Penulis
Intisari-Online.com – Ada banyak kisah tentang bagaimana orangtua mau melakukan apa saja untuk anak-anak mereka.
Seperti rela makan sedikit, agar anak mereka makan banyak.
Hal tersebut membuktikan bahwa cinta antara orangtua kepada anaknya tentu tak terhingga.
Namun sama halnya dengan orangtua, cinta anak kepada orangtua mereka juga tak terhingga. Dan kisah di bawah ini bisa menjadi contoh.
Baca Juga: Tak Hanya Mematikan, Ternyata Rokok Jadi Salah Satu Penyebab Kemiskinan di Indonesia
Perkenalkan, namanya Naga Putra Wicaksana.
Dilansir dari kompas.com pada Senin (15/7/2019), Naga merupakan siswa kelas 3 dan bersekolah di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Blimbing 5, Kota Malang.
Layaknya siswa yang menduduki kelas baru, raut wajahnya terlihat bahagia.
Sesekali, ia berkejar-kejaran dengan teman-temannya. Tak terlihat beban hidup yang tengah dihadapinya.
Namun, luka di pelipis kanannya masih membekas. Sebuah luka yang disebabkan oleh kecelakaan.
Kecelakaan itu pula yang menyebabkan Naga harus mandiri dan merawat sang ibu yang lumpuh.
Kecelakaan itu terjadi pada 30 April ketika Naga ikut ibunya, Siti Aisyah (33), yang ingin berkunjung ke rumah saudaranya di Bondowoso.
Namun, sesampainya di Situbondo, Aisyah yang mengendarai motor rental mengalami kecelakaan. Motor itu hilang kendali dan menabrak motor pikap yang ada di depannya.
Akibatnya, Aisyah mengalami patah tulang di bagian paha dan tangan kirinya. Patah tulang itu meyebabkannya lumpuh.
Aisyah hanya bisa berbaring di sebuah kamar kos di Jalan Borobudur, Gang IV, Kelurahan Blimbing, Kota Malang.
Sedangkan Naga, hanya mengelami luka gores di pelipis kanannya.
Selama ini, mereka hanya tinggal berdua. Hidup menjadi seorang pengemis membuatnya rela menjadi tunawisma.
Aisyah berpisah dengan suaminya saat Naga masih berada di dalam kandungan.
Kondisi itu membuat Naga harus menanggung sendiri beban hidupnya serta beban ibunya yang lumpuh.
"Senang naik ke kelas 3," kata Naga.
Naga termasuk siswa yang rajin masuk sekolah. Ia tidak pernah mengorbankan sekolahnya meski harus mengamen untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan sang ibu.
Biasanya, Naga ngemis setelah pulang sekolah. Ia berkeliling ke sejumlah toko dan warung makan di sepanjang Jalan Borobudur hingga Soekarno-Hatta.
"Biasanya dapat Rp20.000 sampai Rp50.000. Uangnya langsung dikasihkan ke ibu," kata dia.
Naga juga harus menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Seperti mencuci dan memasak. Bahkan, saat ibunya BAB, Naga yang harus membuang.
"Cuci baju sama cuci piring," kata dia.
Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) Blimbing 5 Kota Malang, Sukasih mengatakan, prestasi Naga memang tidak menonjol, tapi dia tidak pernah bolos sekolah.
"Kalau prestasi memang tidak menonjol. Tapi sekolahnya rajin dia. Hampir tidak pernah tidak masuk," kata dia.
Di sekolah, Naga juga akrab bermain bersama teman-temannya. "Periang lah anak itu," kata Sukasih.
Dirawat ke rumah sakit Pemerintah Kota Malang merespons penderitaan yang dialami oleh Naga dan ibunya.
Melalui Dinas Kesehatan, Pemerintah Kota Malang membawa Aisyah ke Rumah Sakit Tentara Soepraoen Kota Malang untuk dirawat.
"Dibawa ke RST Soepraoen. Kepala Dinas sedang menuju ke sana untuk mengurus Surat Pernyataan Miskin (SPM)," kata Kepala UPT Puskemas Cisadea, Kota Malang, Kustiningtyas.
Ingin berhenti mengemis
Sebelum mengalami kecelakaan dan lumpuh, terbersit keinginan Aisyah untuk berhenti mengemis. Aisyah berkeinginan untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
"Rencananya setelah Lebaran saya mau bekerja rumah tangga asalkan Naga bisa sekolah," kata Aisyah, di indekos tempat tinggalnya, sebelum dibawa ke RST Soepraoen.
Karena lumpuh akibat kecelakaan, Aisyah hanya bisa pasrah kepada anaknya yang masih bocah untuk menyambung hidup.
Sedangkan, saudara-saudara Aisyah sudah tidak lagi peduli terhadapnya.
"Ada saudara-sudara, tapi tidak akur," kata dia.
Selain untuk menyambung hidup, Aisyah juga harus membayar uang kos sebesar Rp 300.000 per bulan. Beban itu juga ditanggungkan ke Naga. (Andi Hartik)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Kisah Naga, Bocah Kelas 3 SD Mengemis untuk Ibu yang Lumpuh")