Ketika Gunung Krakatau Meletus, Tak Hanya Indonesia, Tapi Seluruh Dunia Berubah 'Mencekam', Ini Buktinya

Mentari DP

Penulis

Intisari-Online.com -Gunung Anak Krakataudilaporkan erupsi pada Jumat (10/4/2020) malam sekitar pukul 21.58 WIB, seperti dilansir dari kompas.com.

Dan ini membuat sejumlah warga yang berada dekat dengan areaGunung Anak Krakatau mengungsi.

Apa yang warga lakukan sangat wajar.

Sebab,Gunung Anak Krakatau dikenal sebagai salah satu Gunung Api aktif di Indonesia.

Baca Juga: Selain Letusan Krakatau yang Tewaskan Lebih dari 36.000 Orang, Ini 3 Letusan Gunung Api dengan Korban Terbanyak Sepanjang Masa

Apapun yang terjadi padaGunung Anak Krakatau, entah itu erupsi atau gerakan lain, akan langsung menarik minat seluruh dunia.

Sebab, semua orang pasti tahubencana dahsyat yang terjadi seperti ketika Gunung Krakatau meletus pada 1883 silam.

Pasalnya, tak hanya Indonesia, New York hingga seluruh merasakan fenomena mencekam ketikaGunung Krakatau meletus.

Baca Juga: Letusan Gunung Anak Krakatau Bukan Apa-apa, Ini 2 Gunung Api Indonesia dengan Letusan Paling Dahsyat, Bahkan 100 Kali Lebih Kuat!

Melansir darihistory.com pada Sabtu (11/4/2020), pada tahun 1883, Gunung Krakatau mengalami erupsi dan tak lama dia meletus.

Akibatnya, kejadian inimenewaskan ribuan orang dan menjadi salah satu bencana geologis terburuk di zaman modern.

Kisahnya terjadi pada 20 Mei.

Awalnya, ada suaragemuruh dan kawah dari gunung ini mulai aktif selama sekitar 200 tahun.

Selama 3 bulan berikutnya, ada ledakan kecil reguler dari Krakatau dari tiga ventilasi pada 11 Agustus, di mana abu menyembur dari gunung kecil ini.

Hingga kemudian, erupsi mulai kuat pada 26 Agustus, dan pada saat itulah bencana mengerikan mulai terjadi.

Pada siang hari gunung Krakatau mengirim awan abu sejauh 20 mil ke udara dan getaran yang memicu beberapa tsunami.

Ini hanya indikasi kecil dari getaran yang memicu beberapa tsunami, tentang bagaimana yang akan terjadi berikutnya.

Selama empat setengah jam mulai pukul 5.30 pagi pada tanggal 27 Agustus, ada empat letusan besar yang sangat kuat.

Baca Juga: Bukan dari Gunung Anak Krakatau atau Langit, Ini Penjelasan Dentuman Misterius yang Didengar Warga, 'Percaya atau Tidak, Bumi Kita Memang Bicara'

Yang paling akhir membuat suara paling keras dan kuat yang pernah direkam di planet ini.

Bahkan terdengar hingga ke Australia tengah dan Pulau Rodrigues yang terletak 3.000 mil jauhnya dari Krakatau.

Gelombang udara yang diciptakan oleh letusan Gunung Krakatau bahkan terdeteksi di titik-titik dari seluruh muka bumi.

Letusan ini memiliki efek yang menghancurkan pulau-pulau dekat Krakatau, hingga memicu tsunami luar biasa yang menyapu ratusan desa di pesisir Jawa dan Sumatra.

Air mendorong daratan beberapa mil di tempat-tempat tertentu, dengan balok-balok karang seberat 600 ton berakhir di pantai.

Setidaknya dilaporkan lebih dari 35.000 orang tewas, meskipun angka tersebut belum bisa dipastikan.

Ada juga yang menyebut korban jiwa hingga 120.000 orang.

Tsunami berjalan hampir di seluruh dunia, gelombang tinggi yang luar biasa terlihat ribuan mil jauhnya pada hari berikutnya.

Gunung api ini melemparkan begitu banyak batu, abu, dan batu apung ke atmosfer di daerah terdekat.

Bahkan matahari hampir tidak terlihat dalam beberapa hari.

Baca Juga: Waspada, Pakar Ini Sebut Indonesia Harus Bersiap Alami Lonjakan Kasus Covid-19, 'Perang Lawan Corona Bisa Sampai 6 Bulan ke Depan'

Dalam beberapa minggu, matahari muncul dengan warna aneh di hadapan orang-orang dari seluruh dunia.

Para ahli menyebut ini dikarenakan debu halus berhamburan di atmosfer.

Selama 3 bulan berikutnya, puing-puing tinggi di langit menghasilkan matahari terbenam berwarna merah yang jelas.

Dalam satu kasus, pemadam kebakaran di Poughkeepsie, New York, dikirim ketika orang-orang menonton matahari terbenam.

Karena mereka yakin melihat api dari kejauhan.

Lebih lanjut, lukisan Edvard Munch tahun 1893 'The Scream' diyakini melukiskan bagiamana dunia terjadi setelah erupsi Krakatau.

Selain itu, jumlah debu di atmosfer juga menyaring matahari dan panas yang cukup sehingga suhu global turun secara signifikan selama beberapa tahun.

Namun, setelah metelus gunung Krakatau, dia menyisakan Gunung Anak Krakatau di sebuah pulau kecil yang terus tumbuh rata-rata 5 inchi setiap minggu. (Afif Khoirul M)

Baca Juga: WHO Sebut Indonesia dan India Berpotensi Jadi Episenter Baru Pandemi Virus Corona, Ini Alasannya

Artikel Terkait