Sejarah Mencatat Banjir Tokyo Lebih Parah Dari Jakarta, Sampai Pernah Mengalami Penurunan Daratan Mencapai 365 Meter, Apakah Gorong-Gorong Tokyo Setara Rp 30 Triliun Itu Bisa Ditiru Indonesia?

May N

Penulis

Tokyo pernah mengalami bencana banjir lebih parah akibat penurunan daratan seperti halnya Jakarta, tetapi cara mereka apakah dapat digunakan?

Intisari-online.com -Jakarta kembali mengalami banjir di tahun 2020 ini.

Banjir ini terjadi pada Rabu (1/1/2020) pagi setelah Jakarta dan sekitarnya diguyur hujan lebat pada Selasa (31/12/2019) sore.

Dilansir dari Kompas.com, menurut Ahli Hidrologi dan Dosen Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) M. Pramono Hadi, penyebab utama dari banjir ini adalah hujan yang merata dan jumlahnya banyak.

Namun tahukah Anda bahwa tanah Jakarta turun 4 meter dalam 40 tahun dan bahkan telah diprediksi akan jadi kota pertama di dunia yang tenggelam?

Baca Juga: 8 Tanda Kesehatan Bisa Dilihat dari Kondisi Bibir, Salah Satunya Bibir Pecah-pecah, Yuk Jangan Dibiarkan Saja!

Laporan dari Organisation for Economic and Cooperation Development (OECD) dalam Green Growth Policy Review (GPPR) 2019 menyatakan bahwa permukaan tanah area-area pesisir Jakarta turun empat meter dalam waktu 40 tahun terakhir.

"Penurunan akibat ekstraksi air tanah yang berlebihan dan subsidensi lahan," tulis koordinator studi Eija Kiiskinen dan Britta Labuhn.

Rupanya, kondisi Jakarta pernah dialami oleh ibu kota Jepang, Tokyo pada tahun 1900 silam.

Saat itu Tokyo mengalami penurunan daratan 365 meter tapi pemerintah Jepang dengan aturan ketat dan revolusi pembangunan mereka berhasil menghentikan penurunan itu.

Baca Juga: Korban Banjir Jakarta Semakin Banyak, Bayi Ini Nyaris Menjadi Korban Seperti Ibunya Jika Tidak Diselamatkan Warga, Kondisinya Bikin Ngeri

Sama seperti Tokyo, Jakarta ada pada titik balik dan sudah seharusnya kita berkata "Alam tidak akan lagi menunggu".

Dilansir dari Kompas.com, Tokyo berhasil terlindungi dari banjir dengan pembangunan luar biasa.

Sebuah sistem bendungan, saluran air dan terowongan menjadi pelindung ibu kota Jepang

Cecilia Tortajada ingat saat dia menuruni tangga yang panjang menuju salah satu kecanggihan teknik di Jepang, sebuah tangki air raksasa yang merupakan pertahanan utama Tokyo melawan banjir.

Baca Juga: Menang Lotere Rp18 Miliar, 10 Tahun Kemudian Penampilan Wanita Ini Sangat Glamour, Tapi Akhirnya dia Malah Menyesalinya Karena Hal Ini

Saat mencapai dasar tangki tersebut, dia berada di antara belasan pilar seberat 500 ton yang menahan langit-langit.

Di rongga saluran air yang seperti kuil itu, dia merasa begitu kecil. "Anda menjadi bagian kecil di sistem yang sangat besar ini," kata Tortajada, seorang pakar manajemen air di Institute of Water Policy di Lee Kuan Yew School of Public Policy di Singapura.

"Anda tersadar betapa siapnya Tokyo".

Jika Jepang adalah tujuan utama untuk studi pengelolaan bencana dan risiko, maka tempat ini adalah salah satu tujuan pentingnya.

Baca Juga: Tak Sekadar Hewan Penghibur Vladimir Putin, Lumba-lumba adalah Kekuatan Militer 'Mematikan' Bagi Rusia, Begini Cara Mereka Bekerja

Katedral banjir ini tersembunyi 22 meter di bawah tanah sebagai bagian dari Metropolitan Area Outer Underground Discharge Channel (MAOUDC), sistem terowongan sepanjang 6,3km dan ruang-ruang silindris yang melindungi Tokyo Utara dari banjir.

Dalam beberapa dekade terakhir, ibu kota Jepang itu telah menyempurnakan cara mereka menghadapi hujan topan dan sungai yang bisa bergejolak; sistem perlindungan banjirnya yang rumit adalah sebuah keajaiban dunia.

Tapi masa depan, dengan perubahan iklim dan perubahan pola hujan, menjadi sulit ditebak.

Upaya Tokyo melawan banjir sudah dilakukan sejak lama.

Baca Juga: Disorot Dunia Sebagai Kota Paling Potensial Tenggelam, Beginilah Skenario Gila Untuk Menyelamatkan Jakarta yang Butuh Biaya Hingga Rp555 Triliun

Kota ini terletak di perlintasan lima aliran sungai dan belasan sungai-sungai kecil yang permukaannya naik setiap musim.

Urbanisasi yang intens, industrialisasi dalam skala cepat dan pengambilan air yang tak hati-hati menyebabkan ada area-area yang amblas dan membuat kota ini semakin rapuh.

"Saya tidak tahu siapa yang meletakkan Tokyo di situ," kata Tortajada, yang sudah bekerja di manajemen pengairan selama lebih dari dua puluh tahun, setengah bercanda.

Meski Jepang telah berabad-abad berhadapan dengan banjir, sistem yang dimiliki Tokyo sekarang baru terbentuk setelah perang.

Baca Juga: 5 Banjir Bandang Paling Mematikan dalam Sejarah yang Renggut Nyawa Jutaan Orang dan Sebarkan Penyakit Menular, Ada yang Berlangsung 6 Bulan

Taifun Kathleen menyerang pada 1947, menghancurkan sekitar 31.000 rumah dan menewaskan 1.100 orang; satu dekade kemudian, Taifun Kanogawa (atau yang dikenal dengan Ida) menghancurkan kota itu dengan 400mm hujan dalam seminggu. Jalanan, rumah dan toko serta kantor terendam.

Setelah kehancuran dan kekacauan itu, pemerintah Jepang pun meningkatkan komitmen keuangan mereka.

"Bahkan pada 1950 dan 1960-an, saat Jepang tengah berusaha bangkit dari perang, pemerintah telah menginvestasikan sekitar 6-7 persen dari anggaran nasional untuk bencana dan pengurangan risiko," kata Miki Inaoka, pakar bencana di Japan International Cooperation Agency (JICA).

Perencana kota di Tokyo harus mempertimbangkan berbagai sumber banjir.

Baca Juga: Pantas Rakyat Jepang Sampai Geram, Turis Indonesia Ini Bikin Malu Seluruh Rakyat Indonesia Setelah Buat Kereta Peluru Shinkansen di Jepang Terlambat Berangkat Lebih Dari 10 Menit

Jika hujan deras terjadi di hulu, maka sungai akan bertambah deras dan merendam kawasan perkotaan di hilir.

Atau jika hujan terjadi di kota, maka sistem pembuangan air akan kesulitan menanganinya, atau mungkin ada tsunami yang mengancam kawasan pesisir.

Tapi bagaimana jika gempa menghancurkan bendungan atau saluran air?

Setelah perencanaan beberapa dekade dan pembangunan nonstop, kini Tokyo memiliki belasan bendungan, waduk dan saluran air.

Baca Juga: Satu Bulan Hilang, Pria Ini Ditemukan Rongga Dinding Bangunan Bekas Bank dalam Keadaan Seperti Ini

Jika membelah permukaan tanah kota ini, seperti Anda membelah kue ulang tahun, akan terlihat terowongan bawah tanah yang berdampingan dengan jalur kereta bawah tanah dan pipa gas di seluruh kota.

Saluran Pembuangan Bawah Tanah Kawasan Metropolitan (MAOUDC) dan 'katedral banjir' senilai hampir Rp30 triliun adalah satu satu keunggulan teknik yang paling mengesankan di kota ini.

Sistem ini selesai dibangun pada 2006 setelah pengerjaan 13 tahun, dan merupakan fasilitas pemecah banjir terbesar di dunia, serta bagian dari upaya Tokyo untuk terus-menerus memperbaiki sistem air mereka.

"Fasilitas ini seperti fiksi sains," kata Inaoka dari JICA.

Baca Juga: Tragis, Sudah Direstui Keluarga, Kedua Sejoli Ini Justru Batal Menikah, Rupanya Gagal Mendapat Izin Dari Ninik Mamak Sampai KUA Tidak Mau Menikahkan, Siapa Mereka?

Dia bertugas untuk bekerjasama dengan para pakar dari negara-negara berkembang untuk membagikan keahlian Jepang.

Namun Inaoka juga mengakui bahwa perubahan pola hujan akan menyulitkan infrastruktur Tokyo.

Perubahan iklim akan menyulitkan perencanaan ke depan, katanya. Berdasarkan catatan curah hujan, perencana kota merancang Tokyo bisa menampung 50 milimeter hujan per jam, terutama di wilayah di mana terdapat konsentrasi orang dan properti.

Namun apa yang lima puluh tahun lalu dianggap normal, kini tidak lagi berlaku.

Baca Juga: Tagar #AniesGabisakerja Beredar, Anies Baswedan Tuai Kritikan Akibat Banjir Sampai Fahri Hamzah Sebut Lebih Mudah Diselesaikan Presiden, Seperti Apa?

Di seberang Atlantik, Miami sudah lebih dulu menghadapi ancaman kenaikan permukaan laut di jalan-jalannya.

Di Singapura, Cecilia Tortajada dan pakar lain juga bekerja untuk melindungi negara kota itu dari permukaan air laut yang akan naik beberapa tahun ke depan.

Otoritas Bangunan dan Konstruksi (BCA) baru-baru ini mengadakan penelitian untuk mencari tahu soal kerangka nasional perlindungan pesisir dan langkah-langkah tahunan yang bisa dilakukan.

Tapi semua orang melihat ke Tokyo, dan berusaha memperkirakan bagaimana kota ini menguji sistem pelindungnya untuk menghadapi taifun dan hujan deras di musim panas.

Baca Juga: Banjir Jakarta di Awal 2020: Tanah Jakarta Turun 4 Meter dalam 40 Tahun dan Diprediksi Jadi Kota Pertama di Dunia yang Akan Tenggelam, Simak Penjelasannya

"Jika negara yang sesiap Jepang saja kesulitan, dan Tokyo juga kewalahan, maka kita semua harus berhati-hati," kata Tortajada.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bak Fiksi Ilmiah, Katedral Bawah Tanah Ini Lindungi Tokyo dari Banjir"

Artikel Terkait