Penulis
AS Mulai Gentar Bikin Gara-gara dengan China, Menhan AS Telepon Menhan China untuk Bicarakan Hal Ini, Cari Damai?
Intisari-Online.com -Laut China Selatan, sebagai salah satu perairan tersibuk di dunia, menjadi wilayah yang disengketakan, yang melibatkan China.
China mengklaim lebih dari 80 persen, sementara Vietnam mengklaim kedaulatan atas Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly.
Konflik tetap tidak terselesaikan selama beberapa dekade, dan malah semakin luas melibatkan beberapa negara seperti AS, yang pada akhirnya semakin memperkeruh hubungan China-AS.
Hubungan itu semakin buruk dengan aksi militer China dan AS yang menggelar latihan militer di wilayah Laut China Selatan dan faktor lainnya seperti problema virus corona, perang dagang dan lainnya.
Namun, agaknya konflik itu menemui sedikit titik terang.
Melansir SCMP, Jumat (7/8/2020), melalui panggilan telepon, Menteri Pertahanan China Wei Fenghe dan Menteri Pertahanan AS Mark Esper saling memperingatkan tentang peningkatan risiko di Taiwan dan Laut China Selatan.
Panggilan itu dilakukan dalam pembicaraan tingkat tertinggi AS-China sejak pemimpin negara Yang Jiechi bertemu Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo di Hawaii pada pertengahan Juni.
Kepada wartawan di Washington pada Kamis, juru bicara Pentagon Jonathan Hoffman mengatakan Esper "mengungkapkan keprihatinan tentang aktifitas destabilisasi (militer China) di sekitar Taiwan dan Laut China Selatan, dan meminta (China) untuk menghormati kewajiban internasional" serta membagikan lebih banyak datanya tentang Covid-19.
"Ada kewajiban bahwa pemerintah China berada di bawah tanggung jawab sehubungan dengan perjanjian (Organisasi Kesehatan Dunia), sehingga mereka memiliki kebutuhan untuk memberikan sampel untuk memberikan data," kata Hoffman.
"Itu tidak terjadi dan kami berharap mereka terus meningkatkan berbagi informasi terkait hal itu."
Menteri pertahanan AS juga "menegaskan prinsip-prinsip dan pentingnya hubungan pertahanan yang konstruktif, stabil, dan berorientasi hasil antara Amerika Serikat" dan Tentara Pembebasan Rakyat (China), kata Hoffman.
Hoffman menambahkan bahwa panggilan itu berlangsung sekitar 90 menit.
Pembicaraan itu terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang kemungkinan perang panas antara AS dan China, terutama di Laut China Selatan.
Pada Juli, AS mengirim 67 pesawat pengintai besar ke wilayah yang diperebutkan.
Langkah itu merupakan peningkatan tajam dari dua bulan sebelumnya, menurut Prakarsa Penyelidikan Situasi Strategis Laut China Selatan yang berbasis di Beijing.
Pada pukul 9 malam pada hari Rabu, sebuah pesawat E-8C angkatan udara AS terdeteksi di daerah yang dekat dengan provinsi selatan Guangdong, menurut lembaga think tank tersebut.
Ini merupakan tambahan dari tujuh penampakan pesawat pengintai E-8C di dekat pantai China pada bulan Juli, yang dikatakan mewakili "peningkatan terciptanya medan perang".
Sementara itu, kantor berita negara China Xinhua membenarkan bahwa Taiwan dan Laut China Selatan ada dalam agenda.
Xinhuajuga mengungkapkan bahwa Wei juga memperingatkan Esper agar tidak melakukan "langkah berbahaya" yang akan meningkatkan ketegangan bilateral.
Wei juga menjelaskan pada Esper tentang posisi pemerintah Cina pada "stigmatisasi" China, menurut Xinhua.
Xinhua mengatakan bahwa pihak AS-lah yang meminta panggilan telepon itu.
Departemen Pertahanan AS tidak menanggapi pertanyaan tentang apakah Pentagon meminta panggilantelepon itu.
Menurut Xinhua, Wei mengungkapkan posisi prinsip China di Laut China Selatan, Taiwan, dan 'stigmatisasi' AS terhadap China.
Dia meminta AS untuk menghentikan perkataan dan tindakan yang salah, memperkuat manajemen dan kontrol risiko maritim, menghindari tindakan berbahaya yang dapat membuat situasi makin panas, dan menjaga perdamaian dan stabilitas regional.
Pada 13 Juli, Pompeo mengatakan bahwa AS menolak semua klaim China di luar wilayah teritorial 12 mil laut di sekitar Kepulauan Spratly.
Pernyataan itu tentu menambah ketegangan lebih lanjut pada hubungan bilateral yang sebelumnya telah memburuk akibat perang dagang dan langkah pemerintah AS untuk mencabut status Hong Kong sebagai bagian dari China.
Bulan lalu, Esper mengatakandia berharap bisa mengunjungi China pada akhir tahun ini untuk meningkatkan saluran "komunikasi krisis".
Hoffman tidak mengatakan kapan perjalanan Esper ke China akan terjadi.
"Segera setelah kami mendapatkan informasi terbaru tentang waktu atau lokasi atau semacamnya, saya pasti akan membagikannya dengan kalian," katanya.