Penulis
Intisari-Online.com- Raja Herlaug dari distrik Namdalen di Central Norway memenuhi keinginan terakhirnya, pada tahun 871 M.
Ia dan sebelas anak buahnya memilih dikubur hidup-hidup di dalam gundukan pemakaman besar di pulau Leka, alih-alih menyerah kepada Raja Harald Fairhair.
Sementara saudara Herlaug, King Rollaug, sebaliknya, memilih untuk mematuhi Raja Harald sebagai penguasa tunggal Norwegia.
Diceritakan bahwa Raja Harald Fairhair telah menaklukkan beberapa raja kecil dan sedang menuju ke utara ke Namdalen.
Baca Juga: Studi Menunjukkan Bahwa Suku Viking Lenyap karena Walrus, Kok Bisa?
Mendengar berita itu, Herlaug ragu dan sadar akan kekuatan pasukannya yang lemah.
Dia juga sadar bahwa dirinya hanya punya dua pilihan, yakni melarikan diri, atau secara sukarela menyerahkan kekuasaan.
Memilih dikubur hidup-hidup
Sebaliknya, Raja Herlaug memilih untuk dikubur hidup-hidup dan sebelas anak buahnya secara sukarela mengikutinya ke gundukan pemakaman.
Baca Juga: 6 Fakta Mengejutkan Bangsa Viking, Salah Satunya Mengubur Mayat dalam Kapal
Raja Herlaug membawa sejumlah besar persediaan daging dan minuman dalam gundukan liang.
Dia bahkan masuk ke dalamnya sendiri, dengan sebelas pengikutnya, dan memerintahkan gundukan itu untuk ditutup.
Sementara King Rollaug, justru pergi menemui Raja Harald, menyerahkan seluruh kerajaan.
Sebagai hadiah, Rollaug ditunjuk sebagai Earl di distrik Namdalen.
Pusat kendali kekuatan perdagangan pantai yang menguntungkan antara Norwegia Utara dan Selatan.
Kehormatan dan Ketamakan
Di akhir tahun 1700-an, tiga terowongan digali ke gundukan pemakaman Raja Herlaug.
Di antara penemuan-penemuan lain, tim penggali menemukan kerangka seseorang bersandar di dinding yang diduga sebagai Raja Herlaug.
Pada awal abad ke-19 kerangka itu dipamerkan, tetapi semua temuan yang dapat memberi kita informasi berharga sayangnya menghilang seiring waktu.
Ada juga sisa-sisa pedang dan banyak tulang binatang.
Kuburan itu mendokumentasikan dengan baik kehormatan yang dipertahankan dan kesetiaan 11 pengikutnya yang gagah berani.
Muflika Nur Fuaddah