Penulis
Intisari-online.com - Australia mungkin memiliki jasa besar bagi Timor Leste dalam memperjuangkan kemerdekaan mereka.
Australia turut membantu Bumi Lorosae melawan Indonesia dengan memberikan bantuan militer.
Akan tetapi akal bulus Australia juga terungkap bahwa sejatinya, mereka menginginkan sesuatu yang besar dari kemerdekaan Timor Leste.
Tak lain adalah batas maritim yang menguntungkan Australia.
Masalah perbatasan adalah sesuatu yang telah dipersengketakan oleg Dili dan Canberra, selama 1 dekade lebih, bahkan telah dibawa ke Mahkamah Tetap Arbritase di Den Haag, Belanda.
Tahun 2017, pembatalan maritim itu mengemuka setelah Timor Leste secara resmi ingin mengakhiri perjanjian Certain Maritime Arrangemetsin the Timor Sea (CMATS).
Perjanjian itu membagi dua keuntungan dari persediaan minyak dan gas bumi di kawasan maritim tersebut seprti dilansir dari BBC.
Pernyataan itu tidak mencantumkan tanggal pasti, namun keduanya berkomitmen merundingkan batas maritime permanen baru.
Sebelum pembatalan itu, bagi Australia sangat menguntungkan, karena secara teritorial wilayah itu milik Timor Leste.
Namun, tindakan Australia yang membantu Timor Leste lepas dari Indonesia membuatnya berhutang budi pada negeri kangguru itu.
Timor Leste yang memisahkan diri dari Indonesia tahun 2002, menandatangani perjanjian CMATS dengan Australia tahun 2006.
Perjanjian itu mencakup ladang gas Greater Sunrise, bernilai milyaran dollar terletak di wilayah maritime kedua negara.
Perjanjian itu mengatur batas maritime kedua negara, dan berlaku selaa 50 tahun.
Namun, jika perjanjian itu diakhiri kedua negara harus merundingkan lagi batas permanen baru.
Timor Leste sadar betul, negeri yang awalnya mengaku teman itu, hanya mencari cara mengeruk keuntungan dari Bumi Lorosae.
Australia sejak lama bersikeras batas itu harus melampaui landas kontinennya dan lebih dekat ke pesisir Timor Leste.
Namun, mereka gagal mencapai kesepakatan itu, dan sebagai gantinya mereka membagi kekayaan energi yang dihasilkan di wilayah itu.
Kawasan itu dikenal dengan nama Kawasan Pengembangan Minyak bersama (Joint Petroleum Development Area).
Timor Leste mendapatkan 90% royalti dari kawasan itu dan masuk ke kas negara mereka.
Sementara Duta Besar Timor Leste untuk Australia Abel Guterres, yang sadar negaranya dikadali, berharap Australia akan menerima hukuman internasional dalam menentukan perbatasan.
"Kami menyambut Australia untuk mengabil langkah ini supaya kami dapat menyelesaikan masalah ini," ujar Guterres pada AP.
Timor Leste dan Australia membuka perundingan, tentang batas maritim, di hadapan panel beranggotakan lima pakar.
Sebelum perudingan itu, Timor Leste malah disadap Australia di kantor kabinetnya, begitu ketahuan mereka berdalih itu adalah perbaikan, untuk mendapat informasi gas laut Timor tahun 2004.
Timor Leste yang ogah terus-terusan dikadali Australia memutuskan untuk membatalkan perjanjian lautnya.
Alasan utamanya dugaan mata-mata, penyadapan, hingga perundingan komersial yang tidak adil.
Sengketa itu memperburuk hubungan antara Timor Leste dan Australia, teman yang awalnya bantu kemerdekaan justru seolah-olah menusuknyasecara perlahan.