Find Us On Social Media :

Efmundus Kolis, Anak Petani yang Mengabdi untuk Pendidikan Anak Papua

By Trisna Wulandari, Senin, 17 Agustus 2020 | 13:40 WIB

Efmundus Kolis saat mengikuti program pertukaran pemuda ke Korea Selatan.

Selama tinggal dan beraktivitas bersama, tidak ada perlakuan tidak baik yang dijumpainya. Monndo merasa diperlakukan laiknya anak sendiri.

Begitu pun ketika ia terpilih jadi perwakilan di program Pertukaran Pemuda Antar Negara pada 2018.

Kala itu ia intens mengikuti rangkaian roadshow alumni PPAN di kampusnya, hingga mengecek persyaratan.

Dari tes writing, community development, tes psikologi, dan public speaking sesuai tema, loloslah Monndo untuk terbang ke Korea Selatan.

Meski tak berbahasa utama bahasa Inggris, negara ini cukup menarik baginya untuk dieksplor.

Meski kabar soal rasisnya penduduk Korea Selatan sempat didengarnya, waktu itu Monndo merasa tak terprovokasi, kecuali jika nanti dirasakannya sendiri.

Namun setibanya di Korea, rupanya para tim dari Ministry of Gender, Equality, and Family (MOGEF) Korea Selatan, siswa-siswa sekolah, dan anak-anak di youth centers yang dikunjunginya di Seoul, Pyeongchang, dan kota-kota lain tak seperti yang dikabarkan.

Saat tur di masing-masing kota, anak-anak sekolah yang ditemuinya menjawab dengan detail dan ramah semua pertanyaannya dan teman-teman rombongan dari Indonesia.

Dengan teman sepemberangkatannya pun, Monndo cepat karib, meski hanya bersama 9 hari.

“Dari jam 9-5 bergiliran pulang ke kota masing-masing, pada nangis saat pisah,” ujarnya tertawa.

Meneruskan ilmu

Lulus pada 2019, Monndo sendiri sudah satu tahun mengabdikan diri di kursus bahasa Inggris Black Pearl Malamoi, Sorong, Papua Barat.

Kursus hasil kerjasama pemerintah daerah dengan Sinode di Papua dan Australia ini mengajak alumni pertukaran pemuda, termasuk Monndo, untuk mengajar bahasa Inggris pada anak-anak di sejumlah distrik di Papua.

Kesemuanya digratiskan untuk anak-anak yang belajar.

Di cabang Malamoi, anak-anak datang dari pinggiran Sorong, pusat kota, kabupaten, bahkan dari distrik yang berjarak 20 km dari tempat kursus.

Harapannya, lebih banyak lagi anak-anak kecil Papua yang bisa belajar mengikuti jejaknya untuk giat belajar.

Lewat kelas-kelasnya, Monndo dan teman-teman berupaya memberi pemahaman bahwa masalah uang tidak bisa membatasi kita meraih pendidikan.

Selama semangat dan ada impian, pasti bisa—seperti yang dijalani Monndo selama hidupnya hingga kini.

==

Kisah anak-anak Papua yang maju dengan pendidikan selengkapnya dapat dibaca di Majalah Intisari edisi Agustus 2020.