Find Us On Social Media :

Ketika Para Pilot AU Irak Harus Bertaruh Nyawa di Udara Melawan Keroyokan Pilot Sekutu Pada Perang Teluk I

By Agustinus Winardi, Jumat, 20 April 2018 | 06:00 WIB

Lintasan manuver MiG-29 berada pada posisi kedua F-15 C, dan Kapten Rodriguez yang berhasil melakukan identifikasi secara visual langsung menyimpulkan bahwa MiG-29 adalah pesawat Irak.

Kapten Rodriguez segera melakukan pengejaran sementara MiG-29 dengan lincah kembali bermanuver sehingga posisi kedua pesawat yang sebelumnya sudah bertarung itu saling berhadapan.

Tapi kedua pilot ternyata sama-sama tak punya nyali untuk saling bertabrakan dan saling melaksanakan manuver menghindar ke arah kiri.

Kelebihan MiG-29 dalam bermanuver sebenarnya telah memberi kesempatan kepada Kapten Sayhood untuk menembakkan rudal ke arah ekor F-15C.

Namun, akibat manuver untuk saling menghindari tabrakan itu kedua jet tempur sama-sama kehilangan ketinggian sehingga sulit untuk menggunakan rudal.

Kapten Sayhood malah merasa khawatir jika pesawatnya telah dikunci oleh Kapten Rodriguez dan segera membuat manuver zig-zag.

Posisi F-15C Kapten Rodriguez yang terus melakukan pengejaran memang sedang berusaha keras melakukan penguncian terhadap MiG-29 yang terbang meliuk-liuk dan makin rendah itu.

Rudal pun akhirnya dilepaskan oleh Rodriguez. Tak berapa lama, Rodriguez melihat Kapten Sayhood melompat dengan parasut disusul jatuhnya MiG-29.

Kapten Sayhood yang kemudian berhasil mendarat meskipun harus mengalami patah kaki, karena melompat pada ketinggian terlalu rendah, rupanya tak mau hancur oleh tembakan rudal seperti yang dialami oleh wingman-nya.

Pada 26 Januari 1991, empat pesawat MiG-23 Irak bertolak dari salah satu pangkalan untuk melaksanakan missi terbang tempur.

Salah satu MiG-23 memutuskan kembali ke pangkalan karena masalah teknis.

Ketiga MiG-23 segera melesat terbang dan langsung terdeteksi oleh pesawat AWACS yang rutin melaksanakan patroli udara.