Advertorial
Intisari-online.com - Semenjak wabah virus Corona merebak, muncul juga teori konspirasi mengenai asal pandemi virus Corona.
Mulai dari spekulasi tanpa dasar yang dilaporkan berita sampai omong kosong konyol yang beredar di media sosial, banyak yang menganggapnya hanya angin lalu yang dimunculkan agar masyarakat histeris.
Namun saat juru bicara Menteri Luar Negeri China menuduh militer Amerika lepaskan penyakit mematikan yang telah menginfeksi 140 ribu warga di lebih dari 120 negara, banyak pihak yang mulai bertanya-tanya.
Juru bicara tersebut adalah Zhao Lijian, yang dengan emosi membuat tweet di akun resminya yang sebutkan jika ada lebih dari sekedar cerita setelah CDC Amerika akui kematian terkait influenza di Amerika ternyata kasus Covid-19, tanpa berikan keterangan waktu kasus tersebut muncul.
"Kapan pasien 0 mulai ada di Amerika? Berapa banyak orang yang terinfeksi? Apa nama RS yang digunakan untuk rujukan? Bisa jadi tentara Amerika yang justru bawa epidemi ini ke Wuhan. Tolong transparan! Bagi data kalian! Amerika berhutang kepada kami penjelasan terkait ini!"
Tweet penuh emosi tersebut menggaungkan klaim tidak berdasar dari sebuah situs dari Kanada yang sebutkan Amerika adalah sumber dari virus Corona, dikaitkan dengan partisipasi militer Amerika di World Games Militer yang menarik kompetitor lebih dari 100 negara ke Wuhan Oktober tahun lalu sebelum Wuhan menjadi episentrum pertama virus Corona.
Dengan itu, China telah menuduh Amerika lakukan aksi perang yang mengejutkan, dan membuat Departemen Negara Amerika memanggil Duta Besar Beijing ke Washington untuk klaim hal yang sebaliknya.
Zhao Lijian memiliki reputasi sedikit 'emosian' terkait tweetnya yang suka menuduh dan picu spekulasi banyak pihak.
Sehingga Beijing bisa menyebutkan jika tweetnya adalah tweet pibadi, dan tidak meranah ke pernyataan resminya sebagai pejabat negara.
Namun sangat jelas juga dia tidak mungkin berani bertindak sejauh itu tanpa persetujuan dari para atasan-atasannya.
Pasalnya, kolega Zhao, Geng Shuang, seorang diplomat China, saat ditanyai terkait hal tersebut menjelaskan hal tidak terduga.
"Kalian penasaran jika opini Zhao gambarkan apa yang dirasakan pemerintah China, menurutku kalian harus tanyakan dulu sebelumnya jika pernyataan oleh pejabat senior Amerika yang jelek-jelekkan China gambarkan pernyataan pemerintah Amerika sesungguhnya."
Melansir opini dari Yonden Lhatoo, koresponden South China Morning Post, kedua negara tersebut kini saling menyalahkan dan lakukan aksi politik 'gayung bersambut' yang tidak tunjukkan kapan akan berhenti.
Seharusnya kedua negara ini dapat lakukan penggabungan kekuatan untuk memberantas musuh bersama tanpa harus pertimbangkan batasan politik dan geografi.
China telah menderita setelah dituduh menjadi penyebar Covid-19, karena sumber asli dari virus Corona yang bermutasi ini belum ditemukan oleh ahli internasional.
Asumsi masyarakat dunia masih salahkan China yang jual hewan liar di pasar Wuhan.
Oleh sebab itu, China muak saat Donald Trump menyebut virus itu 'virus luar negeri', atau saat Sekretaris Negara Amerika Serikat Mike Pompeo secara provokatif melabeli virus Corona sebagai 'virus Wuhan' atau 'Virus Corona China'.
Januari lalu juga ada teori konspirasi yang sebut China telah kembangkan virus Corona Covid-19 sebagai senjata biologi di Laboratorium Biosafety Nasional Wuhan, yang telah ditampik oleh ilmuwan yang pelajari virus tersebut.
Akibat teori konspirasi itu, Zero Hedge, sebuah blog keuangan yang dipercaya dan populer di kalangan orang dalam Wall Street, telah dilarang beraktivitas di Twitter bulan lalu setelah memperkuat teori konspirasi tersebut
Tidak hanya memperkuat teori konspirasi tersebut, blog Zero Hedge juga beberkan identitas ilmuwan China dari Institut Virologi Wuhan, yang selanjutnya diidentifikasi sebagai sosok yang bertanggung jawab sebarkan virus Corona baru sebagai senjata.
Yang jadi keanehan adalah mengapa pejabat resmi China gunakan Twitter yang telah dilarang di China? Lalu, seharusnya agar adil Twitter juga lakukan aturan yang sama terhadap Zhao Lijian dan larang ia 'sebarkan informasi simpang siur' terkait pandemi ini.