Penulis
Intisari-online.com -Pasien virus Corona semakin bertambah setiap harinya meski jumlah kasus pasien yang sembuh juga masih dapat mengimbangi kefatalannya.
Jumat 6/3/2020 dikabarkan jika jumlah pasien terinfeksi di seluruh dunia mencapai 100 ribu pasien.
Beredar kabar juga jika ada kasus pasien terinfeksi dua kali oleh virus Corona di China.
Namun kabar itu segera ditampik oleh World Health Organisation (WHO).
Tidak benar jika ada kasus pasien yang sudah sembuh dari virus Corona kemudian terinfeksi lagi.
Dilansir dari South China Morning Post, Maria Van Kerkhove, kepala aksi unit penyakit gawat darurat WHO, menampik laporan jika ada pasien China yang telah terinfeksi 2 kali.
"Dari bukti yang telah kami pegang, kasus seperti itu bukanlah terinfeksi lagi," ujarnya, menunjukkan bahwa tes awal yang mengembalikan hasil negatif bisa dilakukan secara tidak sempurna, atau mereka hasil "batas positif / negatif".
Ancaman yang Dihadapi Eropa
Sementara itu fokus telah bergeser dari persiapan darurat China ke persiapan Eropa untuk ancaman merebaknya Covid-19 secara masif.
Eropa sedang menghadapi krisis virus Corona seperti yang telah terjadi di Italia.
Pertemuan khusus oleh Dewan Uni Eropa pada Jumat 6/3/2020 kemarin, menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn, pertegas apa yang harus dilakukan dalam hubungan ekonomi antara Uni Eropa dengan China.
"Uni Eropa seharusnya tidak terlalu bergantung secara ekonomi kepada China dalam pasokan barang," ujar Spahn, yang juga dicalonkan menjadi penerus kanselir Jerman setelah Angela Merkel.
"Kita sudah rasakan ini sejak lama: untuk bidang kesehatan dan farmasi, masker pelindung harus diutamakan untuk para petugas medis sekarang.
"Namun pandanganku juga melihat bahwa ini juga melibatkan hal lebih luas seperti ketergantungan ekonomi kita, padahal ini bukanlah hal besar...bisa diselesaika dalam dua minggu.
"Tapi secara umum kita perlu ketergantungan ekonomi lebih rendah terhadap barang-barang dari China," ujar pria tersebut.
Jerman merupakan negara dengan kekuatan ekonomi paling besar dari 27 negara Uni Eropa.
Kritikan Keras WHO
WHO mengkritik habis-habisan strategi pembatasan travel yang dijadikan 'strategi balas-balasan' oleh Korea Selatan dan Jepang.
Hal ini karena Korea Selatan telah menangguhkan visa Jepang dengan alasan untuk hindari ancaman virus Corona.
Dilansir dari Reuters, Korea Selatan mengatakan pada Jumat jika mereka akan menangguhkan visa untuk Jepang.
Hal ini sebagai respon mereka atas larangan travel dari Jepang oleh para wisatawan Korea Selatan.
Dengan ini, virus Corona telah menyalakan kembali pertikaian antara dua negara tetangga yang telah dimulai sebelum Perang Dunia II.
Pembatasan yang berasal dari Korea Selatan, yang akan efektif sejak Senin, termasuk melarang prosedur masuknya orang asing non-Jepang yang datang dari Jepang, seperti disebutkan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Korsel Cho Sei-young.
Sebelum larangan ini, warga Jepang bisa kunjungi Korea Selatan selama 90 hari tanpa visa.
Baca Juga: Titik Temu March Macro 2020, Pergumulan Fotografi Indonesia Mengumpulkan Rasa Menyisir Estetika
Seoul telah sebelumnya memanggil utusan Jepang untuk memprotes terkait keputusan Jepang untuk mengkarantina wisatawan dari Korea Selatan untuk 2 minggu.
Jepang menjadi satu dari 100 negara yang batasi wisatawan dari Korea Selatan, yang telah mengalami 44 angka kematian dan 6593 infeksi akibat virus Corona.
Angka ini menjadi angka perebakan virus Corona terbesar di luar China.
Sementara itu jumlah kasus di Jepang meningkat menjadi 1112 kasus Jumat kemarin, dengan 55 infeksi baru dilaporkan dari prefektur Yamaguchi, barat daya Hokkaido, seperti dikutip dari NHK.
"Jika pemerintah Jepang tidak menarik keputusannya...kami tidak dapat membantu apapun selain melakukan hal yang sama terhadap mereka," ujar Menteri Luar Negeri Kang Kyung-wha kepada Duta Besar Jepang Koji Tomita.