dan Suriah.

Komisi itu kemudian diberi nama Komisi Agranat.

Baca Juga: Tertangkap Kamera, China Terang-terangan Gelar Latihan Militer Lagi di Paracel, 'Jangan Ganggu Kami Latihan!', Sungguh Serakah!

Puncak dari tuntutan ini, pada 11 April 1974 PM Golda Meir memutuskan mundur.

Padahal ia dan Partai Buruh menang dalam pemilihan.

Meir kemudian digantikan oleh Yitzhak Rabin.

Golda Meir akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada 8 Desember 1978 dan dikebumikan di Mount Herzl di Yerusalem empat hari kemudian. (Moh Habib Asyhad)

Baca Juga: Awalnya Enggan Bertemu, Baru Setelah Dua Pertemuan Jaksa Pinangki Sadar Konglomerat di Malaysia yang Ia Temui 2019 Lalu Adalah Djoko Tjandra, 'Saya Diajak Makan Durian'

 

(*)

 

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari