Find Us On Social Media :

Orang Cerdik Tak akan Meracun Tikus Sawah karena Bisa Mendatangkan Kocek untuk Tambahan Uang Jajan

By Moh Habib Asyhad, Selasa, 27 Maret 2018 | 17:30 WIB

Itu kepusingan yang dialami petani Kabupaten Bandung dan Lampung.

(Baca juga: 5 Ular Berbisa Paling Mematikan, Salah Satunya Banyak Dijumpai di Persawahan Indonesia Lho)

Mari bergeser ke wilayah pantura, tepatnya di Bangodua, Kabupaten Indramayu. Di sentra pertanian dengan lahan sawah ribuan hektar ini, petani justru tak ambil pusing dengan tingkah polah tikus.

Habis, pusingnya sudah diborong sama temannya di Bandung dan Lampung tadi!

Ngomong-ngomong, apa yang dilakukan petani di Indramayu itu?

Di kala tikus merajalela, mereka beramai-ramai menangkapi tikus. Bukan memakai pestisida, melainkan dengan pentungan, golok, sabit, asap, korek api, jaring, atau perangkap.

Jika perlu, saluran irigasi dibuka sehingga seluruh bagian sawah terendam dan memaksa tikus keluar dari liangnya. Ketika perburuan selesai, barulah sawah dikeringkan lagi.

Dalam sehari, kuintalan tikus berhasil ditangkap, lalu dijual ke para peternak lele di desa. Dijual? Betul, dengan harga (saat itu) Rp600 -  Rp700 per kilogramnya.

Di daerah ini beternak lele menjadi sandaran hidup kedua setelah bertanam padi.

Tak heran, sepulang sekolah, tampak anak-anak berlomba mencari tikus bersama orangtua mereka atau penduduk desa lainnya di hamparan persawahan yang luas.

Bagi anak-anak di desa, hasil penjualan tikus mati itu lumayan untuk tambahan membayar uang sekolah dan jajan.

Jadi, petani Indramayu tidak menganggap tikus sebagai hama tok!

(Baca juga: Tak Usah Ragu Lagi, Ini Tujuh Keuntungan Menikah Muda!)

Berburu tikus sawah, kecuali mendatangkan anugerah (karena menguntungkan diri dari segi ekonomi), juga membantu membenahi keseimbangan ekologi sawah yang terganggu oleh pencemaran pestisida. (Yohana Budi Winarni – Intisari Desember 2003)