Find Us On Social Media :

21 Mei 1998, Ketika Soeharto Ditinggal Sendirian oleh Orang-orang Kepercayaannya

By Mentari DP, Kamis, 21 Mei 2020 | 15:00 WIB

Soeharto saat membacakan pengunduran dirinya pada 21 Mei 1998.

Intisari-Online.com - Hari ini, Kamis tanggal 21 Mei 2020 kita mengenalnya sebagai hari berakhirnya Orde Baru.

Sebab, setelah 32 tahun berkuasa, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada 21 Mei 1998 silam.

Bisa dibilang, ini merupakan salah satu momen penting dalam sejarah Indonesia.

Di mana kita semua menyebutkan era Reformasi dan lengsernya kekuasaan rezim Orde Baru.

Baca Juga: Heboh Seorang Perawat Hanya Pakai Bikini di Balik APD-nya Saat Rawat Pasien, Ternyata Ini Alasan Dia Melakukannya

Mundurnya Soeharto pun terhitung sejak dia mendapat "mandat" Surat Perintah 11 Maret 1966.

Setelah bercokol selama lebih dari tiga dekade, Soeharto pun dengan tanpa diduga-duga oleh para menteri memilih mengunduran diri pada 21 Mei 1998.

Konon para spiritualis Jawa yang meyakini kepercayaan Kejawen percaya bahwa wahyu keprabon telah meninggalkan Soeharto.

Baca Juga: Setelah 2 Bulan Berada di Rumah, Anies Baswedan Ungkap 2 Minggu Lagi Warga Jakarta Bisa Beraktivitas Normal Lagi, Sektor Bisnis dan Pendidikan Siap Dibuka!

Yakni sejak kepergian Ibu Tien, dua tahun sebelumnya pada April 1996.

Bagi penganut Kejawen hal itu meredupkan aura kekuasaan Soeharto.

Bahkan, saat tampil di muka umum, dia tampak renta, tanpa cahaya, sesekali matanya menerawang jauh.

Kekuasaan yang selama ini kokoh didudukinya pun melahirkan gundukan kebencian rakyat yang tak lagi merasa diayomi.

Sebuah kekeliruan juga, para petinggi Golkar berhasil membuainya, membutakan mata Soeharto.

Hingga dia melakukan langkah fatal, bersedia dipilih lagi menjadi presiden keenam kali (1997).

Padahal, alm. Dr. Roeslan Abdulgani, seperti yang diceritakan pada Sulastomo, pernah diminta Ibu Tien untuk membujuk Soeharto agar menolak jika dicalonkan lagi jadi presiden.

Krisis kepemimpinan pada Mei 1998 berdampak terhadap internal kabinet.

Rakyat menginginkan reformasi dan mendesak Soeharto untuk mundur.

Soeharto pun membentuk Kabinet Reformasi, namun ternyata 14 menteri menyatakan untuk tidak bersedia.

Baca Juga: 22 Tahun Lalu, Pasca Gantikan Soeharto, Ini Komitmen BJ Habibie pada Rakyat Indonesia

 

Soeharto yang menerima kabar itu pada 20 Mei pun merasa benar-benar terpukul dan ditinggalkan.

Rencananya, pada 21 Mei 1998 Soeharto mengumumkan kabinet itu dan melantiknya pada 22 Mei 1998.

Sekitar pukul 19.30 WIB di Jalan Cendana, Jakarta Pusat, BJ Habibie (wapres) pun menemui Soeharto untuk membahas kabinet itu.

Pembicaraan dengan pimpinan DPR/MPR yang meminta Soeharto mundur akan dilakukan pada 23 Mei 1998.

Sementara Habibie berpikir bahwa Soeharto akan mundur setelah Kabinet Reformasi terbentuk.

Habibie kemudian bertanya mengenai posisinya sebagai wakil presiden.

Soeharto pun dengan mengejutkan menjawab "Terserah nanti. Bisa hari Sabtu, hari Senin, atau sebulan kemudian, Habibie akan melanjutkan tugas sebagai presiden."

Setelah mencapai kesepakatan tentang pembentukan Kabinet Reformasi, pada pukul 22.30 WIB Soeharto memanggil Saadillah Mursjid untuk menyiapkan segala sesuatu, karena besok Soeharto ingin mundur.

Dia merasa ditinggalkan semua orang kepercayaan.

Kesepian, menjadi satu-satunya teman yang menguatkan putusan itu di tengah huru-hara yang pecah menyelimuti negeri.

Baca Juga: Tak Melulu Soal Ekonomi, Ada Pula yang Rela Jual Keperawanannya demi Covid-19 hingga 'Hanya' Beli iPhone