Penulis
Intisari-Online.com -Rudal Tomahawk dianggap senjata pemungkas yang paling menonjol pada 1980-an karena keakuratannya.
Senjata andalan Amerika ini bahkan masih digunakan hingga kini, hingga penyerangan ke Suriah pagi Waktu Indonesia Barat tadi.
Nama Tomahawk memang pantas ditempelkan pada rudal jelajah ini.
Diambil dari bahasa Indian Algonquian, yang berarti “senjata serang” atau “senjata lempar”.
Senjata ini bentuknya mirip kapak. Panjang gagangnya sekitar 60 cm, sedang panjang mata kapak sekitar 15 inci.
Pada awalnya, mata kampak ini dibuat dari kayu atau tulang.
Baca juga:Mayoritas Serangan Rudal AS ke Suriah Berhasil Ditangkis, Trump Bisa Makin Kalap Nih
Senjata ini banyak digunakan oleh suku bangsa Indian di belahan utara Amerika Serikat, sekitar wilayah Great Lakes, dan juga di bagian atas wilayah Saint Lawrence, Kanada.
Dengan masuknya pedagang-pedagang Eropa ke daratan Amerika, pisau kemudian dipasang juga diujung gagang.
Setelah itu, para pedagang tadi membuat tomahawk dengan mata kapak yang dibikin dari bahan logam dan dijual kepada suku Indian.
Setelah pertikaian antar suku Indian berakhir, tomahawk kerap dipakai sebagai bagian dari upacara perdamaian.
Dalam upacara itu tomahawk ditanam, dan menjadi simbol berakhirnya perselisihan antara dua suku Indian.
Tomahawk kemudian dikenal pula sebagai kapak perang, karena bila tomahawk digali dari 'kuburannya' itu berarti suku tersebut memproklamirkan perang terhadap musuhnya.
Rudal jelajah
Nama garang itu kemudian diambil oleh General Dynamics untuk rudal jelajahnya yang dikembangkan pada 1970-an.
Sebenarnya sejarah rudal jelajah sudah cukup lama.
Jerman, negara pertama yang mengembangkan rudal jenis ini sudah membuatnya pada Perang Dunia I.
AU AS mulai membuat rudal jelajah Mace dan Matador pada akhri 1950-an.
Baca juga:Serang Suriah dengan 59 Rudal Tomahawk, AS Habiskan Dana Rp1,25 Triliun
Tapi rudal yang diluncurkan dari darat ini dianggap belum berhasil, karena pangkalannya mudah dilumpuhkan musuh dan saat melayang pun gampang dicegat pertahanan udara Soviet yang lebih canggih.
AL AS mengikuti jejak rekannya dengan membuat rudal jelajah Regulus I, yang ditembakkan dari kapal tempur, dan Regulus II yang diluncurkan dari kapal selam.
Proyek ini kemudian perlahan ditinggalkan, ketika rudal balistik Polaris sudah dapat dioperasikan.
Kemajuan teknologi pada 1970-an, membangkitkan kembali potensi yang dimiliki rudal jelajah.
Pada saat itu rudal jelajah bisa dirampingkan, bisa dipasang hulu ledak nuklir, dan juga sistem penuntun yang modern, dan bisa digabung dengan teknologi satelit.
Selain itu, rudal jelajah berada di luar perjanjian perlucutan senjata strategis yang ditandatangani pada 1972.
Baik AU dan AL AS mensponsori pengembangan rudal jelajah. Tapi baik rudal AGM-86 Tomahawk yang diluncurkan dari udara (ALCM) yang dibuat oleh Boeing, maupun rudal BGM-109 Tomahawk yang dikembangkan oleh General Dynamics, pada awalnya dirancang untuk AL AS.
AU AS kemudian mengambilnya untuk pangkalan daratnya.
Rudal jelajah Tomahawk buatan General Dynamics menjadi salah satu senjata yang paling menonjol pada 1980-an, dan menjadi pola dasar pengembangan rudal lainnya.
Tomahawk, misalnya, digunakan sebagai titik awal pengembangan modernisasi rudal balistik Pershing II.
Selain itu, 464 Tomahawk yang diluncurkan dari darat (GLCM, ground-launched cruise missile) juga ditempatkan di enam titik penting di Eropa.
Dan sebagai tambahan, Tomahawk juga dipasangdi sejumlah kapal tempur dan kapal selam, hingga AS memiliki jangkauan yang luas.
Rudal jelajah boleh dibilang murah, luwes dan kecil. Dari tabung peluncurnya yang tipis, Tomahawk dapat dilepas dari berbagai jenis peluncur.
Dari sudut kecepatan, Tomahawk boleh dibilang lamban. Rudal ini hanya mampu meluncur sampai kecepatan pesawat jet. Jauh di bawah rudal Pershing yang melesat sampai delapan kali kecepatan suara.
Tapi kelemahan itu ditutupi dengan keakuratan yang dimilikinya.
Yang diperoleh berkat pemetaan yang dilakukan satelit dan perhitungan yang dilakukan oleh komputer).
Saking akuratnya, rudal ini disebut sebagai rudal berhulu ledak nuklir yang amat ampuh untuk menghancurkan titik-titik kekuatan lawan.
Baik Tomahawk yang diluncurkan dari udara, darat dan laut menggunakan sistem penuntun yang disebut TERCOM (TERrain COntour Matching).
Sistem ini memanfaatkan navigasi inertsia dan informasi geografis yang dianalisa komputer.
Keakuratan diperoleh karena proses perhitungan tadi sudah dimulai ketika Tomahawk masih amat jauh dari sasaran.
Baca juga:Tak Hanya Perang Dunia III, Jika AS Menyerang Serang Suriah Juga Bisa Memicu Perang Nuklir
Sekadar informasi, rudal ini memiliki jarak jelajah sampai 2.500 km.
Karena dilakukan sejak awal, maka perhitungan bisa dilakukan berulang kali.
TERCOM menggunakan radar altimeter untuk mengukur ketinggian, yang kemudian dibandingkan dengan altimeter yang mengukur tekanan atmosfir.
Perbedaan antara kedua ukuran ini menghasilkan ketinggian yang pas dari daratan yang dilalui oleh rudal.
Perhitungan ini terus dilakukan berulang-ulang, dan hasilnya dibandingkan dengan komputer penuntun yang memiliki perhitungan matriks, yang diperoleh dari satelit pengintai.
Dengan kombinasi inilah, bila terjadi pelencengan, jalur rudal bisadibetulkan.
Itu teorinya. Tapi dalam beberapa kasu, seperti di Irak 1993, dari sekitar 40 sampai 50 rudal Tomahawk yang diluncurkan, ternyata ada yang mengenai sasaran sipil dan mengakibatkan 43 warga sipil tewas.
Juga ada yang melenceng ke Hotel AlRasheed, yang menjadi tempat menginap wartawan asing. Waduh!
Baca juga:Teknologi Terbaru Anti Rudal Nuklir Rusia, Bila Meledak Negara Sebesar Prancis pun Langsung 'Habis'!
Artikel ini pernah tayang di Majalah Hai edisi Februari 1993