Find Us On Social Media :

Jarang Disorot Situasi di Amerika, Ternyata Virus Corona Dapat Membunuh 1,7 Juta Orang Amerika dalam Skenario Terburuk yang Diungkapkan Ilmuwan Ini

By Afif Khoirul M, Senin, 16 Maret 2020 | 09:25 WIB

Donald Trump tawarkan gencatan senjata perang dagangnya dengan China dan tawarkan bala bantuan untuk mengatasi virus corona

Intisari-online.com - Belakangan kabar soal virus corona terus mengalir di media-media seluruh dunia.

Namun, sebagian besar hanya menyoroti daerah terdampak besar seperti China, Korea Selatan, Italia, hingga Iran.

Lantas bagaimana kabarnya dengan negara adikuasa seperti Amerika Serikat, apakah virus corona juga membawa dampak signifikan bagi negara paman sam tersebut?

Mengutip dari Daily Star pada Selasa (16/3/2020), kabar terbaru yang menyoroti Amerika Serikat dalam menghadapi pandemi virus corona membawa justru mengejutkan.

Baca Juga: Jadi Negara Kedua Terburuk yang Terdampak Covid-19 di Eropa, Spanyol Akhirnya Lakukan Lockdown Sebagian, Ada Transportasi yang Dibatasi dan Ada yang Tak Terpengaruh

Hal itu diungkapkan setelah Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengadakan pertemuan pada bulan Februari.

Pertemuan itu melibatkan pejabat dan pakar epidemi Internasional untuk membahas krisis kesehatan dunia.

Salah satu ahli epidemiologi terkemuka CDC mempresentasikan kemungkinan empat skenario terburuk yang dinamai A,B,C dan D.

Hal itu untuk menunjukkan bagaimana virus dapat menyebar ke Amerika Serikat.

Baca Juga: Meski Tanpa Lockdown, Korea Selatan sebagai Salah Satu Negara Terinfeksi Paling Parah di Luar China Kini Berhasil Turunkan Kasus Covid-19, Ternyata Ini Kuncinya

Dalam setiap skenario setiap orang yang didiagnosis dengan virus corona, diasumsikan menginfeksi dua hingga tiga orang.

Tingkat rawat inap adalah 3% atau 12% dan 0,25% atau 1% orang yang terinfeksi akan meninggal.

Dalam skenario terburuk, antara 160 juta dan 214 juta orang akan tertular virus corona dan hingga 1,7 juta orang akan meninggal.

Meski demikian, dalam skenario kasus terbaik, dengan intervensi seperti tes drive trough, larangan pertemuan publik dan larangan kunjungan masih bisa menyebabkan 3 juta orang Amerika terinfeksi virus corona.

CDC menghitung, antara 2,4 juta dan 21 juta orang AS bisa menjadi cukup sakit hingga dirawat di rumah sakit.

Ini bisa menghancurkan sistem perawatan kesehatan negeri paman sam, yang hanya memiliki 925.000 tempat tidur rumah sakit.

Baca Juga: Sebanyak 77 orang Malaysia Terkena Virus Corona Usai Hadiri Acara Masjid, Pemerintah Indonesia Sebut Ada 696 Warga Indonesia yang Terlibat

Sementara kurang dari 1 banding 10 yang dirancang untuk mereka yang sakit kritis.

Pertemuan CDC membahas berbagai efek virus seperti penyebaran di negara-negara internasional, jumlah sumber daya layanan kesehatan dan dampak penutupan sekolah.

"Kami sangat berhati-hati, untuk memastikan kami memiliki permodelan yang valid secara ilmiah yang menggambarkan epidemi dengan benar dan apa yang diketahui tentang virus," kata pakar epidemi Ira Logini pada New York Times.

"Kamu tidak bisa menang jika berlebihan, kamu panik semua orang juga demikian," katanya.

Dia mengatakan skenario tersebut dianggap valid hingga 28 Februari 2020, namun keakuratannya masih berlaku hingga saat ini, tulis Daily Star.

Lebih dari 1.900 orang Amerika dites positif virus corona, dan sejauh ini sudah ada 42 kasus kematian akibat virus corona.

Baca Juga: Kini Indonesia Hadapi Virus Corona, Bagaimana Nasib Kelanjutan Tes SKB CPNS 2019?

Presiden Donald Trump saat ini juga sudah di tes virus corona, dan hasilnya negatif.

Kini Amerika juga sudah mengumumkan darurat nasional, dan mengeluarkan larangan perjalanan ke luar negeri, termasuk negara-negara Eropa seperti Inggris, dan Italia.

Sementara di Indonesia, kasusnya bertambah menjadi 117 orang terinfeksi virus corona pada Minggu (15/3) sementara 8 orang dinyatakan sembuh dan 5 orang meninggal dunia.

Dari total jumlah pasien ada satu pejabat yang terinfeksi, dia adalah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Sementara pasien 19 orang diantaranya ada di Jakarta dan 2 orang berasal dari Jawa Tengah.