Penulis
Intisari-Online.com -Penyakit Demam Berdarah (DBD) di Indonesia kembali mengkhawatirkan.
Seperti yang terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hingga Rabu (11/3/2020) malam, Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat sebanyak 37 penderita DBD meninggal dunia.
Sementara itu, jumlah penderita DBD di provinsi tersebut mencapai 3.109 jiwa dengan tingkat kematian 1,19 persen.
Sementara itu, bulan Maret disebutkan sebagai puncak kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) pada awal tahun 2020.
Masyarakat diminta untuk selalu waspada dan mulai melakukan pembersihan tempat-tempat yang berpotensi menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk penular virus dengue, yaitu Aedes aegypti.
Serta tentunya perhatikan kondisi anak-anak yang rentan terinfeksi virus.
Diungkapkan oleh Direktur P2P Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dr Siti Nadia Tarmizi, data menunjukkan bahwa awal tahun ini DBD rentan dialami oleh anak-anak hingga remaja.
Presentasi data yang disampaikan Nadia adalah akumulasi pelaporan dari awal Januari hingga 11 Maret 2020.
Disebutkan bahwa penderita DBD usia 5-14 tahun mencapai 41,72 persen.
Usia 15-44 tahun mencapai 37,25 persen, dan penderita usia di atas 44 tahun mencapai 9,67 persen kejadian.
Sementara untuk angka kematian, golongan usia 5-14 tahun mencapai 0,11 persen.
Sedangkan, pada usia 15-44 tahun mencapai 0,17 persen, dan di atas usia 44 tahun mencapai presentase 0,05 persen.
"Kasus kematian pada anak itu tergantung orang tuanya," kata Nadia di Gedung Kemenkes, Rabu (11/3/2020).
Mencontoh dari kejadian kasus kematian DBD pada anak di Kabupaten Sikka, Nadia menegaskan perilaku dan tindakan keputusan yang sama juga acapkali terjadi pada orang tua dan keluarga pasien anak di wilayah lainnya.
Ketika pasien anak telah terdiagnosis DBD oleh pusat pelayanan primer atau Puskesmas dan butuh penanganan lebih lanjut di rumah sakit, tidak jarang orang tua yang justru merawat sendiri anaknya di rumah dan tidak membawa anaknya segera ke rumah sakit rujukan.
"Makanya banyak pasien itu, apalagi pasien anak yang datang terlambat (ke rumah sakit)," kata dia.
Ketika pasien anak sudah mengalami kondisi fase kritis DBD dan terjadi shock, inilah yang cenderung berakhir dengan kematian.
Dicontohkan Nadia, ada kejadian seorang anak yang lagi proses untuk dirujuk kembali ke rumah sakit, yang awalnya menolak rujuk.
Pasien itu terlambat dan meninggal dunia ketika baru masuk UGD rumah sakit.
Keadaan terlambat datang ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan optimal dari pihak medis yang berujung kematian ini berlaku pada semua golongan usia, bukan hanya pada anak-anak.
Oleh sebab itu, setidaknya Anda dapat mengenali gejala-gejala pertanda terinfeksi virus dengue penyebab penyakit DBD.
Gejala Pada pasien anak-anak dan remaja, seringkali kasus demam berdarah ringan tidak memiliki gejala.
Namun, merangkum dari Mayo Clinic, ketika gejala muncul pada anak-anak dan remaja biasanya mereka sudah empat hingga tujuh hari terinfeksi.
Saat itu, gejala yang terlihat seperti berikut ini:
1. Demam lebih dari 40 derajat Celcius mendadak dan tanpa sebab yang jelas
2. Sakit kepala
3. Nyeri otot, tulang, dan sendi
4. Mual
5. Muntah
6. Rasa sakit di belakang mata
7. Ruam
8. Pendarahan ringan dari hidung atau gusi
9. Tidak nafsu makan
Baca Juga: Cara Menurunkan Panas dengan Bahan Alami, Tanaman yang Satu Ini Bisa Anda Coba
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kemenkes Sebut Maret Puncak DBD, Waspadai Gejalanya pada Anak-anak