Find Us On Social Media :

Paru-paru Rusak Disertai dengan Tanda Ini, Beginilah Penampakan Organ Dalam Pasien Penderita Virus Corona Kronis yang Dirilis Oleh Ilmuwan

By Afif Khoirul M, Kamis, 12 Maret 2020 | 12:29 WIB

Ilmuwan merilis gambar paru-paru penderita virus corona.

Intisari-online.com - Sejauh ini virus corona menjadi ancaman paling mengerikan hampir di seluruh dunia.

Hingga saat ini WHO kembali merilis pernyataan bahwa, virus corona dikategorikan sebagai pandemi akibat penyebarannya yang semakin luas.

Kabar baiknya, di China negara yang menjadi asal muasal virus corona, penyebaran virus ini sudah mulai mereda dan mengalami penurunan.

Namun, kabar buruknya di beberapa negara seperti Italia dan Iran virus corona justru semakin meningkat dan dalam situasi yang memprihatinkan.

Baca Juga: Sadar Industri Minyak Amerika Sangat Rapuh karena Hal Ini, Putin Langsung 'Menerkam' saat Saudi Memohon Pengurangan Produksi, Demi Merebut Gelar Ini dari AS

Situasi ini membuat ilmuwan terus meneliti bagaimana virus ini berkembang hingga membunuh penderitanya.

Seperti laporan berikut ini, ilmuwan akhirnya merilis sebuah rekaman yang menunjukkan kondisi organ dalam pasien yang terinfeksi virus corona.

Mengutip Daily Star pada Kamis (12/3/2020), sebuah gambar X-Ray yang mengerikan muncul menunjukkan kerusakan paru-paru akibat virus corona.

Penyakit yang telah menewaskan lebih dari 4.000 orang di seluruh dunia ini, ditandai dengan batuk, damam, kesulitan bernapas, hingga kegagalan organ.

Baca Juga: Ayah Balita 6 Tahun yang Dibunuh Remaja 15 Tahun Minta Pelaku Dihukum Seberat-beratnya, Apa Hukum Pidana yang Bisa Menjerat Pelaku?

Dokter mengidentifikasi kelainan spesifik yang disebabkan oleh COVID-19 mirip dengan SARS dan MERS.

Merujuk pada gambar X-Ray yang dirilis oleh ilmuwan, menunjukkan tanda bercak putih, di sudut bawah paru-paru.

Mereka didefinisikan sebagai cairan pada ruang-ruang di paru-paru.

Pasien yang diteliti tersebut, adalah seorang pria 54 tahun, yang mengalami batuk, kelelahan, dan dada tersumbat selama seminggu.

Sementara pasien lain, seorang wanita 45 tahun dari provinsi Sichuan di China yang didiagnosis virus corona, setelah kembali dari Jepang mengalami demam, batuk dan nyeri dada.

Setelah dilakukan pemindaian dengan X-Ray, dokter juga temukan hal serupa dengan pasien sebelumnya, dengan tanda bercak putih.

Baca Juga: Sempat Viral, Polisi yang Jadi Imam di Sel Tahanan Mendadak Dipanggil Kapolri Jenderal Pol Idham Aziz, Ditawari Hal Ini

Diduga hal itu yang melemahkan pernapasan dan menyebabkan sesak napas.

Sementara sebelum ini seorang peneliti China pernah melakukan otopsi pada jenazah korban virus corona dan hasilnya mengejutkan.

Laporan yang diterbitkan oleh jurnal media Inggris, The Lancet ini berdasarkan otopsi yang dilakukan para ahli dari Pusat Medis Kelima Rumah Sakit Umum, Tentara Pembebasan Rakyat di Beijing.

Mereka memperoleh sampel biopsi dan otopsi, dari seorang pria berusia 50 tahun yang meninggal akhir Januari lalu akibat virus corona.

Hasilnya ilmuwan temukan situasi yang mirip dengan wabah SARS, penyakit yang pernah menyerang China Selatan tahun 2002-2003.

Pada saat itu SARS menewaskan lebih dari 800 orang dan lebih dari dua lusin negara saat itu juga merasakan dampak dari wabah tersebut.

Baca Juga: Setelah Telan 4.373 Korban Jiwa, Mengapa WHO Baru Umumkan Virus Corona sebagai Pandemi Global?

Sementara itu wabah MERS mewabah tahun 2012, pertama kali diidentifikasi di Arab Saudi menyebabkan 860 kematian secara global.

Pria yang diotopsi di Beijing itu memiliki gejala awal pada 14 Januari kemudian meninggal dua mingggu kemudian.

Setelah itu dia mendonasikan tubuhnya untuk bahan penelitian jika dirinya meninggal, namun akhirnya dia benar-benar tewas.

Kemudian setelah ilmuwan melakukan penelitin dengan otopsi temukan pada alveoli di kedua paru-parunya mengalami kerusakan.

Juga ditemukan cedera pada hatinya yang kemungkinan disebabkan oleh virus corona.

Ada kerusakan yang kurang substansial pada jaringan jantung, menunjukkan bahwa infeksi "mungkin tidak secara langsung merusak jantung."

Peneliti mengatakan, bahwa pengobatan antiinflamasi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak boleh secara rutin digunakan di luar uji klinis.

Wa Fu-sheng dan Zhao Jingmin dua rekan penulis itu tidak mampu menghadapi kometar lebih lanjut.

Tapi mereka mencatat dalam penelitian ini bahwa tidak ada patologi yang ditemukan, sebelum kasus virus corona.