Saat 'Serangan' Virus Corona Merajalela, Tiongkok Justru Mengalami Penurunan Polusi Udara, Si Penyebab Jutaan Kematian Dini, Inikah Hikmah di Balik Musibah?

Khaerunisa

Penulis

Gambar satelit yang dirilis oleh NASA dan Badan Antariksa Eropa menunjukkan bahwa polusi udara di Tiongkok menurun sejak wabah COVID-19 menyebar

Intisari-Online.com - Virus corona telah menyebar ke ratusan negara di seluruh dunia.

Kondisi ini tentu membuat orang-orang begitu khawatir, bahkan hingga terjadi kepanikan.

Namun, di tengah 'serangan' virus corona itu, ada hal baik yang terjadi, khususnya di Tiongkok.

Tiongkok atau China sendiri merupakaan negara di mana COVID-19 dimulai.

Baca Juga: Bersihkan Polusi dari Dalam Rumah dengan 5 Tanaman Hias Murah Berikut

Gambar satelit yang dirilis oleh NASA dan Badan Antariksa Eropa menunjukkan bahwa polusi udara di Tiongkok menurun sejak wabah COVID-19 menyebar.

Pasalnya, aktivitas produksi di banyak pabrik telah dihentikan dan transportasi telah dibatasi untuk mencegah penyebaran virus.

Di Tiongkok sendiri, puluhan ribu kasus telah dikonfirmasi dengan kematian mencapai 2.981 orang.

Dalam rentang waktu 1 hingga 20 Januari 2020, gambar satelit di atas Tiongkok menunjukkan tingkat nitrogen dioksida yang lebih tinggi.

Baca Juga: Nyatakan Pasien Positif Corona yang Disebut Kabur dari RSUP Persahabatan oleh Deputi Gubernur DKI Jakarta Sudah Kembali, Jubir Pemerintah: Kok Dimunculkan Lagi? Apa Biar Heboh?

Namun, dari 10 hingga 25 Februari 2020, jejak gas hampir tidak terlihat.

Nitrogen dioksida sendiri merupakan gas kuning-coklat yang berasal dari kendaraan bermotor, pembangkit listrik, dan fasilitas industri.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap tahun terdapat sekitar 3,2 juta kasus kematian di dunia akibat polusi udara.

Ilmuwan NASA mengatakan, penurunan pencemaran udara pertama kali terlihat di Wuhan, tempat wabah dimulai.

Baca Juga: Mulai April, Gaji Karyawannya Resmi 100% Bebas dari Pajak Penghasilan, Ini Contoh dan Pengertian Industri Manufaktur yang Dispesialkan Sri Mulyani

"Ini adalah pertama kalinya saya melihat penurunan dramatis di area seluas itu dalam satu momen," kata Fei Liu, seorang peneliti kualitas udara di Goddard Space Flight Center NASA.

Polusi memang cenderung turun sekitar Tahun Baru Imlek karena banyak bisnis tutup untuk perayaan, namun, para peneliti percaya penurunan ini lebih dari sekedar liburan atau efek yang berhubungan dengan cuaca.

"Tahun ini, tingkat pengurangan lebih signifikan daripada tahun-tahun sebelumnya dan itu telah berlangsung lebih lama," kata Liu.

Baca Juga: Salat Jumat Dibatasi di Malaysia dan Dilarang di Iran serta Singapura, Paus Pimpin Doa Lewat Live Streaming, Ini Kasus-kasus Penyebaran Corona yang Terjadi Lewat Acara Keagamaan

Artikel ini telah tayang di Nationalgeographic.grid.id dengan judul Kadar Polusi Udara di Tiongkok Menurun Sejak Wabah COVID-19

Polusi Udara, Si Penyebab Jutaan Kematian Dini

Polusi udara global menyebabkan jutaan kematian dini setiap tahunnya dan disebut oleh para peneliti sebagai pandemi polusi udara.

Bahkan, studi mengatakan, rata-rata umur manusia bisa lebih pendek sekitar tiga tahun akibat polusi buatan manusia sendiri.

Polusi udara dinilai lebih mematikan daripada peristiwa perang, merokok, dan penyakit fatal lainnya.

Selain itu, semakin banyak bukti menunjukkan bahwa polusi tidak hanya berpengaruh atas peningkatan risiko kematian, tetapi juga terkait dengan atrofi otak, kanker, dan kehilangan memori serta kondisi kesehatan mental seperti depresi dan bunuh diri.

Baca Juga: Mulai April, Gaji Karyawannya Resmi 100% Bebas dari Pajak Penghasilan, Ini Contoh dan Pengertian Industri Manufaktur yang Dispesialkan Sri Mulyani

Dalam jurnalnya, para peneliti dari Max Planck Institute for Chemistry dan University Medical Centre Mainz di Jerman, mengatakan bahwa pada 2015, polusi udara menyebabkan 8,8 juta kematian dini.

Sebagai perbandingan, merokok dapat memperpendek harapan hidup hingga 2,2 tahun dan menewaskan sekitar 7,2 juta orang setiap tahunnya.

Jika dibandingkan, HIV/AIDS saja menyebabkan 1 juta kematian, sementara parasit dan penyakit yang menular seperti malaria mengakibatkan sekitar 600.000 kematian.

Semua bentuk kekerasan dan perang bahkan menewaskan kurang lebih 530.000 orang.

Baca Juga: Mulai April, Gaji Karyawannya Resmi 100% Bebas dari Pajak Penghasilan, Ini Contoh dan Pengertian Industri Manufaktur yang Dispesialkan Sri Mulyani

Dilansir dari IFL Science, Thomas Münzel, ketua penelitian, memaparkan bahwa sekitar dua pertiga dari kematian dini disebabkan oleh polusi udara buatan manusia--terutama dari penggunaan bahan bakar fosil.

Jumlahnya meningkat hingga 80 persen di negara-negara berpenghasilan tinggi.

Jika polusi udara dikurangi dengan menghilangkan emisi bahan bakar fosil, peningkatan kualitas udara dapat menambah hingga satu tahun kehidupan dalam periode satu tahun.

Dan jika semua emisi buatan manusia dihilangkan, manusia berpeluang mendapatkan hampir dua tahun ‘tambahan’ hidup.

Polusi udara berdampak pada gangguan pernapasan dan penyakit saluran darah.

Baca Juga: Waspadai Gejala Tifus pada Anak, Selain Demam Tinggi Juga Termasuk Ketidaknyamanan di Tenggorokan

Berdasarkan data dari peneliti, penyakit kardiovaskular seperti jantung adalah yang paling cenderung memperpendek usia--mengakibatkan 43 persen hilangnya harapan hidup di seluruh dunia.

Polusi udara juga terbukti berdampak pada anak-anak di bawah usia lima tahun di negara-negara berpenghasilan rendah, juga orang-orang yang lebih tua.

Tiga perempat dari kematian yang disebabkan oleh polusi udara terjadi pada orang di atas 60 tahun.

Baca Juga: 2 Tentaranya Tewas oleh Serangan Roket di Irak, Trump Beri Titah Militer AS Balas Serangan Mematikan Tersebut

Artikel ini telah tayang di Nationalgeographic.grid.id dengan judul Studi: Polusi Udara Sebabkan Jutaan Kematian Dini di Seluruh Dunia

Artikel Terkait