Find Us On Social Media :

SARS-CoV-2 Ahli Mimikri, Ilmuwan Temukan Bukti Bagian dari Sistem Kekebalan dapat Memperparah Covid-19

By Muflika Nur Fuaddah, Sabtu, 8 Agustus 2020 | 16:16 WIB

Covid hari ini

Intisari-Online.com - Para ilmuwan di Columbia University Irving Medical Center menemukan salah satu bagian dalam sistem kekebalan tertua, yang disebut komplemen, mungkin memengaruhi tingkat keparahan Covid-19.

Seperti dilansir dari Science Daily, Kamis (6/8/2020), para peneliti menemukan bahwa orang dengan degenerasi makula terkait usia, berisiko lebih besar mengembangkan komplikasi parah akibat penyakit ini.

Degenerasi makula sendiri adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh komplemen yang terlalu aktif.

Para penulis juga menemukan bukti bahwa aktivitas pembekuan darah berkaitan dengan keparahan Covid-19.

Baca Juga: 8 Manfaat Kesehatan Mengejutkan dari Ketumbar, Kaya Antioksidan

Keparahan juga diakibatkan dari mutasi gen komplemen itu dan koagulasi tertentu dengan rawat inap pasien Covid-19.

Sagi Shapira, PhD, MPH, yang memimpin penelitian mengatakan hasil ini memberikan wawasan penting tentang patofisiologi Covid-19.

"Selain itu, memberikan gambaran tentang peran jalur komplemen dan koagulasi dalam menentukan hasil klinis pasien yang terinfeksi virus corona SARS-CoV-2," kata Shapira yang meneliti bersama Nicholas Tatonetti, PhD, keduanya profesor di Kolese Dokter dan Ahli Bedah Vagelos Columbia University

SARS-CoV-2 ahli mimikri

Baca Juga: 'Dijaga' Ayam dan Kucing, Nenek 76 Tahun di Tasikmalaya Ini Ditemukan Tergeletak Lemah Setelah 2 Hari Tak Terlihat

Gagasan dalam menyelidiki peran koagulasi dan pelengkap dalam Covid-19 dimulai dengan sirvei menyeluruh terhadap mimikri virus di semua virus di bumi, sekitar lebih dari 7.000 jenis.

" Virus memiliki protein yang dapat meniru protein inang tertentu untuk mengelabui sel inang agar membantu virus menyelesaikan siklus hidupnya," kata Shapira.

Saphira menjelaskan berdasarkan studi tersebut, mereka menduga bahwa mengidentifikasi mimik tersebut dapat memberikan petunjuk tentang bagaimana virus menyebabkan penyakit.

Dalam survei tersebut, virus corona adalah ahli mimikri atau menyamar, terutama dengan protein yang ada dalam koagulasi dan protein pembentuk komplemen, yang merupakan salah satu cabang tertua dari sistem kekebalan tubuh manusia.

Baca Juga: Bencinya Setengah Mati dengan Amerika, Negara ini Langsung Bersatu dengan China, Percaya Diri Bisa Tumbangkan Negeri Paman Sam Jika Keduanya Bersatu

Protein pelengkap bekerja seperti antibodi dan membantu menghilangkan patogen dengan menempel pada virus dan bakteri dan menandai mereka untuk dimusnahkan.

Pelengkap juga bisa meningkatkan koagulasi dan peradangan di tubuh.

"Sistem ini juga bisa sangat merugikan," kata Shapira.

Lebih lanjut Saphira mengatakan virus corona baru, dengan meniru protein komplemen atau koagulasi, mungkin mendorong kedua sistem ini ke dalam keadaan hiperaktif.

Baca Juga: Terlahir dengan Perawakan dan Alat Kelamin Pria, Begitu Dewasa Orang Ini Syok Bukan Main Aslinya Punya Kelamin Ganda Penampilan Pria Jeroannya Wanita, Kisahnya Bikin Geger

Degenerasi makula penyebab kematian Covid-19

Jika komplemen dan koagulasi memengaruhi keparahan Covid-19, orang dengan komplemen hiperaktif atau gangguan koagulasi yang sudah ada sebelumnya, seharusnya lebih rentan terhadap virus.

Berdasarkan hal ini, Saphira dan Tatonetti melihat pasien Covid-19 dengan degenerasi makula, penyakit mata yang disebabkan oleh komplemen yang terlalu aktif, serta gangguan koagulasi umum seperti trombosis dan pendarahan.

Di antara 11.000 pasien Covid-19 yang datang ke Columbia University Irving Medical Center, para peneliti menemukan lebih dari 25 persen dari mereka meninggal dunia dengan memiliki degenerasi makula terkait usia, dibandingkan dengan tingkat kematian rata-rata 8,5 persen.

Baca Juga: Berani Senggol Putra Mahkota Arab Saudi, Mantan Mata-mata Ini Jadi Buronan 50 Pembunuh Bayaran Sang Pangeran, Dikejar Sampai ke Kanada

Selain itu, sekitar 20 persen memerlukan intubasi.

Angka kematian dan intubasi yang lebih tinggi tidak dapat dijelaskan oleh perbedaan usia atau jenis kelamin pasien.

"Komplemen juga lebih aktif pada obesitas dan diabetes. Studi ini dapat membantu menjelaskan mengapa orang dengan kondisi tersebut juga memiliki risiko kematian yang tinggi akibat Covid-19," jelas Saphira.

Para ilmuwan kemudian memeriksa bagaimana aktivitas gen berbeda pada orang yang terinfeksi virus corona.

Baca Juga: Keranjingan Manjakan Selingkuhan Sampai Bangunkan Rumah, Sang Istri Asli Langsung Marah Besar Sampai Sewa Ekskavator untuk Ratakan Rumah Selingkuhan Suaminya

Analisis itu mengungkap tanda khas pada pasien yang terinfeksi Covid-19 yang menunjukkan virus tersebut menginduksi aktivasi yang kuat dari sistem komplemen dan koagulasi tubuh.

"Kami menemukan komplemen adalah salah satu jalur yang diekspresikan paling berbeda pada pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2," kata Tatonetti.

Lebih banyak bukti yang mengaitkan Covid-19 parah dengan koagulasi dan komplemen berasal dari analisis genetik dari ribuan pasien Covid-19 dari Biobank Inggris, yang berisi catatan medis dan data genetik pada setengah juta orang.

Para ilmuwan menemukan varian beberapa gen yang memengaruhi aktivitas komplemen atau koagulasi dikaitkan dengan gejala Covid-19 yang lebih parah yang memerlukan rawat inap.

"Varian ini belum tentu akan menentukan hasil seseorang, tapi temuan ini adalah bukti lain bahwa jalur komplemen dan koagulasi berpartisipasi dalam morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan Covid-19," kata Shapira.

Baca Juga: 6 Obat Penurun Panas Rumahan yang Luar Biasa dan Manjur, Tepung Beras!

Studi yang dipublikasikan pada 3 Agustus di Nature Medicine ini mengungkapkan hubungan dengan komplemen menunjukkan bahwa obat yang ada untuk menghambat sistem komplemen dapat membantu mengobati pasien dengan sakit yang parah.

Dokter yang merawat pasien Covid-19 telah sejak awal pandemi, memperhatikan masalah koagulasi.

Beberapa uji klinis juga sedang dilakukan untuk menentukan cara terbaik untuk menggunakan perawatan anti-koagulasi yang ada.

Penghambat komplemen saat ini digunakan pada penyakit yang relatif jarang, tetapi setidaknya satu uji klinis sedang menguji gagasan tersebut pada pasien Covid-19.

"Semoga akan menginspirasi orang lain untuk mengevaluasi hipotesis ini dan melihat apakah itu sesuatu yang dapat berguna untuk memerangi pandemi virus corona yang sedang berlangsung," jelas Tatonetti.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ilmuwan Temukan Bukti Bagian dari Sistem Kekebalan dapat Memperparah Covid-19"