Penulis
Intisari-Online.com - Menyusul Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain pun menandatangani kesepakatan normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel.
Dengan begitu, Bahrain menjadi negara keempat yang melangkah maju menuju perdamaian dengan Israel.
Seperti diketahui, sebelum UEA, Mesir dan Yordania telah mengambil langkah tersebut.
Masing-masing dilakukan tahun 1975 dan tahun 1994.
Seperti UEA, keputusan Bahrain pun mendapat kecaman dari Palestina, juga beberapa negara Arab, seperti Turki dan Iran.
Mengutip Kompas.com yang melansir Reuters, Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan bahwa kesepakatan tersebut akan memberikan pukulan baru bagi upaya membela perjuangan Palestina.
"Ini selanjutnya akan mendorong Israel untuk melanjutkan praktik tidak sah terhadap Palestina dan upayanya untuk menjadikan pendudukan tanah Palestina permanen," tulis Kementerian Luar Negeri Turki dalam sebuah pernyataan.
Sementara Iran menyatakan bahwa langkah Bahrain untuk berdamai dengan Israel berarti akan terlibat dalam kebijakan negara tersebut yang mengancam keamanan regional.
Baca Juga: Latihan Napas Bisa Bantu Pengidap Covid-19 Redakan Gejala Menetap, Begini Caranya!
"Langkah memalukan Bahrain mengorbankan perjuangan Palestina dan perjuangan selama puluhan tahun... demi pemilihan AS," TV Iran mengutip pernyataan Kementerian Luar Negeri Iran.
Kecaman pun datang dari kelompok masyarakat Sipil di Bahrain.
Mereka mengkritik normalisasi hubungan dengan Israel dan mengatakan bahwa pengakuan harus datang hanya setelah Palestina memperoleh negara merdeka, dikutip dari Aljazeera.
Sementara itu, Raja Hamad Bahrain mengatakan hubungan dengan Israel adalah 'pesan halus' untuk perdamaian.
Melansir Aljaeera.com (24/9/2020), Raja Bahrain mengatakan bahwa kesepakatan normalisasi kerajaannya dengan Israel harus mengarah pada upaya yang lebih besar untuk mengakhiri konflik Palestina-Israel melalui solusi dua negara.
Berpidato di Sidang Umum PBB ke-75 melalui video pada hari Kamis, Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa menyerukan "upaya intensif untuk mengakhiri konflik Palestina-Israel sesuai dengan solusi dua negara".
Yaitu yang mengarah pada pembentukan negara Palestina merdeka, dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya, berdasarkan resolusi legitimasi internasional dan Arab Peace Initiative.
Raja Hamad juga mengatakan hubungan dengan Israel adalah "pesan halus" untuk perdamaian.
"Deklarasi untuk menjalin hubungan dengan Israel adalah pesan halus yang menekankan bahwa tangan kami terulur untuk perdamaian yang adil dan komprehensif," katanya.
Pernyataan Hamad datang sehari setelah delegasi resmi Israel melakukan kunjungan pertama oleh diplomat Israel ke Bahrain sejak kedua negara menandatangani kesepakatan normalisasi.
Bahrain dan Uni Emirat Arab menandatangani perjanjian normalisasi dengan Israel pada 15 September di Gedung Putih, bagian dari dorongan diplomatik AS ketika Donald Trump berupaya terpilih kembali.
Sementara itu, selama beberapa minggu terakhir, setelah kesepakatan UEA dan Bahrain dengan Israel, beberapa pejabat tinggi Israel dan AS termasuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan utusan AS untuk Israel David Friedman, membenarkan bahwa rencana aneksasi Israel hanya ditunda, tidak dibatalkan.
Hamad memuji upaya AS untuk mencapai "perdamaian dan stabilitas di kawasan" dengan menjadi perantara perjanjian dengan Israel.
Ia mengatakan hal itu mengirimkan "pesan yang beradab sebagai jaminan terbaik untuk masa depan semua orang di kawasan".
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari