Penulis
Intisari-online.com -Mungkin banyak dari Anda yang masih bertanya-tanya apa sebenarnya star syndrome itu.
Kali ini Intisari akan membahas fenomena yang banyak menjerat para figur publik sampai pejabat.
Bahkan tak jarang bisa dialami oleh teman-teman kita sendiri, atau Anda.
Dari asal katanya, star syndrome adalah kondisi atau gejala ketidaknormalan yang terjadi akibat seseorang merasa terkenal, populer, hebat, memiliki kekuasaan dan sebagainya, hingga akhirnya menjadi lupa diri.
Kondisi ini merugikan bagi yang mengalami, sebab mereka akan merasa puas dan cukup dengan prestasi yang telah dimiliki.
Popularitas yang berhasil mereka gapai pun juga membuat mereka merasa telah di atas angin.
Mereka menjadi terlena, lupa diri dan malas untuk meningkatkan dan mempertahankan prestasi.
Mantan atlet ski asal Kanada, Steve Podborski mengungkapkan bahwa puncak kesuksesan justru bisa berbahaya.
Karena itu, banyak sekali para figur publik, atlet terkenal, dan pejabat yang tanpa sadar mengalami sindrom ini..
"Anda harus mewaspadai star syndrome.
"Orang-orang mulai mengatakan Anda luar biasa.
"Lama-kelamaan, Anda merasa itu benar," kata Podborski.
Disadari atau tidak, orang-orang yang berada di puncak kesuksesan sering dibuat terlena. Nampaknya, popularitas memang hal yang memabukkan.
Seseorang bisa mendapat banyak pujian dari sana-sini.
Untuk membuktikan star syndrome ini, dua peneliti dari Universitas Ottawa -Kathy Kreiner Phillips dan Terry Orlick- melakukan riset terhadap 17 atlet juara dunia dari berbagai cabang olahraga.
Hasilnya, ditemukan fakta bahwa sebanyak 2/3 dari atlet tersebut akhirnya jatuh atau mengalami kegagalan lagi setelah berjaya.
Alasan jatuhnya popularitas mereka karena beragam alasan.
Namun, setidaknya ada dua penyebabnya.
Pertama, terlena pada pencapaian diri sendiri dan kedua, besarnya ekspektasi (harapan) dari orang-orang yang menjadi beban tersendiri.
Ya, orang di luar sana berharap tinggi pada mereka yang punya kedudukan.
Mulai dari harapan dari para fans, media massa, publik, hingga sponsor.
Tapi hati-hati, karena harapan bisa berbalik menjadi beban.
Ketika kemampuan dan skill tinggi seseorang tidak dibarengi dengan prestasi gemilang, maka 'kebintangan' pun meredup, bak senjata makan tuan.
Perlu diingat, star syndrome tidak hanya dialami oleh figur publik, atlet terkenal, artis, atau pun pejabat.
Star syndrome bisa dialami siapa saja yang merasa dirinya hebat dan punya banyak penggemar.
Akibatnya, orang tersebut akan mendorong dirinya lebih kompetitif.
Baginya, segala sesuatu adalah persaingan.
Karena itu, benarlah kata petuah yang mengatakan, 'mempertahankan itu lebih sulit daripada meraih'.
Seperti halnya popularitas, mungkin meraihnya bisa begitu mudah, namun tidak semua berhasil mempertahankannya.
Malah kebanyakan, orang-orang lupa diri dan akhirnya jatuh kembali.
Agar kita terhindar dari star syndrome ini, ada baiknya saling mengingatkan sesama.
Selain itu, berusaha untuk tidak pernah berpuas diri, sekali pun pencapaian yang diraih sudah sangat baik.
Kemudian, tingkatkan pula kualitas diri dengan terus belajar dari orang-orang di sekitar dan hal-hal baru.
Serta, berhati-hati dalam menanggapi opini publik yang terlalu berlebihan, misalnya sanjungan atau pujian.
Pasalnya jika tidak berhati-hati, popularitas tersebut bisa menjadi senjata makan tuan yang tak jarang membuat orang-orang yang memilikinya memilih mengakhiri hidupnya karena merasa hidupnya tidak berharga lagi.
Kasus ini banyak terjadi pada para pelaku musik seperti Chester Bennington, almarhum vokalis Linkin Park yang memilih mengakhiri hidupnya karena merasa hidupnya sudah tidak berarti.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini