Find Us On Social Media :

Sebagian Wilayahnya Jadi Lokasi Ibu Kota Baru, Penajam Paser Utara Tinggalkan Warisan Angkatan Perang Masa Lalu, Ini Kisahnya

By Muflika Nur Fuaddah, Selasa, 27 Agustus 2019 | 20:00 WIB

Penajam Paser Utara Tinggalkan Warisan Angkatan Perang Masa Lalu

Intisari-Online.com - Sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara diketahui  menjadi salah satu lokasi ibu kota baru di Kalimantan Timur.

Sebagian wilayah lainnya berada di Kabupaten Kutai Negara.

Lokasi ibu kota baru di dua kabupaten di Kalimantan Timur ini telah diumumkan Presiden Joko Widodo dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8/2019).

Mari tilik lebih jauh mengenai sejarah dan kisah Kabupaten Penajam Paser Utara.

Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan kabupaten di Kalimantan Timur yang posisinya di antara Kabupaten Pasir, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Balikpapan.

Baca Juga: Disebut Fiktif oleh Sejarawan Ridwan Saidi, Faktanya Kerajajaan Sriwijayalah yang Menjadi Leluhur Kekuatan Maritim Indonesia

Melansir data Badan Pusat Statistik tahun 2018, Penajam Paser Utara memiliki luas wilayah 3.333,06 kilometer pesegi.

Sejarah Penajam Paser Utara

Wilayah Penajam Paser Utara, dulunya merupakan kawasan yang dihuni oleh Suku Paser Tunan dan Suku Paser Balik.

Kedua suku tersebut berinduk dari Suku Paser yang saat ini tinggal di Kabupaten Paser.

Melansir dari situs resmi Kebudayaan Kemendikbud, awal mulanya, kehidupan di Penajam Paser Utara terdiri dari kelompok-kelompok suku yang hidup dengan berpencar.

Baca Juga: Berlayar 8 Jam di Laut Tapi Tak Melihat Air, Pelaut Ini Saksikan Kemunculan Batuan Raksasa Selebar 20.000 Kali Lapangan Sepak Bola

Mereka kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan kecil yang kemudian disebut Kerajaan Adat.

Ketika itu, mata pencaharian masyarakatnya secara turun temurun adalah sebagai nelayan dan petani.

Adapun, Kerajaan adat yang mereka bangun berada di sekitar sungai dan teluk di kawasan Penajam.

Beberapa Kerajaan Adat di lokasi Penajam pada zaman dahulu di antaranya:

Baca Juga: 20 Sapi Mati Ditabrak Kereta Api, Mereka Diduga Telah Mengembara Sejauh 8 Kilometer Sebelumnya

Di antara Kerajaan Adat tersebut, hanya Pemerintah Adat Suku Balik yang menjadi bagian kerajaan besar Kutai Kartanegara.

Sisanya, menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Paser.

Seiring berjalannya waktu, bagian dari Kerajaan Paser lambat laun menghilang karena memilih bergabung dengan kerajaan besar.

Baca Juga: Menembus Hingga 12 km ke Dalam Perut Bumi, Inilah Lubang Paling Dalam yang Ada di Planet Ini, Apa Gunanya?

Banyak dari kerajaan-kerajaan kecil tersebut yang akhirnya kisahnya hanya tertinggal sebagai legenda yang hidup di masyarakat.

Penajam Paser Utara secara administratif merupakan suatu wilayah otonomi.

Namun, secara budaya, Penajam Paser Utara sangat erat keterikatannya dengan Kutai Kartanegara.

Hal tersebut karena keberadaan wilayah Penajam paser Utara yang disebut Balikpapan Seberang sempat menjadi bagian dari Kutai Kartanegara.

Pada 1942, Penajam Paser Utara beralih menjadi bagian dari Kabupaten Paser.

Pada 10 April 2002, kabupaten ini kemudian memekarkan diri menjadi kabupaten otonomi bernama Kabupaten Penajam Paser Utara.

Baca Juga: Ibu Kota Pindah, Apa yang Akan Terjadi Dengan Jakarta? Ini Jawaban Anies Baswedan

Angkatan perang masa lalu

Peninggalan masa lalu dari Penajam Paser Utara adalah keberadaan meriam, bedil, senjata, dan mesiu.

Hal tersebut tidak terlepas dari adanya angkatan laut masa lalu di Kerajaan Paser.

Dalam catatan Raja-Raja Paser, Tunan lebih dikenal sebagai Tanjung Jumlai.

Keberadaan Tunan menjadi bagian penting dari Kerajaan Paser kala itu.

Oleh karena itu, tak heran jika wilayah yang dihuni oleh Suku Tunan tersebut dilengkapi armada perang untuk mengamankan sisi utara Kerajaan Paser.

Keberadaan armada perang tersebut dilengkapi pula oleh keberadaan angkatan laut Kerajaan Paser yang tak lepas dari peran bangsawan Bugis Sulawesi Selatan, Petta Saiye.

Baca Juga: Pemuda 24 Tahun Ini Rela Nikahi Janda 50 Tahun, Rupanya Kepincut Gara-gara Hal Ini

Dalam tugasnya, Petta Saiye membuat kapal perang dengan memodernisasi kapal perang Sultan Sulaiman Alamsyah.

Ia dibantu 4 orang tenaga ahli beserta 50 orang pekerja biasa.

Kepada Petta Saiye, Sultan memerintahkan untuk mengisi kapal dengan berbagai senjata perang.

Cara mendapatkan senjata itu dilakukan dengan cara jual beli zaman dahulu, yakni menggunakan sistem barter berupa pertukaran dengan rotan, getah wingkang, getah ketiau, dan emas.

Saat pencarian senjata tersebut, Petta Saiye yang awalnya berharap akan mendapatkan senjata di Perairan Sulawesi Selatan mendapatkan informasi bahwa Kapal Portugis yang biasanya menyediakan senjata telah jarang masuk ke wilayah tersebut.

Petta Saiye selanjutnya meneruskan pencarian senjata menuju ke Pulau Timor yakni di Negeri Delly.

Baca Juga: Polisi Dibuat Ketakutan Ketika Bongkar Rumah Pedofil, Temukan Mayat dan Altar Ritual Agama Aneh Ini

Di sana, ia menjalin hubungan dagang dengan pengusaha Portugis bernama Dacosta.

Untuk mengabulkan transaksi senjata yang ia harapkan, Dacosta memberikan syarat bersedia menukar senjatanya, dengan catatan pertukaran dilakukan di Negeri Delly untuk menghindari intervensi dari pihak Belanda.

Petta Saiye setuju. Kemudian, ia membawa kapal layar berisi muatan barang yang diperlukan untuk transaksi, hingga kemudian berhasil mendapatkan meriam, bedil, senjata, dan mesiu.

Senjata-senjata tersebut kemudian ditempatkan di beberapa tempat yakni Tanjung Jumlai Jaya di Desa Tanjung yang saat ini masuk ke dalam administrasi Penajam Paser Utara.

Adapun panglima perang yang ditugaskan di sana adalah Aden Segara.

Peninggalan budaya yang bersisa di antaranya makam, masjid, serta rangka bangunan, meriam, dan bungker.

Baca Juga: Diminta Bacakan Teks Proklamasi oleh Soekarno, Tan Malaka Malah Menolak dengan Jawaban yang Sangat 'Negarawan'

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejarah Masa Lalu Penajam Paser Utara, dari Kisah Dua Suku Paser hingga Kerajaan Adat"