Penulis
Intisari-Online.com - Salah satu cara untuk mengetahui apakah kita terinfeksi virus corona (Covid-19) adalah dengan melakukanrapid test virus coronaatau Covid-19.
Hanya saja karena keterbatasannya,rapid test virus corona hanya diberikan kepada mereka yang memiliki gejala atau pun yang melakukan kontak dengan pasien positif.
Dan ketika yang lain ingin melakukanrapid test, beberapa lainya malah menolak.
Itulah yang terjadi diDesa Sagu, Kecamatan Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dilansir dari kompas.com pada Jumat (12/6/2020), sebanyak 21 dillaporkan menolak menjalani rapid test virus corona.
Padahal, puluhan warga itu diduga melakukan kontak dengan pasien 02 positif Covid-19 di Flores Timur.
Pasien 02 yang berasal dari Desa Sagu itu diduga terpapar Covid-19 dari Klaster Ijtima Ulama Gowa, Sulawesi Selatan.
Surat imbauan itu dikeluarkan Camat Kelubagolit pada 5 Juni 2020.
Kepala Desa Sagu Taufik Nasrunmenjelaskan awal mula alasan warna tolak tolak rapid test yang dilakukan 21 warga Desa Sagu tersebut.
Awalnya, Gugus Tugas Percepatanan Penanganan Covid-19 Flores Timur melacak 22 warga yang diduga melakukan kontak dengan pasien 02 positif Covid-19.
Tim Gugus Tugas Covid-19 dari Kecamatan Adonara pun menjadwalkan rapid test Covid-19 terhadap 22 warga itu pada Senin (1/6/2020).
Tapi, puluhan warga itu menolak menjalani rapid test.
Taufik bersama perwakilan Polri dan TNI di Kecamatan Adonara pun menemui 22 warga tersebut.
Mereka menanyakan alasan warga menolak.
Dari 22 warga tersebut, 21 warga membantah pernah melakukan kontak dengan pasien positif itu.
"Yang 21 orang ini tidak mengaku," ujar dia.
Sementara satu warga mengaku pernah melakukan kontak. Warga itu pun bersedia menjalani rapid test Covid-19.
Hasilnya, nonreaktif.
Selain menolak rapid test Covid-19, 21 warga yang diduga melakukan kontak dengan pasien positif Covid-19 itu juga tak menjalani karantina mandiri.
"Sampai saat ini 21 warga yang tolak rapid test juga tidak menjalani karantina mandiri."
"Saya juga masih lakukan koordinasi dengan Camat Adonara," kata Taufik.
Taufik masih menunggu arahan dari tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Flores Timur terkait penolakan tersebut.
Ia berharap, 21 warga yang menolak itu mau menjalani rapid test dalam waktu dekat.
Akibat penolakan 21 warga itu berimbas kepada penduduk lain di Desa Sagu.
Sejumlah desa tetangga menutup akses jalan menuju dan keluar dari Desa Sagu.
Alasannya, warga desa tetangga takut dengan warga Desa Sagu yang melakukan kontak dengan pasien 02 positif Covid-19 di Flores Timur.
"Mereka palang (tutup) itu atas dasar surat imbauan dari Camat Kelubagolit," kata Taufik saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (11/6/2020).
Danpenutupan akses jalan itu mengganggu aktivitas perniagaan warga Desa Sagu.
Sebab, banyak warga Desa Sagu yang berprofesi sebagai pedagang di Pasar Waiwerang.
Apa itu rapid test?
Rapid test merupakan teknik pengetesan keberadaan antibodi terhadap serangan kuman di dalam tubuh.
Hasil rapid test tak boleh dan tak bisa digunakan secara mandiri untuk mengonfirmasi keberadaan atau ketiadaan infeksi virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 di dalam tubuh.
Untuk mengonfirmasi keberadaan virus corona secara akurat dalam tubuh seseorang harus dilakukan test swab dengan meteode PCR (polymerase chain reaction).
Hasil rapid test adalah reaktif (ada reaksi terhadap keberadaan antibodi) atau non-reaktif (tidak ada reaksi terhadap keberadaan antibodi).
Jika Anda sempat membaca hasil rapid test adalah positif atau negatif, harus dimaknai sebagai positif atau negatif terhadap keberadaan antibodi dalam tubuh, bukan positif atau negatif terhadap keberadaan virus corona penyebab Covid-19.
(Kontributor Kupang, Sigiranus Martuho Bere)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "21 Warga yang Diduga Kontak dengan Pasien Positif Covid-19 Tolak Rapid Test, Ini Akibatnya")