Penulis
Intisari-Online.com - Banyak yang mengaku tak percaya dengan kabar meninggalnya aktor Ashraf Sinclair, yang juga merupakan suami penyanyi Bunga Citra Lestari (BCL).
Pasalnya, kematian Ashraf terkesan begitu mendadak.
Terlebih ayah satu anak ini dikenal sebagai sosok yang memiliki pola hidup sehat.
Ashraf Sinclair juga rajin berolahraga, seperti yang kerap dibagikannya di akun media sosial Instagramnya.
Bahkan, salah satu unggahan terakhirnya menunjukkan suami BCL ini tengah menggunakan alat olahragastimulator sit up bernama Emsculpt.
Dalam video yang Ashraf bagikan pada 14 Februari 2020 lalu, ia menyebut alat Emsculpt dapat menstimulasi tubuh agar dapat lakukan 20.000 sit up dalam 30 menit.
Video tersebut berisi Ashraf menjelaskan bagaimana cara ia menggunakan alat tersebut dalam kesehariannya.
Namun, setelah aktor film 'Saus Kacang' ini meninggal, justru banyak yang berspekulasi jika aktivitasnya itu yang menjadi pemicu Ashraf mengalami serangan jantung.
Komentar warganet pun membanjiri unggahan suami BCL.
Meski begitu, benar atau salahnya spekulasi orang-orang belum terbukti kebenarannya.
Sementara terkait olahraga dapat memicu serangan jantung dan menyebabkan seseorang meninggal sebenarnya sudah sering kali dipertanyakan.
Pasalnya kasus serupa beberapa kali terjadi sebelumnya, seperti saat seorang pria bernama Jeje (55) meninggal saat pertandingan bulu tangkis pada 16 September 2018 silam.
Lalu, apakah mungkin olahraga bisa memicu serangan jantung?
Apakah penyebabnya karena jantung berhenti berdetak mendadak atau memang sudah ada serangan jantung sebelumnya?
Ternyata, seseorang yang terkena serangan henti jantung saat berolahraga umumnya dikarenakan telah memiliki riwayat penyakit jantung, hanya saja mereka tidak menyadari hal tersebut.
Serangan jantung atau heart attack kebanyakan disebabkan oleh penyakit jantung yang berlangsung kronik dalam waktu lama.
Serangan ini terjadi karena adanya penyumbatan mendadak di dalam pembuluh darah koroner sehingga aliran darah ke otot jantung menjadi terhambat dan akhirnya merusak otot jantung.
Apa penyebab henti jantung saat olahraga?
Pada usia muda (di bawah 35 tahun), penyebab kematian mendadak saat olahraga umumnya akibat terjadinya henti jantung mendadak, bukan serangan jantung.
Ini disebabkan karena hipertropik kardiomiopati. Kardiomiopati adalah suatu penyakit genetik yang menyebabkan terjadinya penebalan tidak normal di otot-otot jantung.
Sedangkan, penyebab kematian mendadak pada usia yang lebih tua berbeda – lebih dari 50 tahun, umumnya disebabkan karena mereka memiliki penyakit jantung koroner dan pernah mengalami serangan jantung sebelumnya.
Maka tidak heran, bila di kemudian hari mereka menjadi rentan mengalami serangan henti jantung.
Saat melakukan aktivitas olahraga, semua otot bergerak, termasuk otot jantung.
Ketika melakukan olahraga dengan intensitas tinggi, seseorang yang memiliki faktor kardiomiopati, otot jantungnya akan semakin menebal saat olahraga.
Hal ini membuat jantung bekerja lebih keras untuk memompa oksigen dan aliran listrik menjadi terganggu.
Nah, biasanya banyak orang yang tidak menyadari hal tersebut karena sebelumnya tidak merasakan keluhan.
Sehingga ketika seseorang melakukan olahraga terutama olahraga kompetitif dengan intensitas tinggi seperti sepak bola, futsal, tenis, ataupun lari maraton, jantung akan memompa dengan keras.
Dan terkadang, pada mereka yang kurang beruntung (sekitar 1% dari populasi), jantung berhenti mendadak dan mengakibatkan kematian.
Dalam Journal of American Medical Association, disebutkan bahwa risiko terkena penyakit jantung yang ditimbulkan akibat aktivitas fisik sangat rendah.
Yang lebih penting lagi, penelitian tersebut menemukan bahwa risiko kelangsungan hidup seseorang saat melakukan aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin menurunkan risiko mengalami serangan jantung sekitar 45 persen dibandingkan dengan orang sehat yang jarang berolahraga.
Jadi, bukan olahraganya yang menyebabkan seseorang terkena serangan jantung.
Pasalnya, rutin beraktivitas terbukti dapat menurunkan risiko kematian mendadak saat berolahraga, entah karena serangan jantung biasa maupun henti jantung.
Hal ini dikarenakan tubuh sudah terbiasa untuk beradaptasi dengan peningkatan aktivitas tubuh.