Penulis
Intisari-Online.com - Wilayah kedaulatan suatu negara penting untuk dijaga dari tindakan semena-mena negara lain.
Sedikit saja pelanggaran dapat mengakibatkan bentrok, seperti yang pernah hampir terjadi antara Indonesia dan Inggris pada September 1964 silam.
Ketegangan saat itu tak lain dipicu karena konfrontasi yang terjadi antara Indonesia dengan persemakmuran Inggris, Malaysia.
Terlebih, pihak Inggris juga menganggap bahwa diresmikannya Dwikora pada 3 Mei 1963 oleh Soekarno serta penyusupan para gerilyawan Indonesia ke Kalimantan Utara, sebagai peringatan perang.
Tak mau tinggal diam, pada 27 Agustus 1964 Inggris lantas melakukan 'Show of Force' dengan melayarkan kapal Induk HMS Victorious yang dikawal dua kapal penghancur dari Singapura menuju Australia melewati selat sunda tanpa izin.
Aksi ini lantas membuat Menlu RI saat itu, Soebandrio mencak-mencak marah.
Pihak Indonesia juga menilai hal ini sebagai aksi pancingan agar pihak Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) atau Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) menyerang armada Inggris sehingga menjadi alasan Inggris untuk berperang dengan Indonesia, persis seperti insiden Teluk Tonkin Vietnam.
Lalu pada 2 September 1964, Soebandrio memberikan ultimatum keras ke armada Inggris pimpinan HMS Victorious agar tidak melewati selat sunda saat perjalanan kembali ke Singapura atau akan tanggung konsekuensinya.
Ucapan Soebandrio bukanlah isapan jempol belaka.
Terbukti setelah pernyataan keras itu dilontarkan, ALRI langsung menggelar latihan militer skala besar di Selat Sunda.
Acuh tak acuh, Admiral Louis Mounbatten (Paman dari Pangeran Charles) justru mengatakan, Inggris akan malu besar jika armada HMS Victorious pulang tak lewat selat sunda.
Louis Mounbatten berpendapat hal tersebut merupakan penghinaan martabat angkatan laut Inggris.
Namun demikian, jawaban dari Louis Mounbatten itu mendapat reaksi negatif dari para perwira di AL Inggris (Royal Navy).
Para perwira itu mengingatkan, jika HMS Victorious masih bebal dan nekat lewat selat sunda maka ancaman tenggelamnya flagship Royal Navy itu segera terjadi.
Parlemen Inggris juga berpendapat sama, bahwa dengan lewatnya HMS Victorious di selat sunda bisa membawa Inggris ke peperangan yang tak perlu terjadi.
Kekahawatiran ini dinilai wajar karena angkatan perang Indonesia punya segudang alat utama sistem senjata (alutsista) seperti pembom Tupolev Tu-16 dan kapal cepat rudal Komar Class yang punya senjata khusus untuk membabat kapal induk.
Karena keinginan Louis Mounbatten yang tak bisa dibendung, mau tak mau menhan Inggris saat itu, Peter Thorneycroft, kepala staf Royal Navy David Luce dan perwira tinggi Royal Navy, Varyl Begg membuat rencana operasi pengamanan lewatnya HMS Victorious di selat sunda.
Operasi pengamanan tersebut dinamai Althorpe dan Shalstone.
Untuk operasi Althorpe, Varyl Begg mendatangkan satu skuadron pembom ringan Canberra, satu skuadron pesawat jet Gloster Javeli, beberapa pembom berat V-Bomber RAF, pesawat intai maritim, serta kapal induk HMS Centaur yang membawa jet tempur Sea Vixen dan Bucaneer.
Operasi Althorpe dilaksanakan untuk berjaga-jaga apabila angkatan perang Indonesia menyerbu HMS Victorious, pihak Inggris bisa langsung melakukan balasan dengan melumpuhkan semua pangkalan AURI (TNI AU) dan ALRI (TNI AL) di Indonesia.
Sedangkan untuk operasi Shalstone, Varyl Begg punya target untuk menyerang 15 sasaran yang dicurigai sebagai tempat penyelundupan gerilyawan Indonesia ke Malaysia dan Singapura, menggunakan meriam kapal.
Terkait operasi yang akan dilancarkan Inggris tersebut, Australia dan Selandia Baru terang-terangan menyatakan keberatannya.
Sebab, serangan balik dari AURI dan ALRI bisa mematahkan kekuatan Inggris di Singapura dan mungkin serangan terbatas juga akan berlanjut sampai ke Australia.
Namun demikian, kedua operasi itu urung dilaksanakan lantaran HMS Victorious memutuskan lewat selat Lombok setelah adanya kesepakatan antara Inggris dan Indonesia. (Seto Aji/Grid)
Artikel ini telah tayang di Grid.ID dengan judul Saat Inggris Berencana Menyerang Indonesia Dengan Menghancurkan Seluruh Pangkalan Militer TNI