Penulis
Intisari-Online.com -Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel sepakat untuk melakukan normalisasi hubungan diplomatik sebagai bagian dari kesepakatan untuk menghentikan aneksasi atau pencaplokan Tepi Barat, yang diharapkan Palestina menjadi wilayah negara masa depan mereka.
UEA menyebut keputusan kontroversialnya sebagai cara untuk mendorong upaya perdamaian dan menghapus rencana aneksasi Israel atas bagian-bagian Tepi Barat yang diduduki.
Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan cepat menyangkal, dengan menegaskan bahwa jeda pencaplokan itu hanya "sementara."
Berbeda dengan UEA, Perdana Menteri Maroko Saad Dine El Otmani menolak normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel.
"Kami menolak normalisasi apa pun dengan entitas Zionis karena ini membuatnya berani untuk melangkah lebih jauh dalam melanggar hak-hak rakyat Palestina," kata El Otmani kepada partai Islamis PJD, Minggu (23/8/2020).
Pernyataan itu muncul menjelang kunjungan penasihat senior dan menantu Presiden AS Donald Trump, Jared Kushner, ke wilayah itu sebagaimana dilansir dari Reuters, Senin (24/8/2020).
Pernyataan itu juga muncul setelah Uni Emirat Arab ( UEA) dan Israel sepakat untuk membuka normalisais hubungan diplomatik.
Posisi resmi Maroko telah mendukung solusi dua negara, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina.
Baca Juga: Uang Jajan 'Seret' Gara-gara PJJ? Simak Trik Bikin Dompet Tetap Enggak Bolong Selama Pandemi!
Maroko dan Israel memulai hubungan tingkat rendah pada 1993 setelah kesepakatan damai Israel-Palestina tercapai.
Namun Rabat menangguhkan hubungan dengan negara Israel setelah pecahnya pemberontakan Palestina pada 2000.
Beberapa waktu lalu, Saudi Arabia juga dengan tegas menolak membuka hubungan diplomatik dengan Israel kecuali Palestina Berdaulat penuh dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.
Hal itu diungkapkan oleh seorang anggota keluarga Kerajaan Arab Saudi senior pada Jumat (21/8/2020).
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berharap agar Saudi Arabia mengikuti jejak UEA yang membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Pangeran Turki Al Faisal mengatakan Arab Saudi menetapkan harga yang tinggi dari Israel jika ingin membuka hubungan diplomatik yakni Palestina merdeka.
"Setiap negara Arab yang mempertimbangkan untuk mengikuti UEA harus meminta dengan imbalan harga, dan itu harus menjadi harga yang mahal," tulisnya di surat kabar Asharq al-Awsat.
Dia menambahkan Kerajaan Arab Saudi telah menetapkan harga untuk menyelesaikan perdamaian antara Israel dan Arab.
"Yang mana itu adalah pembentukan negara Palestina yang berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya, sebagaimana diatur oleh inisiatif almarhum Raja Abdullah," sambungPangeran Turki.
Rencana Liga Arab pada 2002 adalah menawarkan normalisasi hubungan dengan Israel dengan imbalan penarikan Israel dari semua wilayah yang direbut dalam perang Timur Tengah 1967.
Tetapi Pangeran Turki juga mengatakan bahwa dia memahami keputusan UEA yang membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan sebelumnya mengatakan bahwa Riyadh tetap berkomitmen pada inisiatif perdamaian Arab.
Danur Lambang Pristiandaru
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Maroko dan Arab Saudi dengan Tegas Tolak Buka Hubungan Diplomatik dengan Israel"