Find Us On Social Media :

Orang Cerdik Tak akan Meracun Tikus Sawah karena Bisa Mendatangkan Kocek untuk Tambahan Uang Jajan

By Moh Habib Asyhad, Selasa, 27 Maret 2018 | 17:30 WIB

Intisari-Online.com – Tikus termasuk jenis hama yang bikin repot petani.

Eit, petani mana dulu? Buat petani di Kabupaten Bandung, bisa saja bangsa binatang pengerat (Rodentia) ini menjadi hama.

Pikiran Rakyat pernah mewartakan, pada 2003 dulu, sawah seluas 357 ha di 28 kecamatan di Kabupaten Bandung hingga akhir Mei 2003 terserang hama tikus, sampai menggagalkan panen ribuan ton padi.

Jenis tikus yang hobinya menyerang tanaman padi itu mencit sawah (Mus caroli) dan tikus  sawah (Rattus argentiventer).

Tikus yang disebut terakhir ini terkenal sebagai pakar penggali liang, sehingga mampu hidup di lokasi persawahan sepanjang tahun dengan komposisi populasi tergantung pada kondisi pertanaman padi.

Karena sudah mengganggu, mereka terpaksa dibasmi dari dua arah. Diopyok-opyok dan menggunakan pestisida. Namun, langkah ini justru mengganggu keseimbangan ekologis.

(Baca juga: (Video) Hiii... Pria Ini Temukan Bangkai Tikus Dalam Kaleng Minuman Energinya)

Makin diberantas, tikus justru makin bandel. Dikira diajak bermain-main 'kali. Kian ampuh pestisida, makin ampuh pula hama yang muncul.

Tanaman rentan terhadap hama dan hama resisten terhadap obat. Petani tinggal gigit jari sambil berpusing tujuh kali.

Hal sama dialami petani di Natar, Gedongtataan, Lampung beberapa tahun lalu. Namun, saran Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Lampung membuat heran petani.

Soalnya, mereka disarankan menggunakan racun yang tidak membuat tikus langsung mati.

Bisa begitu? Dengan racun phispot yang langsung bikin koit, tikus-tikus lain yang melihatnya justru emoh memakan umpan yang dipasang. Mereka justru langsung menyerbu tanaman padi.

Sebaliknya, dengan racun klerat yang bikin tikus kelepek-kelepek dan baru tewas setelah 2 - 3 hari, tikus-tikus lain tertipu dengan memakan umpan yang dipasang petani.

Itu kepusingan yang dialami petani Kabupaten Bandung dan Lampung.

(Baca juga: 5 Ular Berbisa Paling Mematikan, Salah Satunya Banyak Dijumpai di Persawahan Indonesia Lho)

Mari bergeser ke wilayah pantura, tepatnya di Bangodua, Kabupaten Indramayu. Di sentra pertanian dengan lahan sawah ribuan hektar ini, petani justru tak ambil pusing dengan tingkah polah tikus.

Habis, pusingnya sudah diborong sama temannya di Bandung dan Lampung tadi!

Ngomong-ngomong, apa yang dilakukan petani di Indramayu itu?

Di kala tikus merajalela, mereka beramai-ramai menangkapi tikus. Bukan memakai pestisida, melainkan dengan pentungan, golok, sabit, asap, korek api, jaring, atau perangkap.

Jika perlu, saluran irigasi dibuka sehingga seluruh bagian sawah terendam dan memaksa tikus keluar dari liangnya. Ketika perburuan selesai, barulah sawah dikeringkan lagi.

Dalam sehari, kuintalan tikus berhasil ditangkap, lalu dijual ke para peternak lele di desa. Dijual? Betul, dengan harga (saat itu) Rp600 -  Rp700 per kilogramnya.

Di daerah ini beternak lele menjadi sandaran hidup kedua setelah bertanam padi.

Tak heran, sepulang sekolah, tampak anak-anak berlomba mencari tikus bersama orangtua mereka atau penduduk desa lainnya di hamparan persawahan yang luas.

Bagi anak-anak di desa, hasil penjualan tikus mati itu lumayan untuk tambahan membayar uang sekolah dan jajan.

Jadi, petani Indramayu tidak menganggap tikus sebagai hama tok!

(Baca juga: Tak Usah Ragu Lagi, Ini Tujuh Keuntungan Menikah Muda!)

Berburu tikus sawah, kecuali mendatangkan anugerah (karena menguntungkan diri dari segi ekonomi), juga membantu membenahi keseimbangan ekologi sawah yang terganggu oleh pencemaran pestisida. (Yohana Budi Winarni – Intisari Desember 2003)