Korupsi dan Nepotisme di Lebanon Sudah Berdarah-darah Selama Berpuluh-puluh Tahun, Ledakan Di Beirut Ternyata Diragukan Dapat Mengubah Politik Lebanon

May N

Penulis

Korupsi dan Nepotisme di Lebanon Sudah Berdarah-darah Selama Berpuluh-puluh Tahun, Ledakan Di Beirut Ternyata Diragukan Dapat Mengubah Politik Lebanon

Intisari-online.com -Ledakan dahsyat yang berpusat di pelabuhan Beirut, Lebanon, pada Selasa (4/8/2020) yang telah menghancurkan jantung kehidupan dalam negeri, menurut pengamat politik, belum cukup untuk menjadi katalisator perubahan politik pemerintahan di Lebanon lebih baik.

Melansir Associated Press pada Kamis (6/8/2020), profesor politik Timur Tengah di London School of Economics, Fawaz Gerges, mengatakan, kepentingan politisi Lebanon terlalu mengakar dalam sistem pemerintahan.

“Secara historis, bencana atau kehancuran nasional seperti itu berfungsi sebagai katalisator untuk perubahan transformatif," kata Gerges.

Namun, ia ragu itu dapat terjadi di pemerintahan Lebanon.

Baca Juga: Tanda-tanda Hamil 31 Minggu, Termasuk Sesak Napas, Kuku Kering - Patah

"Saya sangat skeptis tentang pemerintahan dan elit penguasa di Lebanon melakukan perubahan sendiri. Itu delusi," katanya.

Beberapa orang mengatakan kali ini seharusnya perubahan lebih baik dapat terjadi.

Jika itu akhirnya menjadi pemicu perubahan, kemungkinan akan membutuhkan bertahun-tahun ketidakstabilan dan kerusuhan, didorong oleh kondisi ekonomi yang suram, untuk sampai ke kondisi negara yang lebih baik.

Pertanyaan tentang perubahan yang dapat terjadi di pemerintahan Lebanon ini didorong oleh Presiden Perancis Emmanuel Macron, saat kunjungannya ke Beirut pada Kamis (6/8/2020).

Baca Juga: Mengejutkan! Kapten Sebut Majikannya Sengaja Biarkan Kapalnya Ditahan di Beirut, Mulai dari Tambah Muatan 'Penghancur Kapal' Hingga Bikin Awak Tak Betah

Dalam berita sebelumnya, disebutkan bahwa setelah Macron melakukan pembicaraan dengan Presiden Lebanon, Macron mengumumkan negaranya akan menyelenggarakan konferensi dalam beberapa hari ke depan dengan para donatur dari Eropa, Amerika, Timur Tengah, dan donatur lainnya untuk mengumpulkan dana pengadaan makanan, obat-obatan, perumahan, dan bantuan mendesak lainnya.

Namun, ia memperingatkan elit politik Lebanon bahwa dia tidak akan memberikan "cek kosong ke sistem yang tidak lagi memiliki kepercayaan dari rakyatnya."

Sehingga, ia meminta mereka untuk membuat "tatanan politik baru".

Lebanon telah mengalami berbagai bencana mengerikan, mulai dari perang saudara, korupsi yang menjamur, hingga pandemi virus corona yang saat ini masih menjadi pandemi di hampir seluruh dunia.

Baca Juga: Peduli Tubuhmu Tanda Tubuh Kekurangan Cairan, Termasuk Lidah Kering

Kemudian, tiba-tiba terjadi ledakan besar di ibu kota Lebanon, Beirut yang menewaskan sedikitnya 135 orang dan 5.000 orang luka-luka.

Berdasarkan dugaan awal penyelidikan kasus, bencana tersebut terjadi dipicu karena adanya 2.750 ton amonium nitrat di gudang pelabuhan yang tidak disimpan dengan baik.

Di tengah masalah demi masalah yang sebelumnya terjadi, kemarahan masyarakat Lebanon memuncak dengan adanya dugaan kelalaian tersebut, yang menurut mereka seharusnya dapat dihindari.

Ledakan dahsyat di Beirut tersebut, menurut perhitungan Gubernur Marwan Abboud mencapai antara 10 miliar dollar AS (Rp 146,4 triliun) hingga 15 miliar dollar AS (Rp 219,6 triliun).

Baca Juga: Ditemukan Tewas di Kebun Sawit dan Diduga Tewas Karena Benturan Benda Tumpul, Bocah ini Ternyata Tewas Secara Mengerikan di Tangan Saudaranya Sendiri

Banyak dari penguasa Lebanon adalah seorang panglima perang dan milisi dari masa perang saudara 1975-1990, yang terbukti sangat tangguh.

Mereka mempertahankan kursi mereka dari satu pemilu ke pemilu berikutnya, sebagian besar karena sistem pembagian kekuasaan sektarian negara dan undang-undang pemilu kuno, yang memungkinkan mereka untuk berperilaku impunitas sambil menjamin kelangsungan politik mereka.

Jauh sebelum ledakan dahsyat terjadi Selasa kemarin, rakyat Lebanon telah bangkit berkali-kali, termasuk 15 tahun lalu ketika mantan Perdana Menteri Rafik Hariri dibunuh dalam pemboman truk.

Kemudian, dalam gerakan protes "You Stink" 2015 selama krisis pengumpulan sampah. Lalu, pada Oktober, di mana awal krisis ekonomi terjadi.

Baca Juga: Facebook Tambah Gaji Karyawan Rp 14 Juta, Meski Bekerja dari Rumah Sampai 2021

Setiap kali mereka bangkit, tapi akhirnya kecewa dan dilanda perpecahan, ketika partai politik membajak dan memanfaatkan protes mereka.

(Shintaloka Pradita Sicca)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ledakan Dahsyat di Beirut Diragukan Dapat Menjadi Katalisator Perubahan Politik Lebanon"

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait