Find Us On Social Media :

Cara China Mencari Bibit Olahragawan Baru: Tanamkan Bahwa Medali Lebih Penting di Atas Segala-galanya

By K. Tatik Wardayati, Sabtu, 28 April 2018 | 15:00 WIB

Intisari-Online.com – Bahkan negara yang totaliter seperti RRC akhirnya juga insaf bahwa dengan mengurung diri mereka hanya terisolir dan tidak melihat perkembangan dunia luar.

Kini memperebutkan uang musuh bebuyutan (Taiwan) dalam Grand Prix Pro Kennex bulan Desember yang lalu di Jakarta pun tidak dianggap tabu. Waktu itu mereka berhasil meraih $ 26.250 dari total hadiah $ 70.000.

Mengapa RRC tiba-tiba begitu maju dalam bidang olahraga? Erich Follath mencoba untuk menerangkannya.

Ini terjadi di Stadion Rakyat Shanghai. Pekan Olahraga Nasional RRC V sedang berlangsung. Ketujuh puluh ribu penonton sudah lama memalingkan diri dari pelari jauh dan pelempar Iembing.

Baca juga: Dengan Total 91 Medali, Inilah Cabang Olahraga yang Paling Sering Memberi Indonesia Medali di Asian Games

Kini mereka memusatkan perhatiannya pada nomor loncat tinggi. Tidak terdengar orang meremas pembungkus permen. Kereta penjual  es tidak berani lagi melintasi gang antara tempat duduk penonton.

Orang bisa mendengar sumpit jatuh. Keadaan sunyi senyap.

Palang sudah ditaruh pada ketinggian 2.3 m, jadi rekor dunia. Hanya satu orang yang bisa meloncatinya: matador lokal Zhu Jianhua, kebanggaan kota Shanghai.

Apakah ia akan meloncat-loncat sebelum mengambil ancang-ancang dan lari ke palang seperti apa yang dilakukan kebanyakan peloncal tinggi? Tidak. Zhu tenang-tenang tiduran di rumput dan menggerak-gcrakkan kakinya sedikit.

Baca juga: Olahraga Gulat di Asian Games yang Digambarkan di Atas Perangko

Lalu ia memegang walkman-nya yang dibawa dari luar negeri ketika ia sedang bertanding. La mendengarkan Wiener Waltz.

"Dengan cara itu ia paling baik bisa berkonsentrasi," bisik pelatihnya, Hu Hongfei. Akhirnya peloncat tinggi yang kurus tinggi itu melemparkan jaket latihannya dan mengambil ancang-ancang. Ia baru berusia dua puluh tahun.

la Iebih minp kanguru lapar yang sedang mencari makanan. Tubuhnya yang beratnya 63 kg meluncur seperti dikatepel kaki kinnya. Di atas palang kayu,  Zhu yang tingginva 1,93 m itu seperti sejenak melayang tanpa bobot.