Find Us On Social Media :

Inilah para Pahlawan Tanpa Makam di Indonesia, dari Pattimura hingga Tan Malaka

By Tatik Ariyani, Jumat, 16 Agustus 2019 | 16:15 WIB

Ada tujuh kriteria untuk menentukan seseorang berhak menerima gelar Pahlawan Nasional.

Sejarawan Belanda, Harry Poeze berdasarkan hasil penelitian selama bertahun-tahun dengan riset kepustakaan dan serangkaian wawancara di Jawa Timur menyimpulkan, Tan Malaka ditembak di Desa Selopanggung, kaki Gunung Wilis, Kediri.

Oleh sebab itu dilakukan  penggalian di sana tanggal 12 November 2009. Semula diperkirakan hasilnya sudah bisa diperoleh dalam dua-tiga minggu. Namun terjadi keterlambatan karena kesulitan mendapatkan hasil di Jakarta sehingga sampelnya terpaksa diperiksa di Australia. Namun ini temyata belum membuahkan kesimpulan.

Tanggal 8 Maret 2010 diumumkan laporan penyelidikan tes DNA kerangka jenasah yang diduga Tan Malaka, di Jakarta, setelah tertunda sekian lama. Tim Identifikasi Tan Malaka terdiri atas dua dokter spesialis forensik Djaja Surya Atmadja dan Evi Untoro serta dokter gigi Nurtamy Soedarsono (ahli odontologi forensik).

Pada kedalaman 2 m mereka menemukan sebuah kerangka, tanpa rambut, terbaring dalam posisi miring menghadap ke barat, dengan kedua lengan bawah tersilang ke belakang. Di sekitar leher, tungkai maupun lengan tidak didapatkan tali maupun bahan pengikat lainnya.

Baca Juga: Cerita Unik di Balik Tiga Foto Suasana Proklamasi Kemerdekaan yang Kerap Muncul dalam Buku Sejarah

Kerangka dalam keadaan rapuh, sebagian besar tulang kecil sudah tidak ada lagi, tulang-tulang panjang hanya ada bagian tengahnya saja, rapuh, dan bagian sumsumnya berisi akar dan tanah.

Sebelumnya, dari pihak keluarga diperoleh keterangan bahwa Tan Malaka tidak merokok, mempunyai gigi geraham yang terbuat dari emas tetapi tidak jelas geraham yang mana.

Tidak lama sebelum meninggal ia pernah ditembak tungkainya (tak jelas apakah tungkai kanan atau kiri), sehingga Tan Malaka agak pincang. Ia juga mengidap penyakit paru menahun, yang ditandai dengan adanya riwayat sesak napas.

Pemeriksaan antropologi forensik menunjukkan kerangka tersebut seorang laki-laki, ras Mongoloid, tinggi badan 163 - 165 cm, dikubur secara Islam, tanda patah tulang tidak jelas.

Pemeriksaan odontologi forensik terhadap rahang dan gigi geligi menunjukkan kerangka adalah seorang laki-laki, ras Mongoloid, usia 40 - 60 tahun, atrisi berat pada semua permukaan gigi depan, dan ada riwayat pernah sakit gigi.

Baca Juga: Perjuangan Mendur Bersaudara Abadikan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Bohong Pada Jepang Hingga Manjat Pohon