Find Us On Social Media :

Amelia Yani, Putri Achmad Yani yang 20 Tahun Menyepi di Desa untuk Sembuhkan Trauma Atas Peristiwa G30S: 'Saya Banyak Bergaul dengan Petani'

By Muflika Nur Fuaddah, Minggu, 22 September 2019 | 10:00 WIB

Jend Achmad Yani dan kelurganya

Intisari-Online.com - Siapa yang tidak mengenal sang pahlwan revolusi, Jenderal Achmad Yani?

Tentu rakyat Indonesia sudah tidak asing lagi dengan nama tersebut.

Terlebih lagi, nama Jenderal Achmad Yani diabadikan sebagai jalan-jalan utama disetiap daerah yang ada di Indonesia.

Jenderal Achmad Yani sendiri memiliki putri, salah satunya yakni Amelia Achmad Yani.

Baca Juga: ‘Saya Tidak Takut Mati, Saya Hanya Ingin Melihat Bayi Saya’, Ibu Muda dengan Berat 19 Kg Ini Berhasil Lahirkan Bayinya dengan Berat 1,8 Kg, Ajaib!

Ia telah menceritakan kisahnya mengobati luka batin karena memori peristiwa pembunuhan ayahnya oleh kelompok yang mengatasnamakan Gerakan 30 September (G30S) tahun 1965.

Dilansir dari Tribunnews, kisah yang dibagikan dua tahun lalu ini mengungkapkan bahwa Amelia Yani sempat tinggal lebih dari 20 tahun di sebuah desa kecil untuk menepi dari keramaian kota.

Menurutnya, di desa tersebut, ia dapat berdamai dengan keadaan.

Perjalanan batinnya semakin kaya ketika ia mulai bertemu dengan para anggota keluarga keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berseberangan dengan keluarganya.

Dilansir oleh Kompas.com 10 Oktober 2017 silam, melalui wawancara khusus wartawan Widianti Kamil, Amelia Yani sedang berada di Sarajevo, dalam tugasnya sebagai Duta Besar Indonesia untuk Bosnia-Herzegovina.

Amelia Yani adalah anak ketiga dari delapan putri dan putra almarhum Jenderal Achmad Yani dan almarhumah Yayu Rulia Sutowiryo.

Jenderal Achmad Yani sendiri gugur dalam peristiwa Gerakan 30 September/G30S di Jakarta.

Ingatannya terhadap peristiwa G30S selalu muncul sebagai peristiwa kelam saat memasuki bulan September.

"Seperti sebuah potret yang berjalan," kata Amelia.

Dituturkan olehnya bahwa ia selalu mengadakan tahlilan di mana ia sedang berada.

"Dan, saya sesuaikan, kalau di sini (di Wisma Indonesia), di Sarajevo (Bosnia-Herzegovina), saya sesuaikan tanggalnya dengan di Jakarta, jamnya juga bersamaan.

Kodam (di Jakarta) membuat tahlilan setelah magrib, di sini jam satu (13.00 waktu Sarajevo)," kata Amelia.

Ditanya perihal buku yang ditulis tentang ayahnya dan peristiwa G30S, Amelia menuturkan bahwa tujuannya adalah ingin agar generasi muda belajar dari peristiwa-peristiwa sebelumnya (terutama peristiwa G30S).

"Saya pikir tadinya, anak muda itu banyak yang terkait hal-hal yang negatif. Saya pikir seperti itu,"

Baca Juga: Kisah Anjing-anjing yang Dikurung di Kandang Sempit dan Disiksa untuk Dimasak Hidup-hidup, 200 Anjing Dibantai dalam Sehari di Kamboja