'Saya Muak pada Hubungan Antarmanusia,' di Jepang Ada Perusahaan untuk Bantu Orang-orang yang 'Bosan Hidup' Lalu Mengasingkan Diri, Bisa Lenyap Tanpa Jejak Puluhan Tahun!

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Intisari-Online.com - Di seluruh dunia, dari Amerika Serikat, Jerman hingga Inggris, ada orang-orang yang memutuskan untuk menghilang dari kehidupan mereka sendiri tanpa jejak.

Tengah malam, mereka meninggalkan rumah, pekerjaan, dan keluarga mereka untuk memulai kehidupan baru.

Seringkali, tanpa kembali.

Di Jepang, orang-orang ini disebut "jouhatsu".

Baca Juga: Sisi Lain Diktator Kim Jong-un, Fans Berat Michael Jordan, 'Ngebet' Bertemu Sang Legenda NBA hingga Lakukan Hal Ini

Dalam bahasa Jepang artinya "menguap", tetapi juga mengacu pada orang yang sengaja menghilang begitu saja, dan menyembunyikan keberadaan mereka selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun.

"Saya muak pada hubungan antarmanusia. Saya mengemas koper kecil dan menghilang," kata Sugimoto, 42 tahun, yang hanya ingin disebut dengan nama keluarganya.

"Saya seperti melarikan diri," kata dia.

Di kampung halamannya yang kecil, semua orang mengenalnya karena keluarganya dan bisnis lokal mereka yang terkemuka.

Baca Juga: Tergiur Emas Antam Murah di Facebook, 300 Orang Tertipu, Kerugian Mencapai Miliaran Rupiah

Sugimoto diharapkan menjadi penerus bisnis tersebut.

Harapan keluarganya itu membuatnya tertekan, sampai dia tiba-tiba meninggalkan kotanya, selamanya.

Tidak ada seorang pun yang diberitahunya, ke mana dia pergi.

Dari jeratan utang hingga pernikahan tanpa cinta, ada berbagai motivasi yang mendorong jouhatsu untuk menghilang.

Baca Juga: Istri Tak Puas Cap Suaminya Loyo Saat Berhubungan Badan, Sang Suami yang Tak Terima Nekat Bikin Video Syur dengan Wanita Lain Demi Buktikan Keperkasaannya, Ini Reaksi Istri Sah

Terlepas dari alasannya, mereka mencari perusahaan yang dapat membantu mempermudah proses tersebut.

Operasi ini disebut layanan "pindahan malam", seperti kerahasiaan ketika seseorang menjadi.

Perusahaan ini membantu orang-orang yang ingin menghilang secara diam-diam untuk melepaskan diri dari kehidupan mereka, sampai menyediakan tempat tinggal rahasia.

"Pada umumnya alasan pindah adalah sesuatu yang positif, seperti masuk universitas, mendapat pekerjaan baru atau menikah," kata Sho Hatori, yang mendirikan perusahaan "pindahan malam" pada dekade 1990-an ketika gelembung ekonomi Jepang meledak.

Baca Juga: Taiwan Geram, Beberapa Jet Tempur China Masuk Zona Respons, Bisa Ancam Perdamaian Regional

"Tapi ada juga kepindahan yang menyedihkan. Misalnya, dikeluarkan dari universitas, kehilangan pekerjaan atau melarikan diri dari penguntit," tuturnya.

Pada awalnya, Hatori mengira kehancuran finansial adalah satu-satunya hal yang mendorong orang untuk melarikan diri dari kehidupan bermasalah.

Tapi ternyata ada "alasan sosial" juga.

"Apa yang kami lakukan adalah mendukung orang untuk memulai kehidupan keduanya," kata Hatori.

Baca Juga: Karena Dihantam Topan,Korea Utara Miliki Lebih Banyak Korban Jiwa Dibanding Korea Selatan, Kim Jong-Un Tak Terimadan Akan Hukum Para Pejabatnya, 'Mereka Tidak Patuhi Perintah'

Sosiolog Hiroki Nakamori telah meneliti jouhatsu selama lebih dari satu dekade.

Dia mengatakan istilah jouhatsu mulai digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang memutuskan untuk menghilang di tahun 1960-an.

Dulu hingga sekarang, tingkat perceraian sangat rendah di Jepang.

Beberapa orang memutuskan bahwa lebih mudah untuk meninggalkan pasangan mereka daripada melalui proses perceraian formal yang rumit.

Baca Juga: Beranikan Diri Mengaku Disukai Abang Iparnya, Gadis Ini Malah Jadi Bahan Gunjingan Tetangga, Ini Kisahnya

"Di Jepang, lebih mudah menguap begitu saja," kata Nakamori.

Privasi sangat dilindungi. Orang hilang dapat dengan bebas menarik uang dari ATM tanpa ditandai, dan keluarga tidak dapat mengakses video keamanan yang mungkin merekam gambar para pelarian yang mereka cintai.

"Polisi tidak akan campur tangan kecuali ada alasan lain, seperti kejahatan atau kecelakaan. Yang bisa dilakukan keluarga hanyalah membayar banyak untuk detektif swasta. Atau menunggu. Itu saja," ujar Nakamori.

'Saya terkejut'

Baca Juga: Dinilai Tak Bisa Tangani Pandemi Covid-19 hingga Sebut Fasilitas Medis di Indonesia Tidak Layak,WNI Dilarang Masuk ke 11 Negara Ini, 'Indonesia Sangat Berisiko'

Bagi orang-orang terkasih yang ditinggalkan, pengabaian (dan pencarian) bisa menjadi hal yang tak tertahankan.

"Saya terkejut," kata seorang perempuan yang tidak ingin disebutkan namanya. Putranya yang berusia 22 tahun hilang dan tidak pernah menghubunginya.

"Dia merasa gagal setelah dua kali berhenti dari pekerjaan. Dia pasti merasa sengsara dengan kegagalannya."

Perempuan itu pergi ke tempat tinggal anaknya, memeriksa tempat itu dan kemudian menunggu di mobilnya selama berhari-hari, berharap anaknya kembali.

Tapi putranya tak pernah muncul.

Dia mengatakan, polisi tidak membantu, dan hanya bisa terlibat jika itu adalah dugaan bunuh diri. Tetapi karena tidak ada catatan yang ditinggalkan, polisi tidak akan membantu.

"Saya mengerti bahwa mungkin saja ada penguntit. Informasi dapat disalahgunakan. Ini adalah hukum yang diperlukan, mungkin. Tapi penjahat dan penguntit disamakan dengan orang tua yang tidak bisa mencari anak mereka sendiri? Semuanya diperlakukan dengan cara yang sama karena perlindungan. Apa ini?" kata dia.

"Dengan undang-undang saat ini, tanpa uang, yang dapat saya lakukan hanyalah memeriksa jika sesosok mayat adalah putra saya. Itu satu-satunya yang bisa saya lakukan."

Baca Juga: Haus Darah Satu Tetes Setiap Hari dan Dapat Layani Tuannya dalam Berbagai Cara, Bagaimana Asal-usul Makhluk 'Mistis' Jenglot Ini? Asalnya dari Tubuh yang Tak Diterima Bumi?

Mereka yang menghilang

Bagi sebagian jouhatsu, perasaan sedih dan menyesal melekat, lama setelah mereka meninggalkan kehidupan lamanya.

"Saya selalu merasa telah melakukan kesalahan," kata Sugimoto, pengusaha yang meninggalkan istri dan anak-anaknya di kota kecil.

"Sudah setahun saya tidak melihat anak-anak saya. Saya memberi tahu mereka bahwa saya sedang dinas." Satu-satunya penyesalannya, katanya, adalah meninggalkan mereka.

Sugimoto saat ini tinggal di sebuah rumah di distrik pemukiman Tokyo.

Perusahaan 'pindahan malam' yang menaunginya dijalankan oleh perempuan bernama Saita, yang juga hanya menggunakan nama keluarganya untuk menjaga anonimitas.

Saita sendiri pun adalah seorang jouhatsu, yang menghilang 17 tahun lalu. Dia 'menghilang' akibat hubungan yang penuh kekerasan.

Baca Juga: Tengah Berjuang Lawan Stroke, Mat Solar Kini Diduga Kena Tipu Miliaran, Anak Tergugat Bongkar Fakta yang Berbeda

"Di satu sisi, saya masih orang hilang, sampai sekarang," kata dia.

"Saya punya berbagai jenis klien," kata Saita. "Ada orang yang lari dari kekerasan dalam rumah tangga yang serius, atau ego dan kepentingan pribadi. Saya tidak menilai. Saya tidak pernah mengatakan, 'Kasus Anda tidak cukup serius'. Setiap orang punya perjuangannya sendiri-sendiri. "

Perusahaan Saita membantu mengatasi kesulitan orang-orang seperti Sugimoto.

Namun meski berhasil menghilang, bukan berarti jejak kehidupan lamanya mudah dilupakan.

"Hanya anak pertama saya yang tahu yang sebenarnya. Dia berumur 13 tahun," kata Sugimoto.

"Kata-katanya yang tidak bisa saya lupakan adalah, 'Keputusan Ayah adalah hidup Ayah, dan saya tidak bisa mengubahnya'.

Kedengarannya lebih dewasa dari saya bukan?" kata Sugimoto.

Baca Juga: Sudah Dapat Subsidi Gaji? Kabar Baik untuk Karyawan! Pemerintah Putuskan untuk Akan Lanjutkan Program Subsidi Gaji Tahun Depan

Karya ini didasarkan pada video BBC Reel yang diproduksi oleh Andreas Hartman, diadaptasi oleh Bryan Lufkin. Anda bisa membaca versi asli artikel ini dengan judul The Companies that help people vanish di BBC Worklife.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Di Jepang Ada Perusahaan untuk Bantu Orang-orang yang 'Bosan Hidup' Lalu Mengasingkan Diri

Artikel Terkait