Penulis
Intisari-Online.com - Pengembangan vaksin biasanya dapat memakan waktu yang cukup lama.
Dalam proses yang panjang tersebut, peneliti juga diharuskan untuk menguji vaksin kepada hewan terlebih dahulu.
Hal ini dimaksudkan untuk menentukan apakah vaksin aman dan efektif untuk mencegah penyakit.
Hanya setelah melewati tes berulang pada hewan, formulasi kemudian baru dapat diuji coba pada manusia.
Namun virus SARS-CoV-2 yang tengah melanda dan mengancam dunia saat ini mengharuskan peneliti bergerak cepat.
Sekarang para ahli dunia menyimpulan bahwa pengujian yang dipercepat adalah risiko yang layak diambil.
Pengujian yang dipercepat ini dilakukan dengan cara melakukan percobaan vaksin pada manusia sebelum tes uji hewan selesai.
"Wabah dan keadaan darurat sering kali menciptakan tekanan untuk menangguhkan hak, standar, atau perilaku etis," kata Jonathan Kimmelman, Direktur Unit Etik Biomedis dari McGill University di Kanada seperti dilansir dari Live Science, Sabtu (14/3/2020).
Walaupun masih mengundang perdebatan, percobaan pertama pada manusia rencananya akan dilakukan di Seattle, tepatnya Kaiser Permanente Washington Health Research Institute.
Peneliti mulai merekrut sukarelawan sehat pada awal Maret.
Rencananya akan ada 45 sukarelawan yang terlibat, berumur antara 18 dan 55.
Sukarelawan akan mendapatkan vaksin yang dikembangkan oleh Moderna Therapeutics, perusahaan bioteknologi.
Untuk resiko yang harus para sukarelawan tanggung, mereka akan mendapatkan total sekitar 1.100 dollar AS.
Vaksin yang dikembangkan menggunakan teknik baru untuk membuat mRNA yang mirip dengan mRNA yang ditemukan di SARS-CoV-2.
Secara teori, mRNA buatan akan bertindak sebagai instruksi yang mendorong sel manusia untuk membangun protein yang ditemukan di permukaan virus.
Protein tersebut nanti diharapkan akan memicu respon imun protektif.
Merancang vaksin dengan cara ini memungkinkan Moderna untuk mempercepat proses pengembangan.
Namun perusahaan memang belum pernah menguji teknologi ini sebelumnya.
Uji coba terhadap hewan sebenarnya juga telah dilakukan.
Ahli virologi di National Intsitute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) memberikan vaksin eksperimental pada tikus percobaan.
Menurut Barney Graham, Direktur Pusat Penelitian Vaksin NIAID, tikus-tikus standar laboratorium itu tak dapat terjangkiti virus corona seperti manusia.
Baca Juga: Jumlah Pasien Positif Virus Corona Capai 96 Orang, Perlukah Indonesia Melakukan Lockdown?
Sehingga harus membiakkan hewan pengerat yang rentan untuk memulai eksperimen.
Sayangnya, tikus-tikus itu baru bisa tersedia dalam beberapa minggu mendatang.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mendesak Kembangkan Vaksin Corona, Peneliti Lewatkan Uji Tes pada Hewan"