Find Us On Social Media :

Gambaran Mengerikan Krisis Moneter 1998: Hewan-hewan Kalang Kabut, Bahkan Terpaksa Puasa

By Ade S, Sabtu, 11 Mei 2019 | 13:15 WIB

Ilustrasi Mei 1998

MACAN "DIPUASAKAN"

Dalam kondisi ekonomi normal, pihak Ragunan'selalu memberikan makanan secara optimal, tidak berlebihan ataupun kurang.

Pada saat krisis moneter, menu optimal itu bisa turun menjadi menu standar, namun masih tetap memenuhi syarat untuk hidup sehat dan baik.

Sebagai upaya penghematan, KB Ragunan menerapkan langkah alternatif, a.l. pengurangan porsi, penjarangan jam makan, dan pemberian menu pengganti.

Untuk harimau misalnya, pengurangan porsi. Makannya dari 5 - 6 kg menjadi 4 kg daging/hari. Sementara penjarangan makannya dari enam menjadi empat kali seminggu.

Tadinya dalam seminggu hanya ada satu hari "puasa", yakni Minggu. Sekarang, penghuninya harus berpuasa tiga kali seminggu (Rabu, Jumat, dan Minggu).

Meski "dipuasakan", kesehatan dan penampilan satwa tetap dijaga. Bahkan, dengan menu diet khusus ini harimau tampak lebih ramping, gesit, dan atraktif.

Pengurangan porsi maupun penjarangan jam makan, menurut Atje, dilakukan terutama terhadap satwa dewasa.

Satwa anakan atau induk yang sedang bunting tetap diberi menu optimal agar pertumbuhan atau kesehatan mereka tak terganggu.

Sedangkan penggantian pakan dilakukan dengan memilih materi yang lebih murah.

Selain daging lokal, menu harimau biasanya berupa daging kanguru dan daging sapi.

Mengapa dipilih kanguru? Menurut Atje, harga daging kanguru pada saat ekonomi normal hanya 1/3 harga daging lokal.

Selain itu pengadaan daging kanguru bisa memenuhi tiga hal, yakni kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.

Sementara, nilai nutrisi daging sapi dan kanguru relatif saraa. Namun, karena pada saat ini harga daging kanguru mahal, mau tak mau Ragunan beralih ke daging lokal.

Manajemen kebun binatang ini juga sedang menelaah pemberian daging babi hutan untuk harimau sebagai salah satu menu alternatif.

Di hutan harimau memang memangsa babi hutan, tapi di Ragunan sudah terbiasa diberi daging sapi, kerbau, dan kanguru.

Makanya, perlu pengamatan bila akan mengganti menu dengan daging babi hutan kepada harimau itu.

Terutama terhadap kemungkinan timbulnya "alergi", misal mencret.

"Kalau pun babi hutan dimasukkan dalam program pemberian pakan, ya, harus mempertirhbangkan segi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas penyediaannya," kata Atje.

Satu lagi solusi yang bisa dilakukan, yakni pengurangan satwa. Semisal, satwa dikembalikan ke alam. Tentu saja dipilih yang sehat dan dianggap mampu beradaptasi dengan lingkungan "baru"nya.

Penghematan dengan cara mengurangi kebiasaan makan satwa juga diterapkan di Taman Safari Indonesia (TSI), di Cisarua, Bogor, seperti diakui Drs. Jansen Manansang, M.Sc, saat itu salah satu direktur TSI.

Hewan karnivora (pemakan daging), seperti harimau, singa, buaya, ular, burung elang, dan satwa buas lain, yang biasanya diberi makan tujuh hari, kini berkurang menjadi lima hari makan.

Bagi harimau dan singa yang diberi daging 4 - 5 kg/hari, pengurangan jumlah hari makan tidak mempengaruhi kehidupan mereka, bahkan tampak lebih gesit dan bersemangat.

Hal yang sama juga dilakukan di KB Gembiraloka, Yogyakarta. Macan terpaksa "berpuasa" dengan hanya diberi makan dua hari sekali.

Langkah ini, katanya, meniru KB Singapura yang memberi makan kepada macan atau singa dua hari sekali. Hanya saja, daging yang diberikan tergantung jenis daging mana yang paling murah.

Baca Juga : Rupiah Hari Ini Sangat Lemah bahkan Terburuk Sejak tahun 1998, Ternyata Hal Ini Penyebabnya