Si Tertuduh Baru Agen Penyebar Virus Corona, Inilah 7 Fakta Trenggiling, Salah Satunya Membuat Pakar Bingung untuk Mengusut Caranya Menularkan Virus ke Manusia

Khaerunisa

Penulis

Jika sebelumnya kelelawar dan ular disebut sebagai agen penyebar virus corona, penelitian terbaru, justru mengatakan hewan lain sebagai tersangkanya

Intisari-Online.com - Penyelidikan terhadap virus corona yang belakangan menjadi momok menakutkan di seluruh dunia terus dilakukan.

Sebelumnya, kelelawar dan ular dianggap sebagai agen penyebar wabah mematikan ini.

Namun menurut perkembangan terbaru, justru hewan lain lah yang disebut sebagai tersangka utamanya.

Yaitu hewan trenggiling yang menurut penelitian dinyatakan berpotensi sebagai agen virus yang telah memakan korban lebih dari 700 orang di seluruh dunia ini.

Baca Juga: Virus Corona Tewaskan 86 Orang Per Hari, Pasien Wuhan Ini Malah Terekam Lari Terbirit-birit Menghindari Petugas yang Mau 'Menyelamatkan' Orang-orang dari Situasi Kacau Itu

Menurut penelitian yang dipimpin oleh Universitas Pertanian China Selatan, ditemukan bahwa trenggiling sebagai inang perantara paling potensial yang bisa membuat virus corona menginfeksi banyak orang, mengutip Xinhua Net.

Awalnya penelitian tersebut menganalisis lebih dari 1.000 sampel metagenome hewan liar.

Deteksi biologis molekuler pada trenggiling mengungkapkan jika tingkat positif betacoronavirus sebesar 70 persen, sementara urutan genom dari strain corona virus sebesar 99 persen identik dengan orang yang terinfeksi.

Kini jadi tersangka utama agen penyebar virus corona, berikut fakta-fakta trenggiling.

Baca Juga: Ini 10 Manfaat Gula Merah Aren yang Harus Anda Ketahui, Termasuk Dapat Membersihkan Darah Lho!

1. Sebagian besar soliter (hidup menyendiri atau berpasang) di hutan

Melansir dari Bussinesinsider.sg (9/2/2020), Sebagian besar trenggiling soliter di alam liar.

Namun trenggiling Afrika ekor panjang jadi pengecualian.

Hewan ini menghabiskan sebagian besar hari untuk tidur di pohon berlubang atau lubang bawah tanah.

2. Berburu serangga di malam hari dan tidak memiliki gigi

Pada malam hari, mereka berburu serangga seperti semut dan rayap dengan lidahnya yang panjang dan lengket, yang dapat meregang hingga 16 inci.

Ya, ternyata hewan ini menggunakan lidahnya.

Sementara untuk gigi, mereka tidak memilikinya.

Meski begitu, mereka mengandalkan cakar tajamnya untuk menggali gundukan serangga atau melepaskan kulit kayu dari pohon.

Tak hanya itu, ekornya yang kuat membantu mereka untuk menggantung secara terbalik di cabang pohon.

Begitulah mereka bertahan hidup.

Baca Juga: Bak Surga Bagi Pelaku Kejahatan Asusila, Semua Penduduk di Desa Ini Adalah 'Penjahat Kelamin' Ini Alasan Orang-orang Itu Berkumpul di Desa Itu

3. Bertemu pasangan sekali setahun untuk kawin

Hidupnya yang menyendiri tentu bukan berarti mereka tidak berkembang biak.

Untuk meneruskan keturunan, mereka bertemu sekali setahun dengan ibu calon bayinya.

Setelah kurang lebih dua tahun melahirkan, para ibu trenggiling meninggalkan anak-anaknya.

4. Sisiknya mulai mengeras seiring waktu

Seiring bertambahnya usia hewan, sisik putih dan lembutnya mulai mengeras dan menjadi lebih gelap.

Para ilmuwan percaya trenggiling adalah satu-satunya mamalia bersisik.

Ketika predator mendekat, hewan-hewan itu dapat meringkuk menjadi bola dan menyelipkan wajah mereka di bawah ekor mereka untuk melindungi diri.

Tetapi mekanisme pertahanan itu tidak cocok dengan pemburu liar.

Baca Juga: Sedang Alami Flu? Ini 5 Cara Mudah Obati Flu Secara Alami, Salah Satunya Mungkin Tak Anda Duga!

5. Diperdagangkan secara ilegal untuk diambil daging dan sisiknya

Hidup di hutan tak membuat hewan ini jauh dari interaksinya dengan manusia.

Pasalnya, hewan ini termasuk salah satu hewan yang diperdagangkan.

Seperti musang yang 'bertanggung jawab' atas penyebaran SARS dari kelelawar ke manusia pada tahun 2020, hewan ini pun dijual bebas di China.

Perdagangannya dilakukan secara ilegal.

Namun belum diketahui secara jelas apakah trenggiling dijual di pasar makanan laut di Wuhan, Cina, di mana virus corona baru kemungkinan berasal.

Beberapa investigasi telah mengungkapkan, bahwa trenggiling masih diperdagangkan secara ilegal , meskipun praktik tersebut dilarang oleh Konvensi Perdagangan Internasional untuk Spesies Terancam Punah di tahun 2016.

Diperkirakan sebanyak 100.000 ekor diambil dari alam setiap tahun untuk diperdagangkan di dunia.

Baca Juga: Sebut Indonesia Sebagai Mercusuar Dunia, Status TNI Aktifnya Terbongkar, Ini Risiko Berat Presiden King of The King Dony Pedro Akibat Kemarahan KSAD Jenderal Andika Perkasa

6. Digunakan dalam produksi obat-obatan

Yayasan Biodiversitas dan Pembangunan Hijau China, sebuah nirlaba yang berbasis di Beijing, menemukan bahwa lebih dari 200 perusahaan farmasi masih menggunakan produk trenggiling untuk sekitar 60 obat-obatan yang diproduksi secara komersial.

7. Delapan Spesies trenggiling terancam punah

Kedelapan spesies trenggiling sekarang terancam punah, dan setidaknya tiga spesies - termasuk trenggiling Tiongkok - terdaftar sebagai spesies terancam punah oleh Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam .

Akibatnya, timbangan pangolin cenderung mengambil harga tinggi : sekitar $ 2.200 per pon di AS. Tetapi hewan-hewan itu masih belum dikenal luas di kalangan populasi umum.

“Itu salah satu masalah dengan spesies seperti trenggiling,” Annette Olsson, penasihat teknis untuk Conservation International, mengatakan kepada New York Times pada 2016. “Itu tidak besar dan tidak terlalu karismatik. Ini kecil dan aneh dan menghilang begitu saja. ”

Baca Juga: Tidak Hanya Berat Badan Bertambah Bila Keseringan Makan Junk Food, Tapi 13 Penyakit Berukit Ini Juga bisa ‘Mampir’ ke Tubuh Anda

Itulah beberapa fakta trenggiling, si tertuduh baru agen penyebar virus mematikan, corona.

Namun diantara fakta bahwa hewan ini mulai punah dan diperjual-belikan secara ilegal menimbulkan kebingungan.

Jika trenggiling berubah menjadi spesies perantara untuk coronavirus baru, itu bisa membuatnya sulit untuk menentukan bagaimana hewan-hewan itu menularkan virus kepada manusia.

"Jika perdagangan hewan ilegal adalah akar dari wabah ini, itu akan sangat sulit dilacak, dan saya curiga sebagian besar bukti sudah hilang - dihancurkan atau tersebar di pasar gelap," kata Benjamin Neuman, seorang ahli virologi di Texas A&M University, kepada Washington Post.

Selain itu,Orang tidak akan mau bicara, karena konsekuensinya.

Baca Juga: Kesaksian Generasi Terakhir Penganut Tradisi Kuping Panjang, Ungkap Alasan Anak-cucu Enggan Ikuti Jejaknya hingga Bujuk Rayu Mantri untuk Memotong Telinganya

Artikel Terkait