Penulis
Intisari-Online.com - Setiap anak yang dilahirkan menjadi harapan setiap orangtua untuk bisa menjadi sosok yang dibanggakan.
Sehingga orangtua melakukan berbagai usaha agar anak-anak mereka menjadi pribadi yang mampu bersaing.
Namun beberapa orangtua terkadang terkesan terlalu memaksakan dan memberikan tekanan berlebihan pada anak-anaknya dalam pendidikan hingga membuat mereka depresi.
Seperti kasus tragis yang dialami gadis belia yang dikenal sangan cerdas yang mengalami depresi sehingga nekat membunuh orangtua sendiri.
Baca Juga: Heboh, Pagi Ini Banyak Nasabah Bank Mandiri Klaim Saldo Rekening Berkurang Bahkan Sampai Nol, Ini Jawaban Bank Mandiri
Dilansir Elitereaders, sebuah kasus tragis merenggut nyawa orangatua seorang gadis bernama Jennifer Pan.
Sang ibu tewas, dan ayahnya nyaris tewas oleh percobaan pembunuhan.
Yang membuat miris, dalang perencanaan pembunuhan ini tak lain adalah Jennifer sendiri.
Gadis yang terkenal jenius ini nekat menghabisi nyawa orangtuanya karena depresi dituntut terus menjadi anak berprestasi di sekolah.
Baca Juga: Rekam dan Edarkan Adegan Pemenggalan 2 Turis Wanita, 3 Militan ISIS Akhirnya Dihukum Mati
Jennifer Pan dikenal sebagai 'anak emas' di mata orangtuanya.
Ia siswa berprestasi selama menempuh studi di SMA Katolik, dan dengan mudah lulus sebagai sarjana Farmasi dari Universitas Toronto Kanada yang dikenal sebagai kampus favorit.
Orangtua Jennifer adalah pengungsi asal Vietnam, dan di perantauan mereka di Kanada mereka harus bekerja keras sebagai buruh untuk menghidupi dua buah hati mereka.
Inilah alasan kedua orangtua Jennifer memiliki harapan yang sangat tinggi agar putrinya tersebut bisa belajar dengan giat, bahkan harus berprestasi dalam bidang pendidikan yang ditempuhnya.
Baca Juga: ‘Hargai Perjuangan Istrimu’, Pesan Pilu Seorang Dokter Setelah Menyaksikan Pasiennya Meninggal Saat Melahirkan
Kedua orangtuanya sangat menghargai pendidikan.
Mereka juga orangtua yang disiplin, cenderung keras, bagi Jennifer dan adiknya, Felix, Jennifer adalah anak istimewa dan menjadi kebanggaan orang tua.
Jennifer disiplin mengikuti les piano dan skating, dan menguasai keduanya dengan sangat baik.
Jennifer juga berlatih bela diri dan perenang yang baik.
Baca Juga: Nunung dan Narkoba: Ada Rasa Sakit dan Terasing di Balik Lucunya para Pelawak, Wujud Jalinan 'Mesra' Antara Komedi dan Tragedi
Dan di luar kegiatan ekstrakulikuler, ia adalah pelajar teladan yang tekun belajar hingga larut malam.
Pesta dan pacaran menjadi hal terlarang di rumahnya. Pendidikan adalah segalanya.
Miris, di balik semua hal mengesankan itu, tersembunyi kebohongan, kebencian, dan dendam yang kemudian menjurus pada tindakan mengerikan yang menghancurkan keluarga dan diri Jennifer: pembunuhan sadis.
Segala harapan orangtuanya ternyata membuat Jennifer merasa tertekan.
Saat di kelas 8, prestasi belajar Jennifer mulai drop.
Ia tak lagi antusias belajar, dan nilai mulai anjlok, perlahan kepercayaan dirinya menurun.
Untuk menutupinya, Jennifer mulai berbohong hingga kebohongan menjadi kebiasaannya.
Baca Juga: Nunung Pakai Narkoba untuk Tingkatkan Stamina: Bukan dengan Narkoba, Ini 5 Cara Efektif Tingkatkan Stamina
Dan gadis itu pun menjalani kehidupan ganda yang penuh kepalsuan dan penipuan.
Orangtua Jennifer mengira, putrinya adalah murid teladan, pelajar kelas "A".
Namun, nyatanya ia hanyalah kelas "B".
Mendapatkan nilai B masih lumayan bagi siswa lain, namun, di keluarga Jennifer merupakan itu aib.
Untuk menutupinya, Jennifer memalsukan raportnya, menutupi ketidakmampuannya.
Meski demikian, nilainya masih lumayan, ia pun diterima di Ryerson University di Toronto.
Namun, tak jadi mendapatkannya, gara-gara gagal dalam mata pelajaran kalkulus di akhir masa studinya.
Tak ingin mengecewakan orangtuanya, perempuan berkacamata itu berpura-pura kuliah.
Baca Juga: Usai Menyembelih Babi, Pria Ini Mendadak Kaya Setelah Temukan Benda Aneh Berbulu Ini, Harganya Rp56 Miliar
Ia mengaku akan belajar sains selama 2 tahun di Ryerson University, sebelum melanjutkan kuliah di jurusan farmasi di University of Toronto yang terkemuka.
Jennifer mengumpulkan buku-buku bekas, berbohong bahwa ia mendapatkan beasiswa sehingga orangtuanya tak curiga mengapa mereka tak pernah dimintai uang untuk membayar kuliah.
Tiap pagi Jennifer pamit kuliah pada orangtuanya. Namun, bukannya menuju kampus, ia pergi ke sebuah perpustakaan.
Tiba saat wisuda, gadis berambut hitam itu kembali berbohong dengan mengatakan, undangan yang dibagikan pada pihak orangtua terbatas.
Gara-gara ketahuan berbohong, orang tua Jennifer semakin bersikap keras.
Kebohongan itu berjalan lancar, hingga suatu ketika Bich dan Hann curiga dengan perilaku putri mereka.
Keduanya pun menguntit Jennifer yang mengaku bekerja di sebuah rumah sakit.
Saat dusta itu terungkap, tak hanya hati orangtuanya yang hancur.
Baca Juga: Bukannya Panik, Wanita Ini Malah Sibuk Dandan saat Akan 'Diciduk' Polisi, Petugas: Dik, Ini Bukan Mau Ke Pesta
Jennifer pun makin tertekan, Bich dan Hann makin keras pada putrinya yang kala itu berusia dewasa.
Telepon genggam dilarang, komputer menjadi barang haram, Jennifer pun tak boleh berkencan dengan kekasihnya Daniel Wong.
Bahkan, odometer atau penunjuk jarak pada mobil selalu dipantau.
Jennifer diperintahkan melanjutkan pendidikannya.
Pengawasan ketat pun diberlakukan pada perempuan dewasa itu.
Daniel kemudian memutuskan hubungan. Itu menjadi titik krisis baginya.
Setelah putus, Jennifer dekat dengan pria bernama Andrew Montemayor, teman sekolahnya saat SD.
Ia pun mulai berpikir bagaimana untuk lepas dari segala tekanan.
Bersama Montemayor dan teman sekamar kekasih barunya itu, Ricardo Duncan, mereka merancang sebuah plot.
Namun, apa yang mereka rancang hanya sekadar rencana hingga hubungan mereka bubar.
Baca Juga: Meskipun Enak, 10 Jenis Makanan Ini Justru Bisa Menurunkan Daya Ingat
Jennifer pun dekat lagi dengan Daniel. Mereka berencana untuk menyewa tukang pukul.
Untuk memberi pelajaran pada "orangtua yang dianggap terlalu mengekang".
Jennifer mendapatkan ponsel baru dari Daniel, juga kontak ke seorang pria bernama Lenford "Homeboy" Crawford yang meminta duit 10 ribu dolar Kanada untuk mengerjai orangtua perempuan itu.
Entah bagaimana awalnya, rencana itu menjadi plot pembunuhan.
Merasa itu kelewatan, Daniel mundur.
Suatu malam pada tahun 2010, Jennifer memutuskan untuk mengeksekusi rencananya.
Kala itu, jarum jam menunjuk ke pukul 22.00. Crawford, Mylvaganam, dan pria ketiga bernama Eric Carty memasuki pintu depan rumah target. Mereka semua membawa senjata.
Baca Juga: Hampir Meninggal Akibat Perdarahan Pascapersalinan, Ibu Ini Diselamatkan oleh Bayinya: Ini Penyebab Ibu Alami Perdarahan Pascapersalinan
Bich dan Hann dipaksa turun ke lantai bawah. Kepala mereka ditutupi selimut.
Sang ayah, Hann ditembak 2 kali, salah satunya di bagian muka.
Sementara ibunya, Bich ditembak 3 kali di kepala dan tewas seketika.
Ajaibnya, Hann selamat dan mengingat semua yang terjadi pada momentum mengerikan itu.
Pada 2014, pengadilan atas kasus tersebut digelar.
Baca Juga: Berkat Aksi Menteri Susi Tenggelamkan Kapal, Stok Ikan Indonesia Meningkat 71,78 Persen
Saat vonis bersalah dijatuhkan, Jennifer tak menunjukkan emosinya. Datar. Namun, saat awak media meninggalkan ruang sidang, ia menangis dan gemetar tak terkendali.
Dengan dakwaan tingkat pertama, Jennifer divonis seumur hidup, tanpa kesempatan mengajukan pembebasan bersyarat selama 25 tahun.
Ia berusia 28 tahun saat duduk sebagai pesakitan.
"Dan untuk dakwaan percobaan pembunuhan terhadap ayahnya, ia juga divonis menerima hukuman seumur hidup, yang akan dijalani secara bersamaan." Carty, Mylvaganam, dan Crawford masing-masing menerima hukuman serupa.
Baca Juga: Mengeluh Sakit Perut, Ternyata Ada 33 Benda dari Obeng hingga Pisau cukur dalam Perut Pria Ini, Kok Bisa?
Artikel ini telah tayang di Tribunsumsel.com dengan judul Miris, Gadis Jenius Ini Bunuh Orangtuanya Karena Depresi Dituntut Harus Berprestasi