Find Us On Social Media :

Tidak Banyak yang Tahu, Dulu Yakuza Dianggap Sebagai Robin Hood, Cerminan Nilai Dasar Kehidupan Masyarakat Jepang, Prosesi Penguburannya Pun Dijaga Ketat

By Muflika Nur Fuaddah, Minggu, 26 April 2020 | 07:00 WIB

Yakuza

Intisari-Online.com - Kisah ini pertama kali dipublikasikan bulan Desember 1981.

Ini bukan cerita kuno, tetapi terjadi zaman sekarang.

Tepatnya di Jepang di mana gangster dipandang tinggi oleh sebagian masyarakat.

Bulan Juli boss sebuah kelompok gangster meninggal dunia.

la merupakan tokoh penting.

la baru dimakamkan Oktober.

Baca Juga: Bermula dari Persahabatan, Jalinan Asmaranya dengan Anggota Gangster Brutal Jepang 'Yakuza' Bersemi di dalam Tahanan, Namun Nasib Polisi Wanita Ini Berakhir Tragis

Inilah cerita lebih banyak mengenai dunia gangster Jepang.

“Taoka-san doko desuka?" tanya saya pada supir taxi di stasiun pusat di Kobe.

Bagi telinga orang Jepang artinya kira-kira: "Di manakah tempat tinggal Taoka?"

Supir menatap orang asing yang tegas-tegas menyebut nama Taoka itu dengan keheranan.

Di hari yang panas, si orang asing ini mengenakan setelan berwarna gelap dengan dasi hitam.

Tiba-tiba supir itu tersenyum.

Baca Juga: Angkatan Lautnya Tak Ragu untuk Membunuh, Begini 10 Cara Jenius untuk Kabur dari Negara Tertutup Korea Utara yang Jarang Diketahui Orang

Dasi hitam, Taoka, aha, orang ini pasti ingin melawat ke tempat Taoka yang baru meninggal, pikir supir.

Di mana tempatnya? Setiap orang di kota pelabuhan Kobe itu pasti tahu.

Kobe letaknya hanya 3½ jam ke arah selatan Tokyo. Taoka orang terkenal di tempat itu!

Usianya 68 tahun.

Sudah lama mengidap penyakit jantung dan meninggal pada bulan Juli karena serangan jantung.

Baca Juga: Kerusuhan Suku Dayak dan Madura di Sampit Tahun 2001 Kembali Diceritakan, ini Dia Panglima Burung Tetua Suku Dayak Dalam yang Dikabarkan Menikah dengan Titisan Nyi Roro Kidul

Ini kematian yang sangat biasa bagi orang yang dijuluki "beruang" oleh kawan-kawannya dan "Al Capone" Jepang oleh surat-surat kabar.

Kazuo Taoka adalah seorang Yakuza.

 

Ya berarti 8, ku 9 dan za 3.

Total berjumlah 20.

Dan 20 ini selalu kalah pada Hanafuda, yaitu semacam permainan dengan 48 kartu.

Mereka adalah kelompok yang dianggap berada di luar masyarakat Jepang umumnya.

Baca Juga: Setara dengan Dana yang Dikucurkan Bank Dunia untuk Tangani COvid-19 di Seluruh Dunia, Ini Jumlah Harta Bos Djarum yang Menguap Gara-gara Pandemi Corona

Yakuza adalah seorang gangster.

Dan Kazuo Taoka yang terbesar di antara mereka.

Dia memegang pimpinan Yamaguchi-Gumi sejak berusia 33 tahun.

Kehidupan berakhir dalam lubang hitam

 

Seperti halnya Mafia, Yakuza juga terorganisir dalam satu keluarga besar.

Hanya dalam hal ini Jepang kembali menunjukkan kehebatannya.

Baca Juga: Eksklusif: China Kirim Tim Termasuk Ahli Medis untuk Periksa Kesehatan Kim Jong-Un, Seberapa Parahkah Kesehatannya?

Menurut polisi Jepang, ada 11.878 orang tergabung dalam Yamaguchi-gumi, kelompok terkuat dari seluruh Yakuza.

Tidak ada "oyabun", atau "Bapak" dari kelompok bandit itu yang lebih kepala batu, brutal, dan licik daripada Taoka.

 

Di tahun tigapuluhan saja dia berhasil menghentikan pemogokan para buruh kapal hanya dengan menggunakan pedang pendek.

Kini sepeninggalnya, dia mewariskan sebuah "Benteng Kekuatan" dengan omzet Rp63,8 milyar setahunnya, dengan 113 direktur dan manager.

Kini bandit besar dan kecil itu berdatangan untuk memberikan penghormatannya yang terakhir.

Baca Juga: 14 Tahun Menderita Batuk Parah, Wanita Ini Kaget saat Melihat Hasil CT Scan, Ternyata Ada 'Objek Misterius' Ini Menyangkut di Paru-parunya, Kok Bisa?

Kepolisian Kobe mengatur kendaraan-kendaraan 450 SEL, Bentley dan Rolls-Royce para bandit di jalah sempit sekitar rumah Taoka.

Penguburan seorang gangster pun harus dijaga keamanannya di Jepang.

Tanpa gairah, seorang perwira polisi mendiktekan kepada sersannya, nama-nama Yakuza yang hadir di sana.

Tepatnya 1161 orang yang terdiri dari pembunuh, penyelundup senjata, pedagang narkotika, lintah darat, penjudi dan germo.

Kadang-kadang polisi itu menepuk-nepuk jubah hitam para pengawal boss itu.

Namun saat itu mereka benar-benar diliputi suasana duka.

Dalam rumah duka, tamu-tamu antre melewati peti besar yang pada bagian dekat kepala diberi "jendela" kecil.

Melalui lubang ini beberapa orang mencium mulut jenazah yang sudah dingin itu.

"Tsumi o nikunde, hito o nikumazu,” kata orang Jepang. "Kutuklah perbuatannya, jangan orangnya".

Baca Juga: Mengenal Operation Badr, Serbuan Militer Mesir di Awal Bulan Puasa yang Sempat Membuat Pasukan Israel Kocar-Kacir

Bangsa Jepang memang menganut moral tersendiri.

Kesalahan bukan terhapus oleh penyesalan melainkan dengan dilupakan.

Menurut kepercayaan agama Shinto, kehidupan berakhir dalam sebuah lubang hitam.

Setelah itu tidak perlu lagi memikirkan kesalahan-kesalahan untuk dipertanggungjawabkan pada Pengadilan Akhir Dunia.

Siapapun dia, apakah direktur sebuah perusahaan besar ataupun pemimpin gangster, apapun yang dilakukannya, mereka lakukan itu untuk perusahaan yang dipimpinnnya, entah itu perusahaan mobil ataupun kekerasan.

Bapak Yakuza pertama adalah Banzuin Choberi.

Empat ratus tahun yang lampau, bersama dengan anak buahnya dia melindungi para orang kaya di desa nelayan Edo (Tokyo sekarang) dari perampok dan pembunuh.

Untuk itu dia menerima imbalan uang yang besar dan dianggap semacam Robin Hood.

Bahkan di abad ke-18, pemerintah Jepang mengangkatnya sebagai semacam pembantu polisi.

Setiap kelompok memperoleh sebuah "shima", "pulau" dalam kota. Di daerah itu Yakuza praktis pemegang monopoli kekuasaan.

Dengan demikian kejahatan kecil-kecilan hilang, karena kaum Yakuza tidak mau merusak hubungan mereka dengan polisi.

Baca Juga: Perhatikan! Untuk Berbuka dan Sahur Selama Ramadan, Jangan Panaskan 7 Makanan Ini atau Bisa Berubah Jadi Racun Lho

Penduduk pun merasa aman dan kehidupan gangster digambarkan sangat romantis.

Ini berlangsung hingga sekarang.

Di mana-mana pos polisi

Hirarki keras dalam keluarga besar Yakuza ini menarik bagi orang-orang yang sudah dikucilkan dari masyarakat.

Di sini mereka menemukan nilai dasar kehidupan masyarakat Jepang: Perlindungan, disiplin, setia tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri, kalau perlu sampai mati.

"Yakuza merupakan bagian dari PT Jepang kita sekarang", kata penulis Hiroshi Kimura.

"Mereka adalah anak-anak sebuah keluarga besar.

Haruskah kita menyingkirkan mereka, hanya karena perbuatan mereka yang buruk?"

Takeo Miyama, kepala polisi Jepang berpandangan lain: "Bagi saya bagaimanapun mereka tetap gangster dan saya akan berusaha menangkap mereka sebanyak mungkin."

Bulan juni, dengan pasukan istimewanya dia berhasil menyergap 2700 gangster, menyita 118 senjata, 74 pedang samurai dan alat-alat pembuat kerusuhan lain seharga Rp 406 juta.

Tetapi beberapa hari kemudian, kebanyakan sudah dilepaskan lagi.

Ini berkat boss mereka yang menggunakan relasinya.

Menurut statistik polisi, semua ada 103.955 bandit yang terorganisir dalam 2487 kelompok.

Baca Juga: 'Kau Inilah Alasanku Sakit Hati dan Membunuh Korban', Mengaku Cemburu pasa Asisten Pribadi Suaminya, Istri Hakim PN Medan Bunuh Suami

Ini terjadi di negara industri yang tingkat kriminalnya paling rendah.

Sementara di Jerman Barat yang jumlah penduduknya hanya setengah Jepang, setiap tahun terjadi sekitar 3,5 juta kejahatan.

Di Jepang tidak sampai setengahnya.

Jalan-jalan di Tokyo aman.

Ini bukan berkat kehebatan polisinya yang mempunyai pos penjagaan di setiap perempatan jalan, tetapi juga karena adanya rasa kesadaran yang tinggi dari tiap individunya akan tradisi menghormati pemerintah, tanggung jawab dan hormat akan keluarga.

Dari 1843 pembunuhan yang terjadi di Jepang sepertiganya terjadi pada Yakuza.

Kebanyakan korban jatuh pada waktu terjadi perkelahian antar bandit.(*)