Penulis
Intisari-Online.com – Dalam vlog di channel youtube-nya pada 31 Agustus 2019, komika dan juga penulis Raditya Dika, mengaku bahwa dia mengidap penyakit autoimun.
"Halo semua, hari ini kita mau ke Singapura karena gue mau check up setahun sekali untuk penyakit autoimun gue,"katanya.
Ia juga menjelaskan tiap tahun selalu pergi ke rumah sakit yang sama di Singapura untuk pemeriksaan rutin.
"Tiap tahun gue selalu ke Singapura ke rumah sakit yang sama buatcheck up,"ujarnya pada pembukaan vlog.
Lalu kemarin, Selasa (8/10/2019), giliran Ashanty, penyanyi dan istri Anang Hermansyah yang mengaku juga menderita penyakit autoimun.
Hal tersebut Ashanty tuturkan dalam unggahannya di akun Instagram pribadinya, @ashanty_ash.
Dari hasil pemeriksaan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Ashanty dinyatakan menderita penyakit autoimun.
"Diagnosa awal kaget banget, aku kena ‘auto immune’???????? sesuatu yg ngga pernah saya bayangkan, denger nya aja serem.. googling aja tadi ngeri2 banget.." tulis Ashanty.
Karena kondisinya sudah diketahui lebih dulu, Ashanty langsung mendapat penanganan dokter.
Dalam tiga hari ke depan, Ashanty akan mendapatkan hasil lebih akurat terkait pemeriksaan yang ia jalani.
Mengapa pasien autoimun semakin banyak?
Perlu Anda tahu bahwa penyakit autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh membuat antibodi dan sel-sel kekebalan yang menyerang jaringan tubuh kita sendiri.
Gejala yang paling lazim adalah inflamasi. Biasanya inflamasi ini berwujud mulai dari masalah perut hingga kemerah-merahan di kulit.
Faktanya, saat ini penyakit autoimun semakin banyak.
Review literatur baru-baru ini menyimpulkan tingkat kejadian penyakit-penyakit autoimun rematik, endokrinologi, gastrointestinal dan neurologi meningkat antara 4-7 persen setiap tahun, dengan peningkatan terbesar di penyakit celiac, diabetes tipe 1, myasthenia gravis (kelelahan otot cepat).
"Peningkatan terbesar terjadi negara-negara belahan utara maupun selatan," ujar Geoff Rutledge, dokter asal California dan kepala bagian medis Health Tap seperti dilansir dari kompas.com pada 2016 silam.
Tetapi, peningkatan penyakit itu memang benar-benar terjadi atau karena dokter lebih teredukasi akan gejala dan tandanya, sehingga mampu mendiagnosa lebih efektif?
Dr Rutledge mengatakan keduanya bisa terjadi.
"Benar bahwa kami memperluas definisi penyakit autoimun.”
“Semakin banyak masyarakat mengenal penyakit ini, lebih banyak lagi yang terdiagnosa.”
“Kami pun memiliki lebih banyak lab yang mendeteksi kondisi autoimun yang belum simptomatik," katanya.
Ia pun menunjuk kombinasi faktor-faktor yang menyebabkan seseorang didiagnosa penyakit autoimun.
Seseorang memiliki kecenderungan penyakit autoimun seperti Crohn's, lupus atau rhematoid arthritis karena faktor genetika.
Jika orang itu terkena infeksi virus, tubuh mengeluarkan reaksi imun dan timbul penyakit autoimun.
Rutledge mengatakan, faktor-faktor lingkungan pun berperan menambah jumlah penyakit ini.
Baca Juga: Anak Kembarnya Meninggal Dalam Kandungan, Dokter Sebut Irish Bella Alami Kondisi Langka Ini
Tetapi di sini ia menyebut pemikiran ini masih hipotesis dan dibutuhkan riset untuk membuktikannya.
Faktor lingkungan itu adalah merokok, obat-obatan yang digunakan penyakit lain seperti tekanan darah tinggi, menurut studi yang diterbitkan di Environmental Health Perspectives.
Kendati belum diketahui cara mencegahnya, Dr Rutledge mengatakan banyak dokter percaya mencegah kekurangan vitamin D membantu mencegah diabetes tipe 1, multiple sclerosis, rheumatoid arthritis dan penyakit Crohn's.
Dua pemicu utama penyakit autoimun ini adalah pola makan dan stres berat.
Pola makan yang pantang gluten, gula dan susu dipercaya meringankan penyakit ini.
Ada juga penyakit autoimun yang timbul di usia tertentu, seperti rheumatoid arthritis dan Hashimoto's thyroiditis. Semua orang dapat terdiagnosa penyakit ini di semua tahapan hidupnya.
Saat ini semakin banyak penyakit autoimun terdiagnosa dan hal ini mungkin mendorong penemuan teknologi baru untuk mendeteksi penyakit lebih cepat sebelum berubah jadi lebih parah.
"Para dokter berharap teknologi lebih baik untuk mengidentifikasi dan mengobati gejala penyakit ini secara dini.”
“Seperti mendeteksi antibodi autoimun untuk membantu mencegah gejala minor di awal agar tidak berubah menjadi penyakit autoimun seumur hidup," tegas Rutledge.
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Mengapa Pasien Autoimun Semakin Banyak?")
Baca Juga: Dari Albothyl Hingga Ranitidin, Ini Daftar Obat yang Ditarik BPOM