Penulis
Intisari-online.com -Pandemi dan ketegangan perang dagang telah sebabkan banyak bisnis mulai tinggalkan China.
Kebanyakan dari bisnis-bisnis tersebut adalah bisnis milik Amerika.
Untuk itu, Indonesia membuka pintu lebar-lebar dalam rangka menyambut pebisnis yang mencari lahan baru.
Dikutip dari South China Morning Post, Indonesia sedang siapkan gugus tugas untuk menarik pebisnis yang tinggalkan China.
Baca Juga: Hadapi Corona: Dapatkah Terpapar Virus Corona Saat Berenang?
Serta, Indonesia sedang berdiskusi dengan Amerika untuk membantu firma Amerika tetap berjalan.
Namun, hal tersebut rupanya tidak membuat para pebisnis itu serta merta pindahkan perusahaan mereka ke negara kita.
Apa yang menjadi permasalahan?
Awal minggu ini, Jokowi umumkan ada 7 perusahaan yang mengkonfirmasi pemindahan pabrik mereka ke Indonesia.
Dua dari 7 perusahaan tersebut adalah LG dari Korea Selatan dan Panasonic dari Jepang.
Namun hanya ada 1 perusahaan yang berasal dari Amerika, yaitu pembuat produk lampu Alpan, yang pindah dari China.
Indonesia sudah dilihat berbagai negara sebagai negara penarik investor untuk menguatkan kontraksi yang diperkirakan secara luas dalam produk domestik brutonya (GDP).
Ekonomi terbesar Asia Tenggara, serta rumah bagi 270 juta jiwa ini, telah melihat pertumbuhan GDP yang stabil ditinggikan oleh gangguan perdagangan dan rantai pasokan karena pandemi Covid-19.
Untuk mengakhiri hal ini, gugus tugas akhirnya dibuat oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk menarik investasi dari luar.
Gugus tugas itu dilaporkan berdiskusi dengan perusahaan Amerika, Jepang dan Korea Selatan terkait relokasi mereka ke daerah industri yang sedang dikembangkan di Jawa Tengah.
Jokowi juga sebutkan masih ada 17 perusahaan lain yang mencari cara membuka pabrik di Indonesia.
Data dari BKPM tunjukkan firma-firma ini akan membawa investasi total 37 milyar dolar Amerika serta menyerap 112 ribu pegawai.
Namun, Jokowi berulang kali sebutkan kegagalan Indonesia untuk menarik perusahaan yang pindahkan pabriknya ke Thailand, Vietnam dan Filipina.
Para ahli sebutkan rumitnya birokrasi, kerusuhan buruh, banyaknya pekerja tidak produktif, kurangnya infrastruktur yang memadai adalah beberapa tantangan Indonesia dalam menarik para investor.
Serta, yang paling buruk adalah sistem korupsi yang sudah membusuk ke manapun, membuat Indonesia kurang menarik bagi para pemilik perusahaan tersebut.
"Kami menerima perpindahan apapun untuk tingkatkan investor Amerika di Indonesia.
"Namun Indonesia masih perlu keterbukaan lebih besar dan reformasi struktural untuk bersaing dengan negara Asean lain sehingga bisa membuat perusahaan AS 'jatuh cinta' dan berpindah dalam jumlah yang besar," ujar Lin Neumann, direktur manajemen dari Komisi Perdagangan Amerika di Indonesia.
Neumann sebutkan akan lebih membantu jika sebagian besar pembatasan dalam daftar investasi negatif dihapuskan.
Yang ia maksudkan adalah kebijakan pemerintah yang melarang atau membatasi investasi asing di sektor dan subsektor tertentu, termasuk menara telekomunikasi dan distribusi alkohol.
Sementara itu Luhut Pandjaitan sebutkan di awal bulan ini jika Jakarta sudah perbincangkan dengan Washington mengenai potensi relokasi perusahaan-perusahaan AS.
Hal tersebut terjadi setelah Jokowi utarakan ide tersebut dalam pembicaraan teleponnya dengan Donald Trump.
Meski begitu, kantor Luhut belum menjawab permintaan komentar dalam progres Indonesia mencapai kesepakatan dengan perusahaan-perusahaan AS.
Dalam peringkat kemudahan lakukan bisnis tahun ini, Bank Dunia menaruh Indonesia di No 73, jauh di belakang Singapura (2), Malaysia (12) dan Thailand (21), Vietnam (70).
China sendiri berada di nomor 31.
Berbagai survei juga tunjukkan produktivitas manufaktur Indonesia lebih buruk daripada negara tetangga di Asean yang paling kompetitif, jika bukan seluruh negara Asean.
"Ketidakefisiensian yang berpusar di kepemilikan negara, gangguan aturan-aturan, pekerja skill kurang memadai dan kemacetan transportasi yang persisten.
"Disfungsi institusional telah menghambat investasi, khususnya investasi manufaktur ekspor," ujar Kevin O'Rourke, analis Indonesia.
Meski begitu, analis lain sebutkan Indonesia masih memiliki harapan untuk menerima investor dan pemindahan pabrik-pabrik.
"Keuntungan yang Indonesia bisa tawarkan adalah pasar konsumen lokal yang besar.
"Indonesia diharapkan menjadi satu dari pasar yang cepat tumbuh 10 tahun ke depan, tawarkan kesempatan untuk tumbuh dalam jangkauan yang luas secara multinasional di seluruh sektor manufaktur dan jasa," jelas Rajiv Biswas, kepala ekonom Asia Pasifik di IHS Markit, Singapura.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini