Penulis
Intisari-Online.com – Heinrich Schwegler tutup mulut. Tangan kanan dari Adi Dassler ini secara diam-diam menyuruh bagian “khusus" pabrik Adidas untuk membuat cetakan gips dari puluhan bintang sepakbola. (Selama pertandingan Olimpiade di Muenchen 87 persen atlit menggunakan sepatu dari pabrik tersebut).
Cetakan-cetakan kaki itu menunjukkan jelas bahwa latihan-latihan dan pertandingan di atas rumput hijau, meninggalkan bekas yang dalam: Urat keting (Achillespees) yang kerjanya tidak beres, kaki leper dan jari mekar atau seperti Wim van Hanegem mengatakan pada Adi Dassler mata kakinya sudah “busuk".
Di Jerman tidak pernah orang bicara tentang kaki Franz Beckenbauer, Gerd Muller atau Jupp Heynkes. Kakinya dicetak oleh Adidas tetapi kekurangan-kekurangannya masuk ke dalam buku Heinrich Schwegler.
Keterbukaan untuk membicarakan hal semacam itu telah diperjuangkan oleh Hennie Warmenhoven, atas nama Adidas Borsumij, perwakilan Belanda. Buku-buku lalu dibuka.
Baca juga:Disebut sebagai Sepatu Ramah Lingkungan, Sepatu Produksi Adidas Ini Dibuat dari Benang Sutra
Ternyata banyak nama-nama yang berjatuhan keluar. Wim van Hanegem, kakak beradik Muehren, Johan Neeskens, Hors Blankenburg, (hampir Belanda), Rudi Krol, Johnny Rep dan Wim Suurbier, adalah pemain-pemain Belanda yang “mencetakkan" "kakinya di Adidas karena sepatu buatan orang lain dirasa masih kurang memadai disebabkan kelainan kaki mereka.
Piet Keizer dan Wim van Hanegem mengenakan sepatu yang paling menyolok. Pemain Ajax ini main dengan alat penutup khusus untuk menghindarkan kesulitan urat keting.
Juga Uwe Seeler mengenakan alat ini setelah urat ketingnya mengalami cedera hebat sehingga beberapa minggu harus “cuti".
Adi Dassler yang di Herzogennaurach disebut “chef" juga pernah membantu Van Hanegem. Adidas yang setiap lima hari membuat 21 ribu sepatu, juga membuat “sepatu Van Hanegem".
Ciri khasnya ialah bahwa sepatu ini agak tinggi sehingga menutupi mata kaki. Pemain hockey juga suka mengenakan sepatu ini karena stick suka kena mata kaki.
Kaki leper, jari mekar dsb. yang juga banyak diderita oleh pemain sepakbola Belanda ditanggulangi dengan leest yang khusus. Dari jenis karet keras Schwegler membuat model kaki Arnold Muehren. Bagian atasnya dibuat dari kayu.
Langganan-langganan yang penyakitnya tidak begitu hebat mengepas dengan cara membuat “sidik" kaki dengan tinta. Blueprintnya jelas menunjukkan segala kekurangan.
Pada Johan Neeakens misalnya ternyata bahwa jari ibu kaki kanannya tidak bergerak lagi.
Baca juga:Mumi Berusia 1.500 Tahun Ini Memakai Sepatu 'Adidas'
Semua ini service dari Adidas? Sama sekali tidak. Pembuatan sepatu khusus paling lama makan waktu sehari, tetapi harganya tiga kali lipat. Bagi Adidas yang penting ialah perkembangan baru dan aktivitas para bintang dianggap sebagai iklan tidak langsung.
Perkembangan sepatu jelas dapat dilihat dalam museum Adidas. Pada akhir abad yang lalu sepatu sepakbola asli Inggeris beratnya tak kurang dari 585 gram. Tahun 1914 pun masih 545 gram. Baru dalam tahun limapuluhan perbaikan berjaIan cepat.
Kaki kiri Helmuth Rahn tahun 1954 dihias dengan sepatu yang sekarang bisa dianggap terompah, namun biarpun sepatu “terompah" kaki Rahn juga yang membuat tendangan menentukan di Swiss sehingga Jennan mendapat titel dunia. Karena itulah sepatu Rahn masuk museum Adidas.
Dua sepatu bekas Franz Beckenbauer membuktikan tehnik tendangnya. Sepatu kirinya ujungnya sudah aus sedangkan sepatu kanannya bagian luarnya tak keruan. Sepatu itu sekarang beratnya memang sekitar 200 gram. Namun Adi Dassler tidak tinggal diam.
Berkat sepatu - sepatu itu Herzogennaurach, desa dekat Neurenberg juga ikut makmur. Di lapangan desa ada papan penunjuk ke industri-industri setempat. Ke kiri ke Adidas, ke kanan ke Puma di mana Rudolf Dassler membuat sepatu-sepatunya.
Suatu pertikaian keluarga tahun 1948 yang menyebabkan usaha itu pecah. Oranye untuk pertandingan World Cup mengenakan sepatu Adidas sedangkan Johan Cruff dan Arie Haan mengenakan sepatu Puma. Kontrak ialah kontrak.
Bagi penduduk Herzogennaurach persoalan Adi atau Rudolf Dassler bukan menjadi soal. Orang-orang di sana suka mengenakan sepatu Puma, baju latihan Adidas dan koper dengan nama Adi. Ah masa bodoh. (Telesport – Intisari Agustus 1974)
Baca juga:Adidas Ultra Boost, Sepatu Impian Para Pelari Maraton