Covid-19 Belum Selesai, Triliunan Belalang Serbu Kenya, Ethiopia, Yaman, hingga India Utara, Helikopter Sampai Dikerahkan untuk Semprot Pestisida, Pengamat: 'Peringatan dari Alam'

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Virus corona bukan satu-satunya pandemi yang menganggu Afrika Timur. Masyarakat di wilayah tersebut juga harus didera dengan ancaman serius .

Intisari-Online.com - Virus corona bukan satu-satunya pandemi yang menganggu Afrika Timur.

Masyarakat di wilayah tersebut juga harus didera dengan ancaman serius lainnya, yakni wabah belalang.

Seperti dilansir dari Science Alert, Jumat (3/7/2020) serangga-serangga rakus ini telah berkembang biak dengan suburnya sejak 2019.

Salah satunya yang memungkinkan itu terjadi adalah kondisi cuaca yang basah.

Baca Juga: Peduli Tubuhmu: Tanda-tanda Tubuh Kekurangan Mineral Kromium (Cr)

Dalam jumlah yang luar biasa banyak, mencapai hingga triliunan belalang, mereka kemudian menghancurkan padang rumput serta tanaman berharga lain mulai dari Kenya, Ethiopia, Yaman dan bahkan menjangkau hingga bagian India utara.

Wabah belalang ini dianggap menjadi yang terburuk dalam beberapa dekade.

Banyak orang yang khawatir akan kelaparan dan juga kejatuhan ekonomi di wilayah tersebut.

Baca Juga: Sungguh Berbahayanya Kentang Goreng, Salah Satu dari 10 Makanan yang Bisa Sebabkan Kanker Otak Seperti yang Serang Agung Hercules, Apa Lagi Makanan yang Lain?

Namun bagi ahli entomologi Dino Martins, wabah belalang itu juga merupakan peringatan dari alam.

"Ada pesan yang lebih dalam dan pesannya adalah bahwa kita sedang mengubah lingkungan," kata Martins.

Martins yang bekerja di Pusat Penelitian Mpala di Kenya utara menyebut jika penggundulan hutan, perluasan padang pasir, degradasi lingkungan lokal dan penggembalaan berlebih menciptakan kondisi ideal untuk belalang berkembang biak.

Selain itu, perubahan iklim mengubah pola cuaca kita dan membawa lebih banyak hujan ke bagian dunia ini.

Baca Juga: Efek Samping Daun Saga, Bisa Picu Diare hingga Iritasi, Apa Saja?

Kawanan besar belalang pertama muncul akhir tahun lalu setelah cuaca hangat dan basah yang luar biasa.

Jumlahnya mencapai ratusan miliar.

Gelombang belalang kedua berikutnya datang di bulan April, kali ini jumlahnya sampai triliunan.

Kemungkinan akan ada kawanan besar lainnya pada Juli dengan jumlah yang lebih besar.

Baca Juga: Kentang Goreng, Tepung Terigu dan Daging Bakar Memang Enak tapi Siapa Sangka Jenis Makanan Ini Tingkatkan Risiko Kanker Paru, Seperti yang Tewaskan Sutopo Purwo Nugroho

"Saat Anda berada dalam kerumunan belalang, itu sebenarnya pengalaman yang luar biasa."

"Anda bisa lihat warna merah muda dan kuning yang dihasilkan dari sayap belalang muda dan dewasa."

"Ada sedikit bau belalang juga di sekitar Anda dan banyak burung memakannya," cerita Martins.

Baca Juga: Obati Biduran dengan 5 Antihistamin Alami untuk Perangi Alergi Ini

Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), Qu Dongyu menyebut bahwa akibat kombinasi dengan Covid-19, ia khawatir mungkin akan ada konsekuensi bencana pada mata pencaharian lokal serta keamanan pangan.-Sementara ini serangga dikendalikan dengan pestisida yang disemprotkan dari helikopter.

Namun, ccara tersebut tentunya dapat berimbas pada kesehatan manusia dan lingkungan.

Bahkan dalam proses penyemprotan itu, bisa jadi justru akan membunuh serangga penting lain, seperti lebah.

Baca Juga: Sedang Enak-enaknya Membuka Jendela, Perempuan Ini Dikagetkan oleh Ular Piton Raksasa yang Terbang ke Tempatnya, Ini yang Kemudian Terjadi

Tak hanya mengancam Afrika, wabah belalang juga melanda Argentina dan kemungkinan dapat meluas hingga Paraguay, Uruguay, dan Brasil.

Para ahli menduga kejadian ini masih terkait dengan perubahan iklim.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Peringatan dari Alam, Wabah Belalang Serang Afrika"

Artikel Terkait