Penulis
Intisari-online.com -Amerika Serikat (AS) melakukan gebrakan baru mencari cara tengah mendekatkan hubungan diplomasi antara Israel dan Uni Emirat Arab (UEA).
Tindakan AS bisa dilihat sebagai tindakan mulia, berbudi luhur dan usaha untuk mencari perdamaian.
Namun jangan salah, rupanya AS di bawah administrasi Donald Trump justru melakukan ini untuk terapkan rencana mereka yang sesungguhnya.
Lalu, apa itu?
Rupanya tindakan AS ini tidak jauh-jauh dari upaya menjegal China menjadi negara adidaya baru.
Mengutip South China Morning Post, AS aktif meningkatkan peran pentingnya di Timur Tengah dengan cara membangun hubungan diplomatik antara Israel dan UEA untuk mencegah pengaruh China di Timur Tengah.
Kerangka kerja kesepakatan tiga negara yang diumumkan pada 13 Agustus oleh Menteri Luar Negeri UEA Anwar Gargash dan diulangi oleh administrasi Trump, mengandung rencana persekutuan keamanan maritim.
China memiliki inisiatif untuk membangun jalur perdagangan baru bernama Belt and Road yang akan libatkan Timur Tengah, Semenanjung Afrika Timur dan Mediterania Timur.
Setelah terlaksana, persekutuan tiga negara akan terapkan 'strategi segitiga' yang memiliki tiga tujuan besar.
Tujuan pertama adalah hadapi ancaman Iran yang menguasari jalur maritim penting yaitu Selat Hormuz.
Selat Hormuz adalah titik penting untuk masuk ke Teluk yang kaya akan hidrokarbon sumber daya minyak dan gas.
Selain Selat Hormuz, dengan Iran dijegal maka Selat Bab El-Mandeb antara Yaman dan Semenanjung Afrika Timur.
Selat Bab El-Mandeb menghubungkan langsung Samudera Hindia ke Terusan Suez.
Kemudian tujuan kedua adalah menjaga Selat Malaka, perairan sempit antara Semenanjung Malaysia dan Pulau Sumatra yang menjadi incaran menggiurkan bagi China.
Strategi segitiga janjikan tiga strategi maritim yang sangat penting untuk menjegal kepentingan geopolitik China.
Rupanya, Selat Malaka memang sangat penting bagi Beijing.
Beijing gambarkan akses ke Selat Malaka adalah "urusan hidup dan mati" untuk ekonomi mereka.
Lalu, tujuan ketiga dari strategi persekutuan tiga negara itu adalah menantang upaya Turki yang mengklaim memperluas Zona Ekonomi Eksklusif mereka di hampir seluruh wilayah timur Laut Mediterania.
Turki telah terapkan kesepakatan dengan PBB di Tripoli November tahun kemarin.
PBB masih berada di Libya sejak Libya dilanda perang saudara.
Ketegangan juga meningkat setelah Turki dan China sepakat memberi dukungan kepada pemerintah Libya, serta upaya diplomatik Presiden Erdogan dalam menangani hukuman massal China terhadap Muslim Uighur.
Muslim Uighur sendiri memang kelompok etnis muslim yang masih sedarah dengan Turki, sehingga pendekatan oleh Erdogan lebih diterima oleh China daripada pendekatan oleh Trump.
Baca Juga: Abaikan Perjanjian 2002, China Terus Provokasi Laut China Selatan dengan Luncurkan 4 Rudal Balistik
Komentator hubungan Timur Tengah dan peneliti doktoral di Universitas Oxford, Samuel Ramani, mengatakan perjanjian Israel-UEA sebagian besar bertujuan untuk memformalkan kerja sama keamanan maritim dan melawan ancaman rute perdagangan yang vital.
Ramani sudah memperkirakan latihan gabungan keamanan maritim yang dipimpin oleh AS akan dibentuk, seperti yang dibentuk untuk melawan Iran tahun lalu.
"Memang terlalu dini menerka-nerka akan seperti apa hubungan diplomatik kedua negara serta campur tangan AS, tapi sudah ada kekhawatiran di Beijing mengenai Inisiatif Belt and Road mereka," ujar Ramani.
Namun, ia sebutkan China curiga ada 'benang tersembunyi' dimasukkan dalam persekutuan ketiga negara tersebut oleh Jared Kushner, penasihat senior Trump yang juga menantunya.
Baca Juga: Coba Deh, Sikat Gigi dengan Baking Soda, Anda Akan Terkejut Melihat Perubahan pada Gigi Anda!
Benang tersembunyi itu terkait lebih dari urusan latihan gabungan maritim.
Ramani mengatakan ini karena kesepakatan itu juga besar dipengaruhi oleh Menlu AS Mike Pompeo, yang sejak 2018 lalu telah tingkatkan tekanan di Washington untuk memilih pihak untuk mendukung siapa dalam konfrontasi diplomatik dan ekonominya dengan China.
"AS jelas-jelas memperhatikan hubungan China dan UEA lebih dari sebelumnya," ujarnya.
Ia juga sebutkan Kementerian Luar Negeri AS telah "aktif menyuarakan bagi negara-negara di kawasan Teluk itu untuk memilih antara AS dan China."
China adalah partner perdagangan besar bagi UEA dan Israel,
Pelabuhan UEA mengangkut sekitar 60% dari semua perdagangan maritim China ke arah Barat, dan mereka menyumbang 28% dari perdagangan non-minyak China dengan Timur Tengah, sumber utama minyak bagi importir terbesar dunia.
UEA juga merupakan rumah bagi lebih dari 4.000 perusahaan China yang melakukan bisnis di seluruh dunia Arab dan Afrika, dan bagi sekitar 200 ribu warga negara China.
Hal inilah yang sebabkan Dubai mendapat julukan "Hong Kong East'.
Sebagian besar perusahaan China berbasis di zona bebas Jebel Ali yang dioperasikan oleh DP World, milik Dubai.
DP World adalah operator terminal peti kemas terkemuka di Semenanjung Arab dan Asia Selatan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini