Penulis
Intisari-Online.com - Banyak kebiasaan masyarakat berubah sejak pandemi Covid-19 menyerang berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga saat-saat Bulan Ramadhan dan Lebaran pun mengubah berbagai tradisi yang biasa dijalankan masyarakat Indonesia.
Shalat tarawih berjamaah tak dilaksanakan, apalagi buka puasa bersama.
Shalat idul fitri di masjid-masjid ditiadakan, sementara mudik dilarang.
Berbagai perubahan itu membutuhkan penyesuaian bagi kita, yang tentu tidak bisa dibilang mudah.
Mungkin salah satu hal terberat yang harus ditanggung oleh orang-orang terutama para perantau adalah adanya larangan mudik.
Sudah kebiasaan sehari-hari berubah, bertemu dan berkumpul dengan keluarga yang bisa menghangatkan hati pun tak bisa.
Mengalami hal tersebut bisa saja mempengaruhi kesehatan jiwa, lalu bagaimana agar 'tidak mudik' tak pengaruhi kesehtan jiwa kita?
Mengutip Kompas.com (22/5/2020), Dokter kejiwaan, dr Andri SpKJ, FAPM, menjelaskan bagaimana cara yang harus dilakukan agar 'tidak mudik' tak pengaruhi kesehatan jiwa.
Menurutnya, untuk itu seseorang perlu untuk menerima keadaan di awal.
dr. Andri sebelumnya menyinggung tentang apa yang ditakutkan dari mudik selama pandemi.
Dia mengatakan bahwa bersamaan dengan mudik, seseorang yang terinfeksi dapat membawa dan menyebar virus ke kampung halaman.
Hal itu dapat membahayakan orang-orang di kampung halaman, khususnya orang tua yang lebih rentan.
Namun, saat seseorang tidak mudik, dr. Andri pun memahami bahwa perbedaan dari tradisi biasanya yang telah kita jalani sejak dulu, mungkin akan menjadi berat oleh banyak orang.
Di sinilah ia menyarankan untuk menerima keadaan di awal.
"Nah itu sebagian orang mungkin tidak bisa diterma, makannya saya bilang di awal untuk menerima dulu keadaan di awal," ujarnya, dalam bincang-bincang bersama 'Gie Sehat' di akun Instagram-nya.
Dia meminta masyarakat yang berada di perantauan untuk menjalani larangan mudik dengan ikhlas, maka hal itu dapat membuat apa yang terjadi tak mempengaruhi kesehatan jiwa.
"Asalkan kita ikhlas, kita menjalaninya dengan baik, enggak akan ada pengaruhnya," katanya.
Sebaliknya, ia mengingatkan bahwa jika kita tidak ikhlas dalam menjalaninya, maka bisa menjadi tidak sehat untuk diri kita sendiri.
"Tapi kalau kita merasa bahwa kita ini melakukannya tidak ikhlas, kita tidak pengin, kita menahan ya, malah jadinya kita jadi akan kurang baik, tidak sehat untuk kitanya,” jelasnya.
Dengan kita tidak pulang kampung di masa Lebaran tahun ini, Andri berharap masyarakat bisa merasakan ikhlas seperti saat memberi sesuatu untuk orang lain.
Kita juga bisa mengingat bahwa keikhlasan untuk tidak mudik juga dilakukan untuk hal yang penting bagi kita, yaitu demi kesehatan diri maupun orang-orang tersayang.
"Saat ini sedang tidak bisa pulang kampung, kita berharap kita, dalam kondisi ini, memberikan hal yang sangat penting bagi kita," katanya.
"Misalnya, tidak ketemu orangtua, saudara, ikhlas saya tidak mendapatkan itu, demi kesehatan dan segera melewati pandemi ini,” ujar dia.
Dengan ikhlas di awal, maka seseorang akan bisa merasa lebih baik, kesehatan jiwa pun tetap terjaga.
"Dengan begitu kita akan berasa lebih baik. Ini tidak hanya untuk orang lain, tapi untuk diri kita,” lanjut dia.
Larangan mudik sendiri telah diterapkan pemerintah sejak 24 April 2020 lalu.
Sayangnya, masih banyak masyarakat, khususnya di Jakarta yang nekat melakukan perjalanan dengan berbagai macam modus.
Ikhlas di awal, seperti kata dr. Andri, bisa menjadi kunci agar 'tidak mudik' tak mempengaruhi kesehatan jiwa kita.
Selain itu, ada kabar terbaru yang mungkin dapat memberikan motivasi tersendiri untuk Anda yang masih merasa gundah karena tidak mudik dari jakarta.
Yaitu bahwa orang-orang yang terlanjur mudik, akan lebih sulit untuk kembali memasuki Jakarta.
Melansir Kompas.com (22/5/2020), Pihak kepolisian serrta pemerintah Provinsi DKI telah memastikan bahwa pemudik yang sudah berada di kampung halaman akan sulit kembali ke Jakarta usai Lebaran.
Kabag Ops Korlantas Polri Kombes Benyamin mengatakan, akan ada proses penyekatan yang dilakukan saat arus balik atau usai Lebaran untuk menyaring pendatang yang akan masuk ke Jabodetabek.
"Larangan mudik sudah menjadi kebijakan dari pemerintah, jadi saat arus mudik dan ketika arus balik kembali, kami tetap adakan penyekatan-penyekatan.
"Tujuannya agar mereka tidak bisa masuk ke Jakarta, buat yang sudah mudik, akan susah kembali ke Jakarta," ujar Benyamin saat berbincang dalam program Otolive bersama Kompas.com, Rabu (21/5/2020).
Benyamin mengimbau masyarakat untuk tetap patuh dan taat dengan regulasi tidak mudik guna mencegah penyebaran Covid-19, terutama bagi masyarakat yang memang tidak masuk dalam kategori pengecualian.
Baca Juga: Teka-Teki Gambar Hewan Ini Bisa Ungkap Kepribadianmu, Yuk Mainkan!
"Meski ada surat dan bawa perlengkapan, tetap akan sulit kembali ke Jakarta, bahkan walaupun KTP-nya DKI tetap kami akan minta mereka putar balik ke kampungnya lagi. Untuk karantina mungkin juga akan dilakukan, tapi teknisnya bagaimana masih akan dibahas," kata Benyamin.
Sama dengan Benyamin, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo juga mengutarakan hal senada.
"Sesuai arahan Pak Gubernur, yang boleh melakukan bepergian ke luar Jabodetabek mereka yang bekerja pada 11 sektor yang dikecualikan atau karena kebutuhan mendesak dan telah memiliki SIKM saja, tanpa itu tidak bisa," ucap Syafrin.
"Jadi kalau mereka pergi tanpa SIKM lalu di penyekatan ketahuan, akan diputar balik. Nah, kalau yang sudah lolos mudik sebelumnya, saat mereka mau kembali itu kan tidak punya SIKM, saat nanti di check point akan dibalikkan ke tempat awal, tidak bisa masuk Jakarta," kata dia.