Tidak Seperti Korut, AS Berani Menyerang Suriah karena Negara yang Didukung Rusia Ini Tidak Memiliki Nuklir

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Serangan militer ke Suriah bisa memicu peperangan berkepanjangan dan mengguncang dunia internasional

Intisari-Online.com -Jika diamati ada keraguan besar bahkan ketakutan pada diri Presiden AS Donald Trump ketika mengancam akan menggempur Korea Utara secara militer.

Presiden Trump khawatir, jika sampai digempur, Korut mungkin saja gagal meluncurkan serangan nuklir ke AS.

Tapi negara komunis ini bisa dengan mudah menghajar Korsel dan Jepang--dua negara sekutu Amerika--menggunakan rudal-rudal nuklirnya.

Dengan pertimbangan seperti itu maka Trump menjadi urung untuk menyerang Korut sehingga memilih menerapkan embargo ekonomi dengan cara ‘memaksa’ PBB.

Tapi urungnya Trump menggempur Korut malah membuat Kim Jong Un semakin berada di atas angin bahkan Jepang dan AS sendiri ingin bertemu Kim Jong Un untuk berdialog.

Baca juga:AS Serang Suriah karena Gunakan Senjata Kimia: Ini 5 Senjata Kimia Paling Mematikan Sepanjang Sejarah

Ketika Kim Jong Un dan istrinya berkunjung ke China kedua pasangan yang sebenarnya mewakili ‘negara paria’ itu justru menjadi perhatian dan pujian dunia internasional.

Dengan naik daunnya pamor Kim Jong Un, pamor Donald Trump sebagai orang nomor satu di negara adidaya pun seolah meredup.

Apalagi reputasi Presiden Trump sempat diguncang terkait ‘uang penutup mulut’ pada seorang bintang fim porno AS yang konon pernah dikencaninya.

Tapi Presiden Trump kemudian merasa mendapatkan kesempatan untuk unjuk gigi sekaligus menaikkan pamornya ketika di Suriah terjadi serangan senjata kimia.

Presiden Trump pun langsung menfokuskan perhatiannya kepada serangan senjata kimia di Ghouta Timur dengan menuduh Suriah dan sekutunya, Rusia, sebagai pelakunya.

Namun baik Rusia maupun Suriah menolak tuduhan AS itu.

Baca juga:Breaking News: AS, Prancis, dan Inggris Lancarkan Serangan ke Suriah

Keduanya malah balik menuduh bahwa serangan senjata kimia itu merupakan rekayasa AS sendiri yang sejak 2015 sangat menginginkan tumbangnya pemerintah resmi Suriah.

AS akhirnya mengancam akan menggempur Suriah meski Rusia memperingatkan bahwa serangan AS ke Suriah akan mendapatkan perlawanan dari Rusia.

Keputusan AS menyerang Suriah makin positif setelah negara sekutunya seperti Inggris dan Prancis bersedia membantu.

Pasalnya militer AS sendiri sebenarnya tidak berani berperang jika tanpa dibantu negara-negara sekutunya itu.

Serangan udara AS dan sekutunya menggunakan pesawat-pesawat tempur dan rudal yang ditembakkan dari kapal perang ke Suriah pada Jumat (13/4)malam waktu setempat termasuk ‘serangan dadakan yang diumumkan’ (declared war).

Baca juga:Tak Hanya Perang Dunia III, Jika AS Menyerang Serang Suriah Juga Bisa Memicu Perang Nuklir

Sebab Presiden Trump sebelumnya sudah mengancam akan menggempur Suriah, sehingga militer Suriah sendiri selalu dalam kondisi siaga.

Kesiagaan militer Suriah menunjukkan hasilnya karena perlawanan yang dilakukan telah mengakibatkan puluhan rudal yang ditembakkan oleh militer AS dan sekutunya berhasil dirontokkan.

Pola serangan ke Suriah oleh AS dan sekutunya juga masih menunjukkan serangan udara terpilih yang berlangsung singkat karena bersifat ‘hukuman’.

Namun yang pasti serangan militer di Suriah telah membuat Rusia yang sebelumnya akan membantu Suriah merasa ditantang.

Jika Rusia sampai melakukan serangan balasan terhadap posisi militer AS, Inggris, dan Prancis di Suriah keadaan akan makin tambah runyam karena yang menjadi korban adalah warga Suriah sendiri.

Baca juga:Teknologi Terbaru Anti Rudal Nuklir Rusia, Bila Meledak Negara Sebesar Prancis pun Langsung 'Habis'!

Menteri Pertahan AS, James Mattis, bahkan sampai memperingatkan Trump, jika peperangan di Suriah yang dipicu oleh AS sampai tidak bisa dikendalikan, bisa-bisa militer AS akan hancur.

Pasalnya, militer AS yang bertempur di Irak dan Afghanistan masih belum memiliki hasil yang jelas dan bisa dikatakan gagal untuk menerpakan sistem demokrasi di kedua negara itu.

Militer AS sendiri yang berada di Suriah, semula rencananya akan ditarik mundur ke AS.

Tapi gara-gara serangan senjata kimia di Suriah yang pelakunya belum jelas, telah membuat Presiden Trump naik pitam dan menggempur Suriah lagi.

Yang jelas jika militer Rusia benar-benar sampai turun tangan dan mengakibatkan peperangan berkepanjang dan makin meluas, bukan hanya kondisi Suriah yang makin runyam.

Tapi kondisi politik dan perekonomian dunia internasional juga akan makin runyam.

Apalagi jika senjata nuklir sampai digunakan dalam peperangan yang tidak terkendali itu . Dunia pun bisa ‘kiamat’.

Baca juga:Serangan AS ke Suriah: Tomahawk, si 'Kapak Indian' Berkepala Nuklir yang Nyatanya Masih Punya Kelemahan

Artikel Terkait