Find Us On Social Media :

Pernikahannya Hampir Karam, yang Dilakukan Laki-laki Ini untuk Menyelamatkannya Benar-benar Luar Biasa

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 23 Maret 2018 | 17:15 WIB

Intisari-Online.com - Caspar Craven sedang berada di dek kapal layarnya ketika ia mendengar sebuah jeritan.

Ia lalu berlari ke kabin, dan mendapati kepala putrinya, Willow, yang masih 3 tahun bercucuran darah.

Kepala Willow terbentur lemari, kulitnya sobek, dan sangat membutuhkan bantuan.

Caspar mencoba menenangkan putrinya itu, tapi ia sendiri ketakutan.

Bagaimana tidak takut, waktu itu mereka sedang berada di tengah-tengah Samudera Hindia yang kasar dan berombak, dan berjarak enam hari dari rumah sakit terdekat.

(Baca juga: Heboh! Pesta Pernikahan Anies - Jokowi Ini Mengundang Rasa Penasaran Warganet)

“Allegro, ini Aretha,” ia memanggil perahu lain lewat radio.

“Aku butuh saran medis.”

Untungnya, ada seorang mantan ahli bedah menjawab panggilan itu—meski dengan jawaban yang tak terduga.

“Gunakan rambut Willow untuk menjahit luka itu, talikan di atas lukanya,” jawab suara itu.

Kejadian di atas adalah satu dari sekian hal tak terduga yang dialami Caspar dan keluarganya ketika memutuskan berlayar selama dua tahun.

Kisah ini ia tuangkan dalam buku berjudul Where the Magic Happens: How a Young Family Changed Their Lives and Sailed Araound the World.

Buku itu rencananya terbit 27 Maret ini.

Di dalam buku itu, Caspar bercerita bagaimana kebebasan dari tekanan kehidupan modern menyelamatkan pernikahannya, dan mengubah hubungannya dengan anak-anak dan, terutama, istrinya.

(Baca juga: Lain dari yang Lain, 9 Perabot Rumah Tangga Ini akan Membuat Tetangga 'Iri' Jika Anda Memilikinya!)

Dari pernikahannya dengan Nichola (46), Caspar dikarunia tiga anak: Bluebell (12), Columbus (11), dan Willow (5).

Sebelum memutuskan berlayar, Caspar adalah lelaki-laki paruh baya dengan anak yang nyaris tak pernah ia lihat dan pernikahan yang hampir karam.

“Kami mengalami masa-masa sulit,” ujar Caspara, sekarang 45, kepada The Post tentang hubungannya dengan istrinya.

“Tekanan uang, pekerjaan, dan anak-anak sedang memburu kami.”

Kemudian, secercah ide liar tiba-tiba muncul: pergi meninggalkan London dan bergabung dengan ARC Flotilla melakukan perjalanan melintasi samudera.

ARC Flotilla adalah sebuah armada dengan 200 hingga 300 kapal yang punya kegiatan tahunan bernama Atlantic Rally for Cruisers.

Pada 2009 mereka memutuskan untuk menempuh ide itu.

Saat itu mereka bahkan belum mempunya kapal sendiri, tetapi Caspar percaya diri. Ia menandai 1 Agustus 2014 sebagi hari keberangkatan mereka.

Empat tahun menimbang-nimbang rasanya sudah sangat cukup bagi mereka menyimpan uang.

(Baca juga: Misteri Kapal Mary Celeste yang Berlayar Sendiri dan Nasib Awaknya yang Entah Berada di Mana)

Untuk menutupi biaya kapal, serta akomodasi, pemeliharaan, persediaan, ditanggung semua oleh ARC.

“Banyak orang bilang, Anda harus bekerja dulu untuk dapat mewujudkan mimpi itu,”tulis Caspar dalam buku itu.

“Kami membuat keputusan untuk mewujudkan mimpi kami terlebih dahulu dan kemudian mengumpulkan pundi-pundi.”

Saat itu, punya bisnis konsultasi, sementara Nichola adalah seorang pengacara yang bekerja paruh waktu.

Perahu layar yang mereka inginkan seharga antara 500 ribu dolar AS-750 ribu dolar AS.

Setelah mendapatkan bekal kesehatan dan keselamatan dari kolega-kolega terdekatnya, Caspar dan keluarga membeli Aretha, sebuah perahu layar 53 kaki.

Pada Agustus 2014, perjalanan dimulai, bersama koper dan mobil yang baru saja dijual.

Jiangkrik, akhirnya ini terjadi juga,” ujar Caspar pada diri sendiri.

Selama dua tahun berikutnya, keluarga Craven berlayar tanpa henti ke seluruh dunia, menjelajahi pulau-pulau di Pasifik Selatan dan mengunjungi Australia, Afrika Selatan, dan Brasil.

(Baca juga: Bukan Lewat Perahu, Para Imigran Ilegal Ini Diselundupkan dengan Masuk ke Dalam Truk Pengaduk Semen)

Anak-anak belajar dengan cara homeschooling, juga belajar menjadi bagian dari kru kapal.

Columbus menemukan hasrat dalam memancing dan mendirikan sebuah toko kecil. Bulebell tumbuh rasa tanggung jawabnya dan suka menemani ayahnya cangkruk melihat malam.

Bagi Caspar yang adalah pelaut yang sudah berpengalaman—sebelum perjalanan ini ia tempuh—pengalaman yang ia hadapi kali ini benar-benar nyata.

Nichola menderita mabuk laut. Ia juga harus menghadapi saat-saat menakutkan seperti ketika Bluebell yang berjuang melawan Demam Berdarah, atau ketika kapal mogok di tengah Pasifik, yang jauhnya 500 mil dari daratan.

Setelah pelayaran tersebut, Craven bilang bahwa anak-anaknya—yang sekarang sudah sekolah di London—menjadi sosok yang lebih penasaran, percaya diri, dan lebih dekat dengan orangtua mereka.

“Ini mungkin hal yang paling aku banggakan,” tambahnya mengenai pengalaman berpetualang itu.

“Dengan melakukan itu, kami benar-benar mengubah hubungan kami. Berlayar ke seluruh dunia telah menyelamatkan pernikahanku.”

(Baca juga: Sejarah Kelam Pulau Poveglia yang Misterius: Dari Tempat Pengasingan hingga Kehancuran Rumah Sakit Jiwa!)