Penulis
Intisari-Online.com - Di Jalan Mangga Besar Dalam RT 006 RW 009, Jakarta Pusat, ada satu rumah yang nyaris tak tampak keberadaannya.
Selain berada di dalam gang kecil, rumah berukuran 40 meter persegi itu dikepung proyek bangunan gudang PT Hengtraco Protecsindo.
Ketika melintas di dalam gang itu, rumah milik Lie Yun Bun (50) alias Ko Ayun itu tidak terlihat karena tertutup tembok-tembok tinggi gudang.
Ko Ayun tinggal di rumah itu bersama istri, anak, mertua, dan cucunya. Total tujuh orang yang menempati rumah tersebut.
Dilansir dari Kompas.com, untuk masuk ke rumah Ko Ayun harus melewati batu-batu hebel yang ditumpuk jadi tangga proyek bangunan tersebut.
Tepat di pojok kanan dari akses masuk proyek, rumah Ko Ayun baru dapat terlihat.
Kondisinya menyempil di belakang proyek bangunan itu.
Hanya rumah Ko Ayun yang satu-satunya ada di sana.
Pintu depan rumah Ko Ayun pun sudah tertutup sebagian tembok bangunan, hanya tersisa sekitar puluhan sentimeter yang pas dengan ukuran badan untuk akses keluar dan masuk.
Kini Ko Ayun dan keluarga kesulitan untuk akses keluar dan masuk rumah lantaran rumahnya hampir dikepung PT Hengtraco.
Awal mula rumahnya ditutupi bangunan
Sebelum rumah Ko Ayun terkepung proyek pembangunan PT Hengtraco, lahan tersebut adalah milik Tabani, tetangga Ko Ayun terdahulu.
Saat Tabani dan Ko Ayun bertetangga, keluarga Ko Ayun tak pernah kesulitan mengakses jalan selama 30 tahun tinggal di Jalan Mangga.
Sebab, kala itu di depan rumah Ko Ayun ada jalan setapak yang bisa dilintasi oleh warga untuk keluar gang.
Namun, semua berubah ketika Tabani mengosongkan rumahnya pada 2015.
Kala itu Tabani menjual lahan rumahnya kepada PT Hengtraco.
PT Hengtraco pun kemudian berencana membangun gudang di lahan Tabani.
Bahkan, proyek bangunan gudang itu terancam menutup akses jalan keluar masuk Ko Ayun dan keluarga.
Karena tahu kemungkinan akan menutup seluruh akses rumah Ko Ayun, PT Hengtraco pun sempat menawar rumah Ko Ayun dengan harga Rp 350 juta.
"Ditolaklah, itu tidak wajar. Rumah di Jakarta dengan sertifikat lengkap masa ditawar hanya Rp 350 juta, rugi dong," ujar Sandry, menantu Ko Ayun, Selasa (10/12/2019).
Lalu, lanjut Sandri, mertuanya itu pernah ditawarkan pindah ke rumah yang ada di Cilebut, Bogor.
“Padahal, Ko Ayun memiliki sertifikat hak milik rumahnya. Dia enggak mau juga karena banyak cucunya yang masih sekolah di dekat rumah, makanya kami tidak mau untuk pindah,” kata Sandri.
Ko Ayun juga tidak mau menjual rumahnya lantaran rumah itu adalah rumah peninggalan keluarga Ko Ayun secara turun-temurun.
Rumah itu punya kenangan sendiri baginya, apalagi ia sudah tinggal di rumah itu sebelum Ko Ayun menikah.
Layangan surat ancaman agar Ko Ayun pindah
Karena keluarga Ko Ayun tak bersedia untuk pindah, PT Hengtraco lalu melayangkan surat ke Ko Ayun yang berisi ancaman agar keluarga Ko Ayun angkat kaki dari rumahnya dan keluar dari rumah Ko Ayun sendiri.
Meski begitu, keluarga Ko Ayun tetap bertahan.
Hingga akhirnya, ada tiga orang laki-laki berbadan besar membawa dokumen menghampiri istri Ko Ayun yang saat itu hanya dengan cucu-cucunya.
Adapun istri Ko Ayun tidak lancar membaca dan menulis.
Dokumen yang dibawa laki-laki itu berisi kesepakatan pihak Ko Ayun soal akses jalan menuju rumahnya bukan tanah pribadi Ko Ayun ataupun akses umum.
“Ya dipaksa namanya kalau ada tiga orang laki-laki berbadan besar terus minta mertua saya tanda tangan. Mereka bilang kalau tidak mau menandatangani, laki-laki ini tidak mau pergi," ucapnya.
Akhirnya istri Ko Ayun bersedia meneken dokumen itu. Setelah selang beberapa saat surat itu ditandatangani, proyek bangunan depan rumahnya itu pun kemudian mulai dikerjakan dan menutupi akses keluar masuk rumahnya.
Sempat mediasi agar akses jalan dibuka Keluarga Ko Ayun bahkan sempat mediasi bersama pengelola PT Hengtraco, RT, dan lurah setempat terkait permintaannya membangun jalur akses keluar masuk untuk rumahnya.
Namun, hal itu tak ditanggapi oleh PT Hengtraco.
Bahkan, pembangunan proyek gudangnya tetap dilanjutkan dan hampir menutupi sebagian besar rumah Ko Ayun.
Sandri berharap pihak PT Hengtraco agar membuatkan akses jalan keluar masuk bagi keluarganya.
“Masa kami harus terbang kalau mau keluar, misalkan bangunannya udah jadi, pasti akan menutupi rumah kami.
Lalu kami lewat mana lagi aksesnya, hanya satu akses kami,” tutur Sandri.
Lalu, bagaimana kasus Kaslan ini dilihat dari sisi hukum? Mari kita simak ulasannya berikut ini.
Tanah Helikopter
Kondisi yang dialami oleh Ko Ayun tersebut kerap dikenal dengan sebutan "tanah helikopter", yaitu suatu kondisi di mana tanah tidak memiliki akses jalan alias terkurung oleh tanah-tanah di sekitarnya.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Pedata), tepatnya pada Pasal 667 dan Pasal 668, bahkan membahasnya secara khusus.
Pasal 667 KUH Perdata:
“Pemilik sebidang tanah atau pekarangan, yang demikian terjepit letaknya antara tanah-tanah orang lain, sehingga ia tak mempunyai pintu keluar ke jalan atau parit umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya supaya memberikan jalan kepadanya melalui pekarangan pemilik tetangga itu, dengan mengganti ganti rugi yang seimbang.”
Pasal 668 KUH Perdata:
“Jalan keluar itu harus diadakan pada sisi pekarangan atau tanah yang terdekat dengan jalan atau parit umum, namun dalam suatu jurusan yang demikian sehingga menimbulkan kerugian yang sekecil-kecilnya, bagi pemilik tanah yang dilalui.”
Berdasakan kedua pasal tersebut, maka pada dasanya Ko Ayun memiliki hak untuk menuntut PT Hengtraco untuk memberikan akses jalan untuk Kaslan.Namun, tentu saja, seperti termuat dalam Pasal 667 KUH Perdata di atas, akses jalan tersebut tidak diberikan serta merta, melainkan melalui pemberian ganti kerugian.
Dengan kata lain, tanah yang dijadikan akses jalan tersebut harus dibeli.
Namun, perlu dicatat bahwa harga yang diberikan oleh PT Hengtraco yang akan dijadikan akses jalan haruslah wajar.
Jika tidak, maka Ko Ayun dapat menempuh jalur hukum melalui gugatan perdata di Pengadilan Negeri.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kisah Pilu Ko Ayun yang Rumahnya Terkepung Bangunan Proyek