Find Us On Social Media :

Virus Corona Tak Ada Apa-apanya, Pandemi yang Pernah Tewaskan 100 Juta Penduduk Dunia Ini Ternyata Berhasil Dihentikan Dengan Cara Ini

By Afif Khoirul M, Kamis, 16 April 2020 | 13:02 WIB

Wabah Flu Spanyol

Intisari-online.com - Tak bisa dipungkiri pada tahun 2000-an ini Wabah virus corona adalah yang paling berbahaya dan mengancam umat manusia.

Jumlah korang yang terinfeksi sudah mencapai angka 2 juta dari seluruh penduduk dunia saat ini, dengan angka kematian mencapai ratusan ribu di seluruh dunia.

Namun, jumlah ini ternyata terlalu kecil jika dibandingkan dengan wabah sebelum ini.

Pada 100 tahun lalu tepatnya tahun 1918-1920, sebuah pandemi pernah melanda dunia, bahkan jumlah korban dari pandemi virus corona tak ada apa-apanya.

Baca Juga: China Tahu Bahwa Covid-19 Bisa Jadi Pandemi pada Pertengahan Januari, Tapi Selama 6 Hari Menyatakan Bahwa 'Tak Ada Bukti Dapat Menyebar di Antara Manusia'

Melansir Daily Express Rabu (15/4/20), pandemi yang dimaksud adalah Flu Spanyol, seabad lalu wabah ini telah menyapu 50 hingga 100 juta penduduk dunia.

Meskipun penyakitnya berbeda, namun kasusnya sama wabah ini melanda seluruh dunia, dan tentu saja harus dihentikan secepatnya.

Sementara pada saat itu belum ada vaksin, maupun antibiotik untuk mengobati penyakit.

Lantas bagaimana pandemi mengerikan itu bisa diakhiri oleh manusia? mungkin caranya bisa kita lakukan untuk mengatasi virus corona.

Baca Juga: Sudah Dikecam Dunia Untuk Hentikan Konsumsi Satwa Liar, China Malah Tawarkan Obat Covid-19 yang Dibuat dari Empedu Beruang

Menurut catatan History.com, cara yang dilakukan untuk mengatasi pandemi ini adalah dengan melakukan lockdown besar-besaran untuk mengendalikan infeksinya.

Saat itu orang-orang sedikit memahami tentang infeksi, tanpa vaksin untuk melindungi diri dan tidak ada antibiotik yang bisa menahan infeksi bakteri.

Metode non-farmasi yang bisa dilakukan adalah lockdown, saat itu disebut dengan anti-sosial menjauhkan dan mengisolasi diri.

Seperti yang terjadi saat ini, banyak restoran, sekolah, tempat kerja dan tempat umum ditutup, orang-orang disuruh tinggal dirumah selama berbulan-bulan.

Bahkan tindakan isolasi ini lebih kejam dibandingkan saat ini, namun itu membuahkan hasil yang maksimal.

Sebuah penelitian tahun 2007 yang diterbitkan dalam jurnal sains JAMA.

Baca Juga: Terpaksa Hanya Masak 3 Bungkus Mie Instan untuk 7 Orang hingga Tunggu Sisa Makan Anak, Begini Cerita Pemulung yang Terkena Dampak Pandemi Corona

Melihat kota di AS selama pandemi dalam tiga kategori besar, penutupat tempat umum, pembatalan pertemuan publik, isolasi dan karantina.

Para peneliti menemukan 43 kota diperiksa setiap lokasi mengadopsi langkah-langkah tersebut.

Namun penutupan sekolah memiliki efek mendalam, dari pengurangan signifikan, pasalnya Flu Spanyol lebih banyak menyerang anak muda saat itu.

Negara yang bertindak paling cepat dalam melakukan lockdown memiliki penundaan paling baik, dengan tingkat kematian paling rendah.

Sementara itu langkah ini juga diterapkan oleh China saat negaranya pertama kali mengalami pandemi tersebut.

Hasilnya, adalah kini China menjadi negara paling sukses dalam menangani pandemi tersebut.

Baca Juga: Sekjen PBB Sebut Hanya Vaksin yang Bisa Membuat Dunia Kembali Normal, Lalu Kapan Itu Bisa Tercapai?

Beberapa pedoman mungkin diambil dari kasus Flu Spanyol, karena hubungan yang signifikan. secara statistik intervensi non-farmasi dan pengurangan total angka kematian.

Kota dengan tindakan lockdown terpanjang, mengalami paling sedikit kematian.

Temuan ini menunjukkan langkah non-farmasi juga perlu dipertimbangkan dalam melakukan upaya pencegahan pandemi.

Selaras dengan langkah sebelum vaksinnya ditemukaan.