Find Us On Social Media :

Kenapa Ratusan Pendaki Tewas di Zona Kematian Menuju Puncak Everest yang Tingginya Capai 8.000 Meter Itu?

By Muflika Nur Fuaddah, Minggu, 6 Oktober 2019 | 21:30 WIB

Kenapa Ratusan Pendaki Tewas di Zona Kematian Menuju Puncak Everest?

Kondisi di zona kematian

Namun perlu diingat, jika tubuh terlalu banyak memproduksi hemoglobin maka akan berisiko mengubah darah jadi kental.

Darah yang kental akan sulit dipompa dari jantung ke seluruh tubuh.

Hal ini memicu munculnya stroke dan paru-paru basah, atau dinamakan High Altitude Pulmonary Edema (HAPE).

Gejala HAPE antara lain kelelahan, sesak napas pada malam hari, dan kerap merasa lemah.

Penderita HAPE juga bisa batuk mengeluarkan cairan putih, berair, atau berbusa.

Jika batuk seperti ini cukup parah, bisa membuat tulang rusuk patah.

Seseorang yang menderita HAPE biasanya memiliki napas pendek.

Windsor mengungkap, pendaki yang mengantre di zona kematian, napasnya mirip orang yang sedang sekarat.

Saat seseorang sulit bernapas, artinya sedikit oksigen yang masuk ke dalam aliran darah dan diterima organ seperti otak.

Otak yang tidak cukup mendapat oksigen akan mengalami pembengkakan sehingga membuat mual dan mulai halusinasi.

"Hipoksia (kurangnya sirkulasi oksigen ke organ tubuh, seperti otak) terjadi karena pendaki gagal beradaptasi di zona kematian," ungkap pakar ketinggian Peter Hackett.

Hackett menerangkan, ketika otak tidak mendapat cukup oksigen akan memicu High Altitude Cerebral Edema (HACE).

HACE inilah yang memicu munculnya rasa mual, lelah, sulit berpikir, hingga mengalami halusinasi.

Baca Juga: Di Balik 'Strategi Keamanan Konyol' para Pengawal Kim Jong-Un, Ada Siksaan Tak Manusiawi Termasuk Pencucian Otak yang Harus Mereka Jalani saat Berlatih

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kenapa Ratusan Pendaki Tewas di Zona Kematian Menuju Puncak Everest?"