Penulis
Intisari-Online.com -Sebagian besar warga, khususnya yang berada di sisi Barat Pulau Jawa dan tenggara pulau Sumatera merasa cemas.
Hal ini terkait berita bahwa Gunung Anak Krakatau kembali erupsi.
Dilaporkan, erupsi ini terjadi pada Jumat (10/4/2020) malam sekitar pukul 21.58 WIB.
Maklum, Gunung Anak Krakatau memiliki kisah sejarah yang tak pernah boleh diabaikan.
Tak ada "anak" bila tidak ada "ibu", namun ke manakah sosok "Ibu Krakatau" ini?
Mengapa kini hanya ada Gunung Anak Krakatau?
Semua berawal dari letusan Gunung Krakatau pada Agustus 1883.
Ini adalah salah satu letusan gunung berapi paling mematikan dalam sejarah modern.
Waktu itu, si "Ibu Krakatau" benar-benar membuat gaduh dunia beserta isinya.
Diperkirakan lebih dari 36 ribu orang meninggal akibat letusan gunung tersebut.
Banyak yang meninggal akibat luka panas dari ledakan dan banyak lagi yang menjadi korban tsunami, menyusul ledakan.
Setelah insiden tsunami, gunung berapi runtuh menjadi kaldera di bawah permukaan laut.
Letusan juga mempengaruhi iklim dan menyebabkan suhu turun di seluruh dunia.
Sekadar informasi, Pulau Krakatau berada di Selat Sunda antara Jawa dan Sumatra, Indonesia.
Sebelum letusan bersejarah, pulau ini memiliki tiga puncak gunung berapi: Perboewatan, yang paling utara dan paling aktif; Danan di tengah; dan yang terbesar, Rakata, membentuk ujung selatan pulau.
Krakatau dan dua pulau terdekat adalah sisa-sisa letusan besar sebelumnya yang meninggalkan kaldera bawah laut.
Pada pukul 12:53 pada Minggu tanggal 26 Agustus 1883, ledakan awal letusan mengirimkan awan gas dan puing-puing sekitar 24 km ke udara di atas Perboewatan.
Pada pagi hari tanggal 27, empat ledakan dahsyat, terdengarhingga Perth, Australia, sekitar 4.500 km, menenggelamkan Perboewatan dan Danan ke bawah laut.
Ledakan awal ruang magma memungkinkan air laut untuk memanggil lava panas.
Hasilnya dikenal sebagai freatomagmatik.
Air mendidih, menciptakan bantalan uap super panas yang membawa aliran piroklastik hingga 40 km dengan kecepatan melebihi 99 km/jam.
Letusan diperkirakan memiliki kekuatan ledakan 200 megaton TNT.
(Untuk perbandingan, bom yang menghancurkan Hiroshima memiliki kekuatan 20 kiloton, jadi hampir sepuluh ribu kali lebih eksplosif.)
Tephra (pecahan batu vulkanik) dan gas panas vulkanik membuat banyak korban di Jawa bagian barat dan Sumatra, tetapi ribuan lainnya tewas akibat tsunamipascaledakan.
Dinding air, hampir 36 meter, diciptakan oleh runtuhnya gunung api ke laut.
Itu benar-benar membanjiri pulau-pulau kecil di dekatnya.
Penduduk kota-kota pesisir di Jawa dan Sumatra melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi. Seratus enam puluh lima desa pesisir hancur.
Pada 1927, 44 tahun setelah ledakan, beberapa nelayan Jawa terkejut ketika melihat uap dan puing mulai dimuntahkan dari kaldera yang runtuh itu.
Dalam beberapa minggu, ujung kerucut baru muncul di atas permukaan laut.
Dalam waktu satu tahun, ia tumbuh menjadi pulau kecil, yang diberi nama Anak Krakatau.
Anak Krakatau terus meletus secara berkala, meskipun letusan kecil, inicukup berbahaya untuk pulau-pulau sekitarnya. (Adrie P. Saputra)
Baca Juga: WHO Sebut Indonesia dan India Berpotensi Jadi Episenter Baru Pandemi Virus Corona, Ini Alasannya