Sudah Jadi Pandemi oleh WHO, Covid-19 Justru Serang Sangat Sedikit Warga di Benua ini, Tetapi Sosok Ilmuwan ini Sebutkan Benua tersebut yang Alami Kelumpuhan Selanjutnya

May N

Penulis

Covid-19 justru serang sangat sedikit warga di benua ini, rupanya hal tersebut disebut 'bahaya laten' oleh sosok ilmuwan ini

Intisari-online.com -Penyakit yang disebabkan oleh virus Corona yang baru atau Covid-19 telah dinyatakan menjadi pandemi oleh WHO sejak Rabu 11/3/2020 silam.

Menyusul China, Italia dan Korea Selatan menjadi dua negara dengan jumlah pasien terbanyak dan jumlah kematian terbesar dibandingkan negara lain.

Meski begitu, jumlah kasus yang terjadi di negara Mesir dan India rupanya sangat sedikit.

Perbandingannya sangat tidak seimbang, sampai banyak yang pertanyakan pandemi Covid-19 yang tidak seperti gambaran pandemi pada umumnya.

Baca Juga: UPDATE Corona di Indonesia, 117 Kasus, Kemunculan 21 Kasus Baru, Simak Rinciannya Berikut Ini

Tercatat sampai hari Minggu ini, Mesir memiliki 67 kasus Covid-19, dan India memiliki jumlah kasus terkonfirmasi 83 kasus.

Dibandingkan dengan Korea Selatan yang capai lebih dari 8000 jumlah kasus dan Italia yang lebih dari 21600 kasus, tentunya hal ini mengherankan.

Namun angka kasar tersebut disebutkan di South China Morning Post bukan sebagai refleksi akurat penyebaran epidemi/pandemi di suatu negara.

Rabu kemarin, sembilan anggota grup tur Hong Kong yang awalnya telah kunjungi Mesir terkonfirmasi positif virus Corona.

Baca Juga: Dean Carron, Seorang Mantan Bodyguard Selebritas yang Hidup dengan ‘Hernia Terbesar di Dunia’, Dokter pun Takut Mengoperasinya

Sementara minggu lalu, dua penghuni Hong Kong yang telah kunjungi Mumbai positif terinfeksi Covid-19 setelah kembali dari Mumbai.

Perbedaan yang 'tidak merata' ini, terletak di pengujian oleh masing-masing negara.

Benjamin Cowling, profesor di sekolah Kesehatan Masyarakat Universitas Hong Kong, sebutkan jika sudah banyak negara yang terkena dampak Covid-19, dan akan semakin banyak lagi di minggu-minggu mendatang.

Jumlah aktual dari infeksi dari suatu negara tergantung pada kapasitas pengawasan dan pengujian negara tersebut.

Baca Juga: Kisah John Juanda 'Dewa Judi' Asal Indonesia yang Menang Poker Hingga Rp28 Miliar, Dikenal Sebagai Dewa Judi Siapa Sangka Kehidupan Justru Bikin Orang Kagum

"Korea Selatan memiliki jumlah kasus yang tinggi, tapi juga sudah lakukan pengujian yang sangat banyak," ujarnya.

"Negara lain mungkin memiliki jumlah pasien terinfeksi lebih daripada Korea Selatan tetapi lebih sedikit yang terkonfirmasi, karena yang dilakukan hanya pengujian demam pada tubuh warganya."

Tercatat, Korea Selatan telah dipuji untuk pengujian massalnya, menguji 248,647 warga pada Kamis, atau 4.831 per juta orang di negara ini.

Tingkat pengujian ini jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain yang telah keluarkan data pengujian.

Baca Juga: Kabar Baik, Kini Indonesia Punya 10 Laboratorium Tambahan untuk Tes Virus Corona, Siapa yang Bisa Lakukan Tes Di Sana?

Tingkat pengujian Italia adalah 1422 per juta orang, sedangkan Jepang 81 per juta orang dan Amerika 42 per juta orang, dilansir dari data departemen kesehatan.

Hasilnya, Korea Selatan memiliki jumlah kasus tertinggi di luar China di suatu waktu, walaupun pertumbuhan kasus baru telah melambat dan negara tersebut laporkan lebih banyak penyembuhan dibandingkan kasus baru sejak Jumat kemarin.

Sementara itu di Mesir, 45 dari 67 kasus yang terkonfirmasi adalah penumpang kapal pesiar di sebelah selatan kota Luxor pada Kamis kemarin.

Namun, setidaknya ada 40 wisatawan yang sebelumnya kunjungi Mesir yang kemudian diuji positif Covid-19 di negara mereka masing-masing.

Baca Juga: Mengaku Hanya Petani, Pria Sulawesi Ini Punya Aset Hingga Rp16 Miliar, Begitu Identitasnya Terbongkar Ternyata Bukan Sosok Sembarangan, Polisi Harus Turun Tangan

Termasuk di antaranya adalah turis dari Amerika, Yunani, Perancis dan Hong Kong.

John Nkengasong, pimpinan CDC Afrika menyebtukan lebih dari 42 negara Afrika telah dilatih untuk menguji Covid-19 dan ada stok alat uji sebanyak 60 ribu di benua tersebut.

Hal tersebut ia sebutkan dalam wawancara yang dipublikasikan oleh Institut Kesehatan Global Harvard, Jumat 13/3/2020.

Baginya, tantangannya sekarang adalah memperluas kapasitas pengujian di dalam masing-masing negara dan mengidentifikasi penyebaran dalam suatu komunitas.

Baca Juga: Beredar Teori Konspirasi China Salahkan Amerika Atas Krisis Virus Corona, Kini Terkuak Mengapa Pemerintah China Justru Perkuat Teori Tersebut, Alasannya Tidak Terkira

"Kebutuhan terbesar kami untuk benua kami adalah sebarluaskan pengujian penyakit ini ke dalam masing-masing negara dan memastikan kemampuan diagnos di laboratorium pusat," ujarnya.

"Orang-orang telah tanpa sadar pergi ke mana-mana tanpa gejala dan kita tidak tahu. Mereka bisa saja sebarkan infeksi ke mana saja dan kemudian baru kita lihat puncak wabahnya. Skenario ini yang membangunkanku di malam hari."

Saat ditanya negara mana saja yang telah dibantu dengan prosedur pengujian, WHO sebutkan mereka telah kirimkan uji laboratorium untuk Covid-19 ke lebih dari 120 negara.

Negara tersebut antara lain negara-negara di Asia Tenggara, Timur Tengah, dan hampir semua negara di Amerika Selatan, Afrika dan Eropa Timur.

Baca Juga: Kisah Seorang Wanita Hamil Meninggal, Kejutkan Suami karena Ada Suara dari Kuburnya, Kenyataan Ini yang Didapat Keluarga Usai Bongkar Makam dan Bawa Jenazah ke Rumah Sakit

Korea Utara juga didaftarkan menjadi salah satu negara yang menerima.

Tetapi WHO tidak menyebutkan denga jelas berapa banyak uji laboratorium yang dikirim ke masing-maisng negara.

Tom Kenyon, yang telah bekerja 21 tahun di CDC Amerika mengatakan Afrika bisa menjadi benua selanjutnya yang alami kelumpuhan.

Hal ini terkait dengan rendahnya jumlah kasus terkonfirmasi yang ada di sana dan kemampuan mereka untuk menanganinya.

Baca Juga: Peduli dengan Situasi Indonesia Akibat Virus Corona, WHO kirim Surat Ke Presiden Jokowi Meminta Untuk Lakukan Hal Ini, Begini Isi Lengkap Suratnya

"Kurasa Afrika dapat menjadi hotspot utama baru bagi penyakit ini disertai kemampuan mereka untuk menanganinya, seperti kemampuan pengujian penyakit tersebut, akan menjadi tantangan besar," ujarnya.

"Sangat mengejutkan belum ada penularan jumlah besar di sana. Namun hal itu yang sangat kukhawatirkan."

Cowling menyebut gampangnya, negara-negara tidak perlu menguji semua warganya dengan gejala yang ada dan bisa pikirka alternatif.

"Kami inginkan tetap melacak ke mana virus ini akan pergi, dan sejauh apa pandemi ini berkembang, tetapi menghitung jumlah kasus pasien bukan cara terbaik untuk hal tersebut," ujarnya.

Baca Juga: Anggap sebagai Teori Konspirasi Berbahaya dan Konyol, AS Tak Terima Militernya Dituduh Jadi Pembawa Corona ke Wuhan: Kami Tidak Akan Menolerirnya

"Mungkin lebih baik lakukan pendekatan sistemik yang dapat mengestimasi jumlah orang yang telah terinfeksi seiring berjalannya waktu."

Artikel Terkait